Kekuatan untuk mengubah omongan tetangga menjadi lebih baik dan berdampak positif untuk kehidupan, tidak terlepas dari keheningan hati pada saat mendengarnya.
Dulu ada seorang teman yang suka menulis pada suatu kolom surat kabar. Kolom surat kabar itu bertajuk asal omong. Pada kolom itu sebenarnya ia menulis isu-isu yang dianggapnya aktual, namun tidak merupakan suatu ulasan dalam bentuk opini, tetapi lebih merupakan komentar singkat.
Lalu tulisan seperti itu kadang meluas jadi bahan pembicaraan orang. Kenyataan seperti itu, sama ketika melihat acara TV yang diberi judul sentilan sentilun, mirip juga dengan karakter yang bebas untuk mengungkapkan realitas yang belum diungkapkan.
Dalam perjalanan waktu sesuai kemajuan teknologi komunikasi, muncul sekejap fenomena grup baik itu di Facebook, Whattsapp. Beraneka grup itu dibuat berdasarkan latar belakang yang juga berbeda-beda.
Ada yang karena gurup alumni, grup berdasarkan wilayah asal, ada grup kelompok orang-orang yang menganggap diri berintelektual dan lain sebagainya. Grup itu juga diberi dengan nama masing-masing.
Menarik untuk dikaji lebih jauh terkait omongan tetangga sebenarnya berkaitan juga dengan omongan dalam grup. Ada istilah trennya seperti "Ini bocoran dari tetangga sebelah" atau "oh ini ciri grup sebelah, ini temanya grup sebelah, dan lain sebagainya.Â
Omongan tetangga dalam arti ini, sebenarnya sudah meluas artinya. Tetangga bukan saja soal berdakatan jarak rumah, tetapi secara online, di mana anggota-anggota grup ada di beberapa grup lainnya.
Fenomena seperti ini tentu bisa dikatakan adalah bibit untuk banyak hal. Nah, karena itu bisa ditanyakan bibit apa saja dari bobot omongan tetangga:
Ada 4 bibit dan bobot omongan tetangga grup:
Bibit kecurigaan ini tumbuh subur saat orang tidak punya keberanian untuk bicara terus terang. Orang bahkan diam-diam menyebarkan informasi dari yang lain, lalu mengajak anggota grup lain untuk mendiskusikannya di tempat lain.