Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sibling Rivalry dengan Anak Tiri dan Solusi Hukum Adat "Pore Jaji"

9 April 2021   04:02 Diperbarui: 12 April 2021   01:12 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:sibling rivalry Archives.parentingni.org

Dalam konteks tertentu "Pore Jaji" itu tidak dilakukan di dalam rumah, tetapi pada tempat yang ditentukan oleh pemangku adat suku. Tempat itu diakui oleh semua sebagai suatu tempat sakral atau locus sakral. 

Di sana akan ditemukan batu panjang yang ditanam dengan posisi berdiri, jauh lebih tinggi dari yang lainnya. 

Batu itu dinamakan Tubu Musu atau batu yang merupakan tanda istimewa dari makam seorang pemangku adat sejak dari dulu kala. Tentu, nilai sakralitas itu lebih secara kultural dan alam dan bukan dalam konteks spiritual religius tertentu.

Keyakinan budaya itu terlihat masih sangat kuat berfungsi sebagai instrumen pemersatu, bahkan pemurni dari realitas yang terjadi dan tidak dinyatakan secara jelas. 

Uniknya bahwa keterbatasan sisi keyakinan mereka, ditopang oleh alam.  Alam yang menyatu dengan kata-kata janji mereka. Alam bisa menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan irasional. 

Kata akhir

Demikian kisah sibling rivalry antara anak sulung dari istri pertama dan anak tiri yang semula berbuntut tiada titik terang setelah kematian sang ayah mereka. 

Namun solusi hukum adat "Pore Jaji" telah menolong mereka untuk kembali menemukan Firdaus, alam kebahagiaan dan kerukunan sebagai saudara dari sang ayah yang satu dan sama. Betapa bahagianya mereka sekarang hidup sebagai saudara. 

Daya dari hukum mesti bisa menyatukan manusia untuk hidup dalam Firdaus kedamaian dan kerukunan. Namun, Firdaus seperti itu tidak boleh dibangun hanya oleh kekuatan rasional manusia, tetapi mungkin juga dengan keyakinan akan energi alam di mana manusia hidup dan berpijak.

Salam berbagi, ino, 9.04.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun