Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perubahan Waktu Boleh Saja, Asal Tidak Melupakan Waktu untuk Berubah

28 Maret 2021   14:02 Diperbarui: 30 Maret 2021   02:21 2177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lupa karena perubahan waktu itu jauh lebih baik, daripada lupa kapan waktunya untuk berubah.

Cerita tentang perubahan waktu di beberapa negara di Eropa sebenarnya bukan lagi hal baru. Dari tahun ke tahun penghuni beberapa negara di Eropa mengalami dua kali perubahan waktu. Perubahan waktu itu tergolong tanpa kompromi lagi, suka atau tidak suka ada saja saat di mana waktu menjadi lebih cepat satu jam atau lebih lama satu jam. 

Orang Jerman menyebut Zeitumstellung atau perubahan waktu. Mungkin juga sudah ada penulis lain yang membahas hal ini. Oleh karena itu,  pada saat ini saya lebih memfokus pada aspek pengaruh dari perubahan waktu itu sendiri bagi manusia. Sejauh pengalaman sehari-hari, ternyata perubahan waktu itu memiliki pengaruh baik positif maupun negatif. 

Apa saja pengaruh positifnya? Ada beberapa pengaruh positif:

1. Seseorang belajar mengubah konsepnya

Saya lihat positif lho, melalui perubahan waktu, seseorang mau tidak mau berubah konsepnya tentang waktu itu sendiri, tentang kerja, ritme hidup dan tentang kebiasaan-kebiasaannya. Konsep tentang sesuatu yang kemarin seperti itu, harus diubah entah menjadi lebih awal satu jam seperti sekarang, mulai hari ini atau lebih lambat satu jam nanti. 

Jadi perubahan waktu itu sendiri menjadi kesempatan bagi seseorang secara pribadi maupun bersama untuk belajar berubah atau sekurang-kurangnya menjadi realistis. 

2. Seseorang belajar berdiskusi tentang pentingnya waktu

Terasa sekali bahwa berita tentang perubahan waktu itu selalu menjadi topik relevan, bukan cuma di kalangan politikus dan ilmuwan, tetapi juga di kalangan rakyat biasa. Seminggu sebelum ada perubahan waktu itu, diskusi di meja makan, di dalam kereta, di dalam bus, di tempat kopi bareng, dan di mana-mana itu sama yaitu diskusi tentang Zeitumstellung. 

Hal unik seperti itulah yang saya alami tidak pernah begitu seru dibahas seperti di Indonesia. Perbedaan waktu antar provinsi itu ada, tetapi sifatnya tetap, jadi tidak perlu didiskusikan atau dilihat aspek pengaruhnya bagi manusia. 

Dinamika waktu itu sangat penting terkait rencana dan kedisiplinan. Bahkan manusia itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan waktu.  Terkait pengaruh konkret dari perubahan waktu, sebenarnya  saya cerita dari kenyataan di Jerman. Keterlambatan seseorang 5 menit untuk mengikuti suatu kegiatan bisa berdampak besar. Tentu, nanti butuh waktu bisa sampai 2 jam untuk membahas keterlambatan 5 menit itu. Jadi, tobat deh terlambat, malu-maluin saja. Waktu itu berkaitan erat dengan keteraturan hidup. 

3. Seseorang belajar mengendalikan diri 

Poin tentang seseorang belajar mengendalikan diri sungguh terasa sebagai pengaruh positif dari perubahan waktu. Siapa saja di Jerman, ketika seseorang bicara tentang Zeitumstellung, maka yang lain akan sambung kata selanjutnya, pasti deh ada hubungannya dengan kata schlafen atau tidur. Ya, tentu senang kalau waktu tidur diperpanjang dan kesal kalau waktu tidur dipersingkat. 

Itulah manusia, rasanya  susah banget untuk melihat secara seimbang dengan logika sederhana, "jika suatu waktu, waktu tidurmu boleh diperpanjang, maka suatu waktu pula, waktu tidurmu boleh diperpendek bukan?" 

Perubahan waktu di beberapa negara di Eropa merupakan saat untuk mengendalikan diri. Seseorang tidak bisa lagi mengatakan semau gue lagi karena perubahan waktu itu tidak bisa dikendalikan oleh seseorang saja. Meskipun ada gagasan dan pertanyaan, mengapa mesti begitu dan lain sebagainya. Ya, suka-suka sendiri, sudah gak bisa lagi. Nurutkan bagus, apalagi sambil mengadaptasikan diri dengan perubahan itu sendiri.

Berikut beberapa pengaruh negatifnya:

1. Seseorang sering terjebak dengan fenomena lupa secara universal

Ya, lupa bahwa hari ini sudah lebih cepat atau lupa bahwa hari ini sudah lebih lama. Seru juga sih, lupa bukan lagi karena usia atau gangguan psikis, tetapi seseorang lupa karena ada perubahan waktu. Meskipun demikian, lupa karena perubahan waktu itu jauh lebih baik, daripada lupa kapan waktunya untuk berubah. 

