Hari-hari ini media lokal maupun internasional marak menyebut nama Paus Fransiskus dan juga ghosting. Apakah ada hubungannya antara Paus Fransiskus dan ghosting? Ya, tentu saja.Â
Saya mengikuti berita tentang kunjungan Paus Fransiskus ke Irak dari media-media internasional sejak 5 Maret 2021, ketika Paus mengunjungi Irak pada hari itu. Tulis seorang Jurnalis, Christopher White, kunjungan itu seperti dikatakan Paus Fransiskus sendiri untuk mengirim pesan bahwa "persaudaraan lebih tahan lama daripada pembunuhan saudara, harapan itu lebih kuat daripada kematian, bahwa perdamaian itu lebih kuat daripada perang."Â
Dari kutipan kata-kata Paus Fransiskus itu terlihat ada tiga kata benda yang positif yaitu, persaudaraan, harapan dan perdamaian. Tiga kata benda ini berhadapan langsung dengan tiga kata benda lain yang sifatnya negatif: pembunuhan, kematian, dan perang.Â
Tiba-tiba pikiran saya tersambung ke ghosting. Ghosting itu masuk kategori mana ya? Suka atau tidak suka ghosting telah menjadi istilah yang lagi digemari pembaca hampir di seluruh dunia. Tidak heran juga, topik ghosting menjadi topik pilihan Kompasiana.Â
Karena itu, saya tertarik juga untuk mencermati topik idaman pembaca antara Paus Fransiskus dan Ghosting. Di tengah riuhnya media bicara tentang ghosting, Paus Fransiskus kepada ribuan orang di Irak mengatakan, "Irak akan selalu saya kenang, di hati ini," Bahkan diakhiri dengan ucapan yang berulang, "salam, salam, salam (damai, damai, damai), tulis Ardi Priyatno Utomo dalam Kompas.com, Senin, 8 Maret 2021.
Sementara itu semua orang tahu bahwa pada masa pandemi ini sebenarnya bukan cuma ghosting yang menjadi trend topik, tapi juga lockdown, jaga jarak atau dalam bahasa Jerman Abstand. Istilah-istilah itu muncul hampir bersamaan dan bahkan artinya hampir juga sama, ya tentu kalau tidak dipisahkan isi dari istilah itu, maka sebenarnya berbicara tentang hubungan manusia antara satu dengan yang lainnya. Benar bahwa orang harus bedakan, bahwa ghosting lebih terkait dengan dunia asmara, sedang jaga jarak atau Abstand lebih terkait dengan tuntutan protokol kesehatan.
Dunia asmara dan dunia kesehatan sebenarnya tidak beda-beda amat, karena semuanya terkait manusia. Pembatasan jarak fisik untuk saat ini diterima hanya karena orang tahu tujuannya, yakni demi kesehatan dan keselamatan manusia semuanya. Sedangkan mengambil jarak dan lalu pergi menghilang begitu saja dalam dunia asmara, memang bisa membuat pasangan tidak sehat juga.Â
Ghosting bisa bikin pusing kepala, bukan? Tentu, banyak hal lain lagi yang bisa muncul sebagai akibat dari ghosting. Sejauh yang saya pahami dari yang saya baca tentang ghosting, saya akhirnya yakin bahkan sebenarnya ghosting itu bukan hal yang baik. Mengapa? Ada beberapa alasan:
1. Ghosting yang dimengerti sebagai lari dari pasangan tanpa meninggalkan pesan, itu bukan cara yang dewasa. Semestinya, orang bisa menyelesaikan itu semua dengan terus terang dan transparan. Katakan dalam istilah Paus Fransiskus dengan jalan "salam damai."Â
2. Ghosting itu bisa saja terjadi karena ketidaksanggupan seseorang dalam mengkomunikasikan isi hati dan keputusannya. Putusnya komunikasi secara spontan itu menandai juga rendahnya respek terhadap orang lain. Atau dalam ungkapan Paus Fransiskus, hilangnya respek "persaudaraan."
3. Ghosting itu bisa menciptakan "perang dingin" antara pasangan, bahkan antara keluarga dari keduanya. Nah, pada arti seperti itu, sebetulnya Paus Fransiskus bawa pesan bukan ghosting tetapi belajar mendekati orang lain yang dilandai perang untuk bawa damai.
Tulis Jurnalis Spiegel online, Katrin Kuntz, bahwa Paus Fransiskus telah mengangkat burung merpati perdamaian di antara reruntuhan (bdk. Spiegel.de, 8 Maret 2021). Di Irak memang dikenal dengan reruntuhan karena perang saudara, perang kepentingan tentunya.
