Ketika mereka sedang memasak potongan-potongan monster itu, datanglah seorang perempuan berpakaian adat Ende bersama dengan seekor anjing. Ia datang dan serta merta mengajukan pertanyaan, "kamu semua masak apa?" Jawab mereka, "Kami masak daging belut yang kami tangkap." Kata perempuan itu, " Itu suami saya." pertengkaran pun terjadi, masyarakat protes, "Bukan, bukan itu belut." Perempuan itu tetap membantah, itu suaminya dan bukan belut. Ia memperkenalkan dirinya dan nama suaminya, " Aku adalah Embezero dan suamiku bernama Sawijawa." Masyarakat tetap saja tidak mengakui bahwa yang tertangkap itu adalah seorang manusia, karena nyata itu adalah seekor belut. Perempuan itu, akhirnya membuat suatu sumpah untuk membuktikan kebenaran dari perselisihan itu, katanya," Jika dia ini benar suamiku, maka kampung ini akan hancur dalam tutur asli masyarakat suku Paumere, "Mbari mbapi, Mbuja mbura." Atau kampung Mbari akan terbagi dua dan kampung Mbuja akan terbakar hangus." Warga pun setuju untuk membuktikan kebenaran. Setelah Embezero mengucapkan itu, ia membalikkan badannya, lalu menaruh seperti menusuk konde pada rambutnya, sekejap pula gemuruh kehancuran tiba. Kampung Mbari terbagi dua, dan kampung Mbuja terbakar hangus. Embezero lalu menghilang entah ke mana. Ya, dia adalah perempuan misterius yang ada di sana.
Berikut ini ada  5 peran Embezero, perempuan misterius itu yang sekaligus menjadi gagasan tentang visi pendidikan bagi anak perempuan Flores.
1. Pejuang perempuan yang pro kehidupanÂ
Embezero bisa menjadi referensi cerita tentang seorang pejuang kebenaran. Ia adalah Pejuang perempuan yang menentang pembunuhan. Personifikasi seekor belut, monster air itu sebagai seorang suami atau seorang pria memberi ruang refleksi pada hubungan intim antara manusia dan alam. Bahkan hubungan antara manusia dan alam itu masih merupakan misteri, yang belum tuntas dipahami manusia atau bahkan ilmuwan. Mengapa Embezero, perempuan misterius itu datang sebagai seorang perempuan dan mengakui bahwa belut besar itu sebagai suaminya? Bagaimana mungkin ada suatu perkawinan antara manusia dan seekor belut itu terjadi? Atau apakah belut itu adalah reinkarnasi dari seorang pria atau suami dari Embezero. Mungkinkah dia yang telah mengorbankan dirinya itu sebagai tokoh mistik yang membuka pesona hubungan manusia secara sadar dan baru terkait kehidupan manusia, perempuan dan alam?Â
Semua pertanyaan bisa diajukkan, namun untuk memperoleh jawaban yang tepat, rasanya sungguh tidak mudah. Bahkan pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan menemukan jawabannya. Satu hal yang jelas bisa ditangkap dari cerita itu adalah bahwa Embezero mengajukan protes terhadap pembunuhan, apapun alasannya. Protes Embezero bisa menjadi relevan saat ini, tentu kalau dihubungkan dengan Zakiah Aini atau juga terkait dengan pelaku bom bunuh diri di depan gereja Katedral Makassar. Mengapa Embezero protes? Point tentang keberpihakan pada kehidupan adalah hal mendasar yang muncul dari cerita Embezero. Karena itu, perempuan sebenarnya dipanggil untuk mengajukan protes melawan tindakan pembunuhan.Â
Konteks pendidikan anak perempuan mestinya perlu memperhatikan aspek pro life itu. Anak perempuan bukan saja kriteria IPK setinggi IPK Zakia, tetapi pemahaman dan rasa cinta pada kehidupannya sendiri dan orang lain, mesti harus menjadi prioritas dari pendidikan umumnya dan anak perempuan khususnya. Karena dari rahim perempuanlah akan datang kehidupan baru dan masa depan.
2. Pejuang tata krama bercorak khas budaya
Embezero datang memasuki kampung Mbari dengan menggunakan pakaian adat Ende, Zawo Zambu atau sarung dan baju khas untuk perempuan asal suku Ende-Lio. Penampilan seperti itu tentu punya kandungan pesannya sendiri. Pesan tentang budaya sopan santun atau tata krama dalam kehidupan dan perjumpaan dengan orang lain. Nilai kultural seperti itu, masih sangat kuat dipelihara oleh masyarakat adat di Flores, NTT. Tidak heran ada konsep tentang kesopanan selalu dikaitkan dengan pakaian adat yang khas. Kesopanan itu lebih ditekankan pada bagaimana penampilan fisik anak perempuan.Â
Tidak heran bahwa anak perempuan pada musim liburan akan kembali ke kampung halaman mereka dan ketika di sana mereka mengenakan pakaian adat mereka layaknya gadis desa. Anak perempuan dalam lingkup budaya khas sebetulnya terkesan sopan, jika mengenakan motif khas budaya Zawo zambu, apalagi pada momen pesta adat. Hal ini, tidak berarti masyarakat adat itu anti kemodernan dan anti perkembangan, tetapi justru sebaliknya mereka mempertahankan keaslian budaya mereka yang unik pada momen-momen tertentu untuk dikenang dan direnungkan. Sedangkan pada momen lainnya, mereka bisa menjadi sama dengan anak-anak lainnya dalam tata cara berpakain.Â