Dalam banyak tulisan, saya menemukan kalimat "melawan lupa", namun dalam konteks perubahan waktu, lupa itu tidak bisa dihindari. Jadi, orang pada tahap awal belajar menerima lupa, lalu selanjutnya baru melawan lupa, tentu melalui proses adaptasi yang membutuhkan juga waktu. 

2. Seseorang mudah grogi dan tergesa-gesa atau menjadi lambat

Grogi, merasa gugup atau nervoes itu sudah sering terjadi dalam masa-masa Zeitumstellung itu. Grogi karena selalu merasa "lho sekarang kok sudah jamnya ya. Saya sih belum lapar, masa sih harus makan?" Atau seseorang menjadi santai dan menunda-nunda, "ah masih sejam lho, jadi kita masih punya waktu yang cukup." Akhir dari cerita menunda adalah terlambat dan nervoes lagi. 

Merasa gugup atau nervoes itu sebenarnya tidak baik untuk psikis manusia. Hal ini karena nervoes itu berdampak kepada  seseorang suatu kegelisahan batin (innere Unruhe): menjadi susah tidur, jantung berdebar-debar, pusing, sakit kepala dan masih banyak gejala negatif lainnya. 

Demikian ulasan singkat berkaitan dengan perubahan waktu yang memiliki dampak positif dan negatif bagi hidup dan keseharian manusia. Selanjutnya apa sih tujuannya dari menemukan sisi positif dan sisi negatif dari Zeitumstellung itu: 

Pertama, tujuan utamanya yakni agar seseorang atau siapa saja yang belum terbiasa dengan perubahan waktu mengetahui dan menjadi lebih siap menghadapi kenyataan perubahan waktu di Jerman atau di beberapa negara lainnya di Eropa. Bahkan saya berpendapat bahwa perubahan waktu itu perlu diterima dan disyukuri. Bagaimanapun manusia perlu belajar untuk tidak hanya mengeluh, tetapi juga bersyukur.

Ada kecenderungan umum seperti ini: Jika ada curah hujan begitu tinggi, lalu orang mulai mengatakan "kenapa ya, kok hujan terus sih, bosan ah, banjir lagi." Kemudian ketika panas dan kering juga manusia mengeluh lagi, "kenapa sih panas banget, bosan ah panas kaya gini, maunya tu adem, sejuk, dan lain sebagainya." Dari pengalaman seperti itu, sebenarnya akhir dari ulasan ini penulis mau mengajak kepada pembaca untuk memiliki suatu perspektif yang seimbang terkait hidup, alam dan tentang Pencipta. 

Kedua, manusia perlu belajar memiliki perspektif yang seimbang (angemessen). Memiliki perspektif yang seimbang itu akan memberikan kemungkinan bagi seseorang suatu ruang bagi keadilan dalam hubungan manusia dengan sesamanya, dalam kaitan manusia dengan alam dan manusia dengan Penciptanya. Tanpa perspektif yang seimbang, penulis  yakin bahwa yang ada cuma semakin besarnya ruang ketidakpuasan, ruang yang terlalu banyak menuntut dan mengeluh. Ya, ruang hati dan pikiran manusia mestinya lebih besar atau dipenuhi dengan perspektif yang baik atau positif tentang yang lain, bukan sebaliknya.

Memiliki perspektif yang baik untuk melihat sesama manusia, lingkungan alam dan Pencipta bagi penulis merupakan peluang yang memungkinkan seseorang berubah menjadi lebih baik. Hidup akan bermakna dan indah, jika setiap orang memiliki perspektif cinta Pencipta. Dia memberi manusia hidup, bumi, udara, tumbuh-tumbuhan, binatang, rezeki, kesehatan dan lain sebagainya. Mengapa orang tidak punya alasan untuk berubah dan semakin memahami sesamanya, semakin mencintai alam dan menghormati Penciptanya?

Demikian beberapa pokok pikiran pribadi yang bisa penulis bagikan kepada pembaca pada hari ini. Penulis hanya punya harapan bahwa perubahan waktu itu boleh saja ada dan kapan saja bisa ada, tetapi orang tidak boleh lupa bahwa perlu ada waktu untuk berubah, ya berubah menjadi lebih baik. 

Dinamika kehidupan manusia bisa saja berubah dari waktu ke waktu, tetapi waktu orang berdinamika tentu akan menjadi lebih baik, ketika disertai dengan energi cinta dan syukur dari kedalaman hati yang sunyi dari segala kepentingan dan ambisi pribadi yang tidak terkendalikan, bahkan bisa merugikan orang lain. Jadilah bijak dalam setiap perubahan waktu.

Salam berbagi, ino, 28.03.2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun