Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Sang Ratu Pejuang UMKM dari Timur

13 Februari 2021   04:50 Diperbarui: 13 Februari 2021   04:50 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Saat pertama saya membaca tentang event perlombaan bagi penulis Kompasiana bertemakan "Mengisahkan Usaha Mikro di Sekitar Kita", saya tertarik untuk menulis tentang seorang ibu yang tinggal di pinggir pasar Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, NTT, namanya Regina Ria.  Nama Regina Rina adalah nama yang indah. Dalam bahasa latin, regina berarti "ratu", sedang Ria dalam bahasa Ende-Flores berarti "baik". Jadi nama Regina Ria berarti ratu yang baik. 

Regina sudah berkeluarga, ia memiliki seorang suami yang bekerja sewaktu menyetir mobil membawa barang-barang orang lain untuk dijual dipasar dengan gaji sebulan cuma Rp. 600.000. Regina memiliki dua orang anak. Anak sulung bernama Veninsia yang sekarang sedang kuliah semester dua Administrasi Pemerintah di kota Ende. Sedangkan yang bungsu bernama Rickard masih kelas 1 SD. Di rumah, Regina hidup bersama mama mertuanya. Regina sendiri mulanya tidak punya kerja apa-apa. 

Pada tahun 2019, saya berjumpa dengan Regina yang adalah kakak sulung saya setelah tiga tahun. Maklum saya sudah berjanji untuk tinggalkan mereka dan pergi ke negeri yang jauh untuk suatu tugas yang lain. Saya sungguh kasihan dengan situasi keluarganya. Saya mendengar cerita dan pergulatannya. Namun, saya sendiri tidak bisa membantunya apa-apa selain memberikan motivasi bagaimana hidup di tengah kesulitan, bagaimana hidup dengan modal jual-jualan di pinggir jalan atau di depan rumah.

Motivasiku ditopang sedikit hadiah dari kenalan saya yang pernah mendengar cerita tentang perjuangan Regina. Temanku pernah membelikan satu alat blender buah, dengan maksud agar Regina bisa membeli buah dan mengubah buah menjadi jus buah untuk dijual di pinggir jalan atau di depan rumahnya. Kebetulan sekali rumah mereka dekat jalan raya dan juga dekat dengan pasar di wilayah kecamatan Nangaroro,  Nagekeo, NTT, maka motivasi untuk menjual jus buah menjadi tawaran yang masuk akal. Regina mulai menerima gagasan itu dan mulai mencoba mengubah kebiasaannya, bukan lagi ratu dapur tetapi ratu yang bisa juga duduk di pinggir jalan demi kehidupan keluarga dan teristimewa untuk membiayai anaknya yang sedang kuliah. Sebuah pilihan yang sesuai dengan nama belakangnya "Ria" Pilihan yang baik, namun juga tidak mudah. Baginya pilihan itu adalah opsi istimewa untuk mempertahankan hidup dengan cara yang halal dan wajar. 

Sejak 2019 Regina berhasil menaklukan kebiasaan lamanya,  yang malu kalau duduk di pinggir jalan untuk berjualan. Satu kisah yang pernah saya ceritakan padanya bagaikan bumbu penyedap rasa untuk menaikan selera berani berjualan di pinggir jalan, rupanya menjadi inspirasi untuk mulai mengambil langkah awal: "Pernah hidup di Nangapanda seorang bapak, yang menjadi kaya hanya dengan berjualan sirup di pinggir jalan. Mengapa Regina tidak bisa hidup dengan berjualan lain-lainnya?

Cerita dan motivasi itu rupanya perlahan-lahan diterimanya dan berhasil membangkitkan gairah hidup baru dengan mental yang baru. Regina ingin sekali berjualan seperti kue molen yang sederhana, sayangnya tidak cukup uang untuk membeli alat dan gerobak molennya. Tidak patah semangat, ia meminta bantuan suaminya untuk menyiapkan satu meja sebagai tempat untuk menyimpan barang jualannya. Sebuah meja disiapkan dan Regina mulai melakukan sesuatu seperti menggoreng pisang yang dicampuri dengan tepung seadanya, kue kukus dan nasi bungkus di depan rumah. Hari-hari pertama adalah hari yang paling menyiksa. Mengapa? Barang jualan tidak banyak laku dibeli bahkan bisa dibilang rugi, seakan membuang modal. Bukan cuma itu tantangannya, banyak pula pembeli yang tidak ramah, dengan suara keras berteriak seperti "beliiiiii" beliiiii", Nasi kuning, dll. Rasanya nama Regina atau ratu seperti hilang artinya. Kata hatinya sesekali berontak, "mengapa saya harus lakukan ini semua? Mengapa hidup saya seperti ini? Ah, sudahlah, saya harus tetap mencoba bertahan.", kata hati pada dirinya sendiri. 

Hari-hari yang sulit berlalu namun tantangan sosial belum berakhir. Regina merasa tidak enak hati, karena keberadaannya bersama barang jualannya membuat kios tetangga menjadi sepi dikunjungi para pembeli. Ia sadar bahwa apa yang dilakukannya tidak dengan sengaja. Apalagi harus bersaing dengan para tetangganya. Kata Regina, "Aku orang susah, aku hanya butuh uang untuk hidup keluargaku dan untuk kuliah anakku. Inilah perjuanganku. Perjuanganku tidak untuk menghalangi apalagi untuk merugikan orang lain."Regina akhirnya pindah tempat jualannya sedikit lebih dekat ke arah pasar yang cuma sekali dalam seminggu.

Regina terus berjuang dengan menjadi pengusaha kecil di tengah kampung yang sepi. Memang tidak mudah harus berada di bawah terik matahari yang menyengat kulit untuk mendapatkan uang sehari yang kadang juga belum pasti. Apa artinya Rp 100.000 setiap hari untuk hidup lima orang, bagaimana untuk biaya kuliah anaknya. Regina berjuang dan bertahan juga di tengah krisis ini. Kadang ia harus membagi waktu kapan bisa untuk menenun sarung dan kapan bisa menjahit beberapa masker untuk dijual. Ya, semua dia lakukan untuk hidup keluarganya.

Regina dimataku adalah ratu pejuang UMKM di bumi pertiwi ini, yang tidak pernah dihargai dan tidak pernah ditulis. Meskipun demikian, ia berjuang menjadi  ratu yang baik, yang berani membuat pilihan dengan mengubah kebiasaan dirinya sendiri. Ia bertahan hidup di tengah kesulitan hidup. Ia mungkin berharap uluran tangan orang lain, namun siapa dan di mana orang  yang bisa membantunya?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun