Saya jadi ingat, seorang teman yang sudah berusia 80 tahun, entah dia sadar atau tidak, ia sudah punya kebiasaan untuk mengatakan kata paradoks, mungkin selama sejam itu, dia bisa mengulang kata paradoks beberapa kali. Apalagi kalau sedang menikmati bir dan Wine yang enak, lah sedikit-sedikit katanya: Das ist paradox.
Nah, cerita seperti ini mirip juga dengan cerita lama, tentang ungkapan "option for the poor." Saat menerima uang sumbangan, penerimanya beli bir dan anggur, lalu minum dengan penuh sukacita bersama teman-teman, lalu spontan tos-tosan dengan ungkapan: Option for the poor. Ini benar-benar mirip dengan cerita tentang "das ist paradox.Â
Hidup manusia memang tidak pernah luput dari perjumpaan dengan realitas yang lucu, paradoks, aneh dan kadang susah dimengerti mengapa bisa seperti itu."
Hidup manusia memang tidak pernah luput dari perjumpaan dengan realitas yang lucu, paradoks, aneh dan kadang susah dimengerti mengapa bisa seperti itu.
Terasa sekali di mana-mana sepertinya orang tidak pernah berhenti menyebut kata bencana, ya mungkin cuma beda bahasa. Bencana yang umumnya adalah bencana alam, bencana yang bisa dilihat dengan mata, lalu di foto dan disebarkan, dibuatkan videonya dan dikomentari dan berharap bisa dilike banyak orang, dll.
Maaf kalau pendapat saya tidak berkenan di hati pembaca, kita mungkin perlu mengklasifikasikan bentuk bencana. Mungkin bukan saja bencana alam, tetapi juga bencana psikis, bencana matinya hati nurani dan kepekaan, bencana kehilangan standar nilai, bencana egoisme manusia. Dan semua bencana itu telah membanjir di mana-mana dan kemana-mana.Â
Ini cuma untuk mengenang penyanyi unik pada tahun 2008 yang sekejap muncul lalu menjadi begitu terkenal namanya Mbah Surip. Saya masih ingat kata-katanya, meski tidak semuanya: "tak gendong ke mana-mana. Tidur....ayo tidur lagi." Saya pikir kata-kata itu adalah satire untuk Indonesia saat ini, mungkin lebih tepat satire untuk pemerintahan ibu kota Jakarta sekarang ini.
Dengan kata lain, mestinya pemerintah ibu kota Jakarta tidak bisa tidur karena keadaan rakyatnya yang tidak bisa tidur karena rumah dan segala yang mereka miliki telah dibawa banjir ke mana-mana.Â
Bencana ketidakpedulian pada nasib rakyat, itu bencana kemanusiaan yang paling parah. Mengapa? Manusia tentu bukan kucing, manusia tentu bukan tas mahal, manusia adalah makhluk mulia yang memiliki martabat, ciptaan yang secitra dengan Allah.
Oleh karena itu, sebetulnya sesama manusia tahu bahwa menolong sesamanya adalah prioritas tidak tergantikan. Hobi itu bisa ditunda realisasinya, tetapi manusia yang lapar itu tidak bisa ditunda untuk makan.
Sederhananya, biar kucing itu dipelihara penjualnya, sedangkan jika Anda punya cukup uang, lihatlah tetangga yang susah, atau mereka yang sedang berteriak minta tolong dari atas loteng rumah.Â