Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sambal Flores Vs Budaya Jerman, Apa Serunya?

16 Februari 2021   04:44 Diperbarui: 18 Februari 2021   15:12 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kadang saya pikir menulis itu sebagai suatu hobi. Ya hobi mengungkapkan sesuatu yang dilihat, dipikirkan, dibaca, dijumpai, dan masih banyak hal lainnya. Pokoknya karena hobi itu ada, maka saya bisa menulis tentang apa saja.

Sekarang saya ingin menulis tentang sesuatu yang santai dari keseharian yang lucu, aneh, tapi juga menarik. Apa yang menarik dari Sambal Flores vs budaya Jerman? 

Tentu saya berangkat dari eksperimen kecil saat tinggal bersama orang Jerman. Orang Jerman lebih menyukai makan roti daripada nasi, lebih menyukai sup tanpa sambal yang pedas-pedas. Atau juga kalau mereka makan roti, maka mereka pasti membutuhkan mentega, selai, madu, dll. 

Budaya makan seperti itu bagi saya menarik, namun kalau jujur dari hati, rasanya tawar. Alasan saya sederhana, karena daerah dingin. Saya berasal dari Flores, terbiasa kalau makan ada sambal ulek dan sambal pedas lainnya. Kelezatan makanan itu sangat dipengaruhi oleh bumbu masakan, aroma dari pencampuran bumbu alam dan bumbu khas lainnya.

Nah, suatu waktu saya mampir pada sebuah toko Asia yang tidak jauh dari rumah tempat tinggalku. Saya coba melihat-lihat, ada apa saja di sana. Eh, ternyata...sungguh sangat menghibur.

Soalnya di toko Go Asia, hampir semua bumbu yang ada di Flores atau umumnya di jual di Indonesia itu ada di sana. Di sana ada batang sereh, ada juga jeruk nipis, dan beberapa dedaunan yang wangi, maaf lupa apa namanya. Ya ada juga daun bawang, bawang merah, daun kemangi.

Oleh karena suka makan sambal pedas, maka saya membeli bahan-bahan itu di Go Asia dan mulai membuatnya menjadi sambal khas Flores. Suatu waktu seorang teman di rumahku dikunjungi lima temannya, ya ibu-ibu paruh baya.

Hari itu suhu udara 2 derajat, jadi lumayan dingin. Kebetulan sekali siang itu tukang masak menyiapkan soto ayam. Seorang teman berdiri dan memperkenalkan sambal buatanku.

Katanya, "Ini sambal Flores yang sangat enak, cocok juga kalau dicampur dengan soto ayam ini." Kelimanya mulai meminta dan mencoba sambal Flores itu.

Lima menit setelah makan sambal buatanku itu, kata seorang ibu, "Wow, das ist wirklich eine innere Heizung" atau wow ini benar-benar pemanas dari dalam.

Kami semua satu meja makan meledak tertawa. Setelah itu saya mengatakan kepada semua: Oh minta maaf kalau sambalnya pedas. Tamu yang lainnya menjawab begini, "Wah, pedas-pedas, tapi enak lho."

Sambal Flores mulai menjadi cerita bersambung. Suatu ketika, ada orang Jerman yang mencoba makan roti dicampur sambal pedas, wahhh suenak katanya. Saya hanya bisa membenarkannya: "Itu dia, makanya.

Namanya sambal Flores, bisa cocok dengan jenis makanan apa saja. Makin pedas, makin ketagihan. "Terlihat sambal yang dibuat hampir 2 kg bertahan paling lama sepuluh hari. Ya, bisa dimaklumi karena yang makan sebanyak 12 orang. Kalau satu orang dua atau tiga senduk, ya habis lah sekejap. 

Terkadang saya dengan sengaja membuat pause dua sampai tiga minggu tanpa sambal, sambil menunggu reaksi rindu orang Jerman. Tiba-tiba ada yang meletup, "Kalau ada sambal Flores, ya korona bisa lari pontang panting."

Dalam nada guyon, kata seorang teman dari Kerala, India, "Sambal Flores obat anti-korona." Saya hanya bisa tertawa dengan komentar mereka yang tidak masuk akal itu. Mereka mungkin tidak pernah tahu bahwa saya membuat sambal itu karena hobi saja. 

Anehnya lama kelamaan, cerita tentang sambal Flores di Mainz makin tersiar. Sekurang-kurangnya untuk para tamu yang pernah datang dan pergi dan juga untuk orang-orang Jerman yang serumah. Pernah ada yang protes, katanya, "Kamu merusak budaya Jerman."

Saya membalasnya, "Anda keliru, saya tidak memaksa Anda untuk memakannya, tetapi mengapa kamu memakannya setiap kali sambal itu ada? Saya pikir sambal Flores itu tidak merusakan budaya Jerman, tetapi membuat budaya makan Jerman itu menjadi lebih hidup dan bergairah. Diskusi tidak berlanjut, karena rupanya dia ingin nambah sambalnya. Aneh bukan? Inilah cerita sweet Karma. Menuduh tapi doyan memakannya.

Sekarang saya membuat sambal Flores rutin sebulan sekali untuk kebutuhan semua anggota rumah. Dari sambal itu, terbersit suatu atmosfer yang lebih hidup dari biasanya.

Kebiasaan makan cepat pada waktu makan siang sedikit bisa diperlambat karena di sela-sela makan, selalu saja ada sesi tak terduga seperti batuk, bersin dan peras-perasan. Bahkan tak ada alasan, kadang tertawa ketika melihat telinga mereka menjadi merah karena kepedasan.

Saya selalu mengatakan kepada mereka teman-temanku seperti ini: Sambal Flores bikin hidup lebih hidup. Dari sambal itu akhirnya merambat cerita tentang Ebu Gogo, Komodo, Kelimutu, Kurcaci, dll. 

Apa pesan dari hobi membuat sambal di Jerman? Orang Jerman akhirnya belajar banyak tentang hal yang unik dari Indonesia dan secara khusus dari Flores Nusa Bunga. Inilah cerita santai tentang hobi dan kreasi membuat sambal khas Flores di Jerman sambil promosi kekayaan alam dan budaya Indonesia.

Jadi, jangan takut menunjukkan sesuatu yang baik dari kekayaan budaya kita. Budaya kita yang kecil dan sederhana akan menjadi terkenal ketika kita konsisten memperkenalkannya kepada siapa saja. Aku cinta Indonesia.

Ino, 16.02.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun