Bukan hal yang istimewa lagi, kalau seseorang lebih senang mengalami sukacita makan bersama yang riuh ramai dengan corak pesta ria, daripada mengeluh dan mengesah tentang duka, kabung, kehilangan, ghosting, putus cinta, insecure dan lain sebagainya. Itulah kenyataan dunia. Dunia kehidupan sehari-hari diwarnai dengan tiga pengalaman hari itu, saat dipuji, saat makan bersama, tetapi juga saat sulit.Â
Kesulitan dan tantangan terbesar adalah bagaimana melawan kecenderungan umum manusia yang maunya cuma hidup dalam suasana lambaian palma pujian dan sukacita makan bersama, tanpa bisa menerima sengsara, kesulitan, duka dan penderitaan. Atau sekurang-kurang menurut penulis, masih begitu banyak orang yang melihat penderitaan itu begitu negatif atau orang belum mampu melihat sisi lain dari sengsara itu sendiri. Dari sisi iman Kristen, sengsara atau salib itu bukan akhir dari segalanya, tetapi suatu jalan untuk berubah menjadi baru.Â
Ya, secara sederhana, sengsara itu proses yang menghantar orang kepada pemahaman baru, bahwa hidup ini tidak pernah statis, tetapi penuh dinamika, bahkan melalui berbagai proses sebelum mencapai puncak kejayaannya.Â
4. Sabtu Suci
Perayaan Sabtu Suci hanya bisa dipahami dari kaca mata iman orang Kristen. Oleh karena itu, saya menggambarkan kata kunci dari Paskah itu sebagai momen kebangkitan, suatu momen sukacita.Â
Tentu, bagi orang Kristen berawal dari keyakinan imannya bahwa Yesus Kristus yang disalibkan itu telah bangkit. Dalam ulasan ini, saya merefleksikan kebangkitan dalam kaitan dengan prosesi hidup manusia umumnya. Suatu prosesi kehidupan manusia yang baru setelah melewati sengasara.Â
Ibarat syair Chairil Anwar dalam puisi "Aku", "Luka dan bisa, kubawa berlari, hingga hilang pedih perih." Ya, Paskah dalam bahasa Chairil adalah saat "hilang pedih perih. "Siapa yang tidak pernah mengalami saat-saat seperti "hilang pedih perih" ini? Atau siapa yang tidak bahagia, jika saat hilang pedih perih itu datang?
Demikianlah Paskah menjadi momen penuh sukacita, karena berada persis ketika orang telah 'membawa luka dan bisanya.' Dalam arti ini, penulis menyoroti aspek manusiawi dari sisi lain yang merupakan misteri iman Kristen.Â
Sukacita bukan saja karena  seseorang berada dalam suatu ruang kebersamaan dengan jamuan makan bersama, tetapi juga dari suatu pengalaman peralihan dari sengsara menuju kebangkitan dalam memiliki perspektif baru tentang hidup. Ya, peralihan dari sengsara kepada sukacita.Â
Dalam tutur kultur Jawa bisa diumpamakan dengan syair lagu "Suwe Ora Jamu." Suatu ungkapan kerinduan setelah lama bertemu entah karena sakit, kesibukan dan lain sebagai ya. Momen perjumpaan itu, tentu bisa menjadi momen sukacita yang luar biasa. Rotasi kehidupan manusia itu akhirnya berputar melalui siklus perubahan yang penuh dinamika.Â
Demikian beberapa dimensi kehidupan yang bisa diangkat dari keistimewaan Karwoche bagi umat Kristen. Hidup itu bukan cuma diliputi dengan hujan pujian, dan sukacita makan bersama, tetapi ada juga saat sengsara, sulit, kecewa dan penderitaan.Â