Keberanian mengambil langkah-langkah kreatif harus diimbangi dengan kemampuan diri yakni keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Keduanya bisa dilihat dalam kebijakan-kebijakan yang terbukti relevan dan praktis sesuai zaman dan demi perkembangan dan kemajuan bangsa.
Jokowi adalah presiden pertama yang meraih rekor presiden paling sering reshuffle kabinetnya. Istilah reshuffle kabinet itu terasa betul-betul mendebarkan jantung.
Pacuan detak jantung itu bukan cuma karena penasaran siapa yang akan digantikan atau dilengserkan saja, tetapi menantang psikis para Menteri untuk diam-diam bertanya diri, apakah kinerjanya selama ini baik atau tidak.
Ketegangan psikis akan menjadi lumrah, ketika desas-desus bahwa akan ada perombakan kabinet (reshuffle). Apakah ketegangan itu cuma dialami oleh para menteri?Â
Ketegangan psikis itu tidak hanya oleh para menteri, tetapi juga tentunya Jokowi sendiri. Mengapa suasana dan hawa ketegangan itu dialami Jokowi dan kabinetnya?
Ada 3 Alasan:
1. Ada alasan mendasar mengapa reshuffle kabinet itu dilakukan: kinerja buruk dan kebijakan yang cenderung memicu polemik
Perombakan kabinet tentu punya alasan mendasar. Apa alasan mendasarnya? Alasan mendasar terkait reshuffle kabinet tentu bermacam-macam dan umumnya lebih merupakan tafsiran dan penilaian dari pengamat politik.Â
Ya, bisa saja karena kinerja di pemerintah yang dinilai buruk dan kebijakan yang cenderung memicu polemik. Dua alasan ini sebagai rujukan alasan mendasar untuk suatu reschuffle kabinet (Baca: Headline:Pengumuman, Reshuffle Kabinet Jokowi, tantangan kementerian Baru? dalam Liputan6.com, 29/4/2021).
Dua alasan itu tidak disampaikan secara langsung oleh Jokowi. Tentu, Jokowi sebagai kepala pemerintahan memiliki hak prerogatifnya baik untuk mempertimbangkan alasan-alasan, maupun dalam reshuffle kabinet itu sendiri.
2. Apakah ada alasan politis lainnya?Â