Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Desa Kerirea Berenang di Air Keruh?

8 Februari 2021   14:41 Diperbarui: 9 Februari 2021   12:51 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini saya berjalan pagi di pesisir Sungai Rhein untuk sejenak melihat betapa besarnya volume air di sana. Air sungai Rhein meluap sampai pada ketinggian lebih dari tiga meter, lebih dari biasanya. 

Pemandangan yang tidak biasa itu memikat mata saya untuk melihat dan merenungkannya. Ada beberapa hal yang saya lihat unik. Kapal-kapal berhenti berlayar, sampah-sampah dari sisa-sisa potongan dahan tua yang dipinggir sungai terbawa, bahkan ada yang terdampar pada kapal yang sedang berlabuh di pinggiran. 

Menarik dan bedanya bahwa tumpukan sampah itu terlihat bersih dalam arti tanpa sampah plastik, kertas dan sisa barang kebutuhan manusia lainnya. Pemandangan yang unik lainnya adalah meski air masih keruh dan bergelombang, itik dan angsa-angsa di sana tetap berenang dan menyelam. 

Banjir bukan merupakan penghalang bagi itik dan angsa untuk memperoleh nafkah hidup. Mereka masih hidup di tengah air keruh dan gelombang yang tidak terarah. 

Demikian juga Pagi-pagi buta saya mendapatkan kiriman dari grup tentang berita TV One atau bisa dilihat dalam https://youtu.be/qDJhDFTzCWY dengan judul: "Miris! Tidak ada Jembatan Selama Puluhan Tahun, Warga Nekat Seberangi Sungai | TvOne www.youtube.com terkait wawancara TVOne dengan kepala Desa Kerirea tentang banjir di desa Kerirea. Berita menjadi viral lagi-lagi karena banjir. Musim hujan merupakan musim paling rawan banjir. 

Jalur utama menuju desa Kerirea memang belum punya jembatan yang bisa dilalui kendaraan roda empat dan roda enam, namun untuk pejalan kaki dan kendaraan roda dua sudah dibangun jembatan gantung sejak beberapa tahun lalu. 

Sementara itu video yang beredar adalah banjir yang sedang terjadi di kali dekat sebuah kampung