Ya, reruntuhan asmara dewasa ini tidak kalah pasarnya di dunia maya. Reruntuhan karena hilangnya nilai persaudaraan, kasih sayang, pengampunan, respek dan damai semakin hari semakin marak, merajalela.Â
Ghosting sekalipun istilah asing, tapi rasanya diminati pembaca, bahkan topik idaman paling santer di media Indonesia saat ini. Rasanya istilah ghosting diterima dengan ramah. Maaf, saya tidak mempermasalahkan pembaca yang suka dengan tema itu. Menariknya bahwa orang Indonesia sendiri tidak memiliki istilah bahasa Indonesia yang bisa mengungkapkan fenomena minggat diam-diam dan menghilang dari pasangan yang sebelumnya mesra dan akrab.Â
Karena itu, saya melihat penerimaan istilah ghosting itu bukan karena bahwa sebagian orang kehilangan rasa nasionalismenya, tetapi lebih karena penerimaan atas penamaan terhadap suatu fenomena aktual karena keterbatasan kata bahasa Indonesia.Â
Ghosting bagi saya lebih merupakan fenomena global yang mungkin sebelumnya sudah dikenal di dunia internasional, buktinya bahwa istilah itu sudah ada. Karena itu, hal yang penting sebetulnya bagaimana Kompasiana berbagi pengalaman dan cara pandang agar orang bisa menghindari ghosting.
Siapa sih yang suka ghosting? Tentu, beda lho ghosting dengan prank. Ghosting itu berkaitan dengan keputusan serius cuma dengan cara yang tidak terus terang, menghilang tanpa berita dan jejak. Bisa juga sih kalau dibilang penolakan yang paling halus. Kalau prank umumnya tidak serius, cuma untuk ngerjain orang  untuk asyik dan seru suasana. Tujuannya tentu hiburan saja.Â
Paling aktual terkait ghosting ditemukan dalam artikel utama Kompasiana news, 9 Maret 2021: "Klarifikasi Kaesang dan yang Harus Kamu Lakukan Setelah Kena "Ghosting"" Tentu merupakan bacaan yang sangat menarik dan bermanfaat, karena ada 6 langkah agar bisa lepas dari bayangan mantan, yang disajikan dalam artikel itu. Dari sisi yang lain saya menyoroti juga beberapa pesan yang sangat menonjol dari Paus Fransiskus, tentunya bukan saja untuk umat Kristiani, tetapi juga untuk publik.Â
Ada 3 pesan penting Paus Fransiskus sebagai berikut:
Keputusan Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke Irak adalah keputusan yang berani dan dilatarbelakangi oleh kesadaran akan risikonya, tulis Joshua J. Mcelwee, 8 Maret 2021. Keputusan seperti itu memang penting dan bahkan berdampak mengajak orang lain.Â
Dalam kaitan dengan ghosting, sebetulnya poin tentang mempertimbangkan resiko itu sangat penting. Resiko ghosting itu tidak sedikit, sudah pasti pihak korban akan sakit hati, stres dan menjadi tidak percaya diri, bahkan depresi. Oleh karena itu, jangan lupa untuk mempertimbangkan resiko dari ghosting itu sendiri.
2. Tidak memendamkan pikiran-pikiran balas dendam
Pesan ini disampaikan Paus Fransiskus secara khusus kepada umat Kristen Irak, "Bersihkan hati Anda dari kemarahan.." Lebih lanjutnya Paus menasehati umat Kristen Irak pada  7 Maret 2021 agar hati-hati dan supaya tidak memendam pikiran-pikiran balas dendam, tulis Cindy Wooden.Â
Pesan untuk singkirkan pikiran balas dendam itu tentu relevan juga terkait ghosting. Persoalan dan kesalahpahaman yang terjadi memang harus diselesaikan dan bukan ghosting sebagai solusi terakhirnya. Kalau persoalan serius tidak bisa dihadapi dan diselesaikan lalu memilih ghosting, maka hidup selanjutnya akan tetap merupakan rentetan ghosting. Bisa-bisa seumur hidup tidak punya pasangan. Intinya, ghosting itu bukan solusinya terbaik.
3. Pesan tentang "Aku bersamamu."
Berita yang dirilis pada 18 Februari 2021 oleh Meethak Al-Khatib berisikan surat rakyat Irak menunggu kedatangan Paus Fransiskus. Tulisan yang berisikan pesan syarat  makna tentunya:  Dia datang untuk mengatakan 'Aku bersamamu'. Pesan seperti itu sangat relevan untuk semua orang, apalagi terkait topik ghosting.Â
Ghosting bisa saja terjadi tanpa dihindari bagi orang yang tidak matang berpikir tentang resiko dari ghosting. Meskipun demikian, alangkah indahnya, jika pelaku akhirnya sadar dan mau datang menjumpai korban ghosting dengan kata-kata: Aku bersamamu. Bahkan akan jauh lebih indah, ketika ada rencana ghosting, pikirkan kata-kata 'Aku bersamamu' atau Anda bisa menulis surat bahwa Anda akan datang untuk mengatakan 'Aku bersamamu.'
Demikian beberapa refleksi dan pokok pikiran yang terinspirasi dari konteks aktual tema ghosting dan tokoh Paus Fransiskus. Ghosting pada akhirnya menjauhkan diri dari orang lain, sementara itu Paus Fransiskus berjuang mendekatkan dirinya dengan orang lain. Katakanlah sesering mungkin aku bersamamu, maka hantu (Ghost) yang selalu aktif (ing) untuk memisahkan hubungan antara manusia itu lenyap. Lawan ghosting dengan "aku bersamamu, aku sayang kamu, aku memaafkanmu, I love you."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H