Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sanggupkah Menulis tentang Jenuh Saat Jenuh?

17 Februari 2021   03:22 Diperbarui: 17 Februari 2021   03:31 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai penulis pemula, saya berhadapan dengan pertanyaan ini: Bisakah saya menulis tentang jenuh saat saya jenuh? Pertanyaan ini bukan saja pernah saya alami, tetapi juga datang dari seorang teman yang baru belajar menulis sama seperti saya. Dengan enteng saja saya menjawab: "Jika kamu jenuh, ya cobalah tulis tentang kejenuhanmu." 

Saya akhirnya ingat suatu waktu saya ingin menulis puisi, namun saya tidak punya inspirasi, akhirnya saya coba menulis puisi dengan judul: Puisi tanpa inspirasi. Justeru dari situlah gagasan berkembang. Saya sendiri merasa heran, kok bisa begitu jadinya.

Berangkat dari pengalaman itulah, ketika mendengar seorang teman yang mengatakan bahwa ia belum menulis lagi bukan karena ngambek dengan Admin karena artikelnya tidak dipilih, tetapi karena ia sendiri jenuh.

Saya berusaha memotivasinya untuk menulis tentang jenuh. Akan tetapi, sampai hari ini, ia belum juga menulis tentang jenuh. Oleh karena itu, dengan segala keterbatasan saya sebagai pemula, saya coba berbagi bagaimana menulis tentang jenuh saat saya jenuh.

Sebetulnya bukan soal jenuh yang paling penting di sini, karena jenuh itu sendiri lebih karena perasaan yang sangat pribadi dialami oleh seseorang. Yang paling penting adalah bagaimana orang berjuang menulis tentang tantangan yang sedang dihadapinya untuk tidak lagi menulis. 

Tentu, jenuh adalah salah satu faktornya. Karena itu, pada tulisan ini, saya coba fokus menulis tentang jenuh pada saat jenuh. Sejujurnya, jenuh pernah saya alami dan sudah berulang kali saya alami. Namun, baru kali ini saya coba menulis tentang jenuh.

Supaya tidak rancu memahami apa itu jenuh, maka saya menggunakan referensi standar kbbi.web.id/jenuh. Di situ tertulis ada empat arti: 1. Jenuh berarti jemu; bosan: mereka sudah bosan dengan pekerjaan yang selalu sama sepanjang tahun. 2. Arti kedua lebih ke ilmu biologi: jenuh berarti padat udara (tentang senyawa yang terdiri atas karbon dan hidrogen (Hidrokarbon). 3. Jenuh berarti kenyang; puas sekali (sehingga menjadi bosan). Saya sudah jenuh dengan makanan seperti itu. 4. Jenuh berarti penuh (sehingga tidak mampu memuat tambahan lagi. 

Dari keempat definisi di atas, saya tertarik dengan jenuh dalam arti pertama sebagai rasa bosan dengan hal yang sama dalam waktu lama. Pertanyaan lebih lanjut bisa diajukan di sini, hal apa saja yang membuat bosan atau jenuh?

Oleh karena saya menulis tentang jenuh, maka saya tidak bisa hanya membahas rasa jenuh yang saya alami, tetapi ada juga saya bisa mengangkat kemungkinan-kemungkinan lain yang dialami oleh orang saat ini tentang jenuh.

Dan karena itu, pertanyaan tentang hal apa yang membuat bosan, sebenarnya pertanyaan terbuka yang bisa membuka kemungkinan jawaban yang beragam. Misalnya, saya bosan karena terpaksa di rumah terus, atau teman saya katakan bosan karena di tempat kerjanya, ia mendengar kata teguran yang sama-sama saja. Ada juga yang bosan atau jenuh karena mendengar dan membaca berita yang sama-sama saja, seperti setiap hari tentang Covid-19. Dan masih banyak jawaban lainnya. 

Tentu orang tidak boleh berhenti hanya dengan menjawab pertanyaan mengapa jenuh, tetapi orang perlu juga atau bahkan harus tahu bagaimana ia mengatasi rasa jenuh atau bosannya. Nah pada pertanyaan ini, saya tidak bisa membayangkan orang lain mengatasi rasa jenuh. Karena itu, saya menulis ini dari pengalaman saya tentang cara saya mengatasi rasa jenuh.

Saya pikir jenuh itu terjadi karena berhadapan dengan hal yang sama, maka saya perlu dengan berani membuat keputusan baru pada saat jenuh. Atau bahkan jenuh itu sendiri sudah bisa dihindari dengan suatu perencanaan terkait kegiatan harian yang bervariasi. 

Contohnya, pada pagi hari saya bisa mengisi waktu setengah jam menulis di kompasiana, lalu setengah jam saya membaca buku yang terkait dengan tema tulisan dari universitas, lalu setengah jam saya menulis dari apa saya bacakan, lalu setengah jam senam di kamar untuk menurunkan tensi.

Selanjutnya saya bisa satu jam jalan-jalan ke sungai Rhein, sambil membawa Kamera untuk membuat gambar-gambar pada objek yang unik dan menarik. Dan masih banyak lagi kegiatan lainnya yang bisa saya lakukan.

Jenuh itu bisa saja terjadi karena kurang kreatif menata acara harian pribadi atau acara rumah tangga. Karena itu, saya mengajak teman-teman semua yang jenuh sampai tidak bisa menulis untuk belajar buka mata dan menatap langit. Teman-teman akan tahu bahwa awan dan langit itu tidak pernah statis dari waktu ke waktu. Dinamika alam dan segala sesuatu di sekitar kita sebetulnya sudah cukup menjadi alasan untuk menghalau kejenuhan kita. 

Saya pernah berdiri pada tempat yang sama dengan arah yang sama memotret awan dari atas jembatan St. Theodor Mainz, menariknya bahwa berulang kali pada tempat yang sama bahkan pada waktu yang sama, namun gambar yang saya dapatkan selalu berbeda. Kejenuhan saya waktu itu lenyap di atas jembatan St. Theodor Mainz. Ya, inilah kenangan pertama saat saya belajar mengatasi rasa jenuh. 

Jadilah kreatif saat  Anda jenuh, maka rasa jenuhmu tidak akan berkepanjangan, bahkan Anda akan bisa menulis lagi di Kompasiana dari kejenuhan-kejenuhan yang Anda alami dan cara Anda yang unik dan menarik mengatasi kejenuhan Anda sendiri.

Ino, 17.02.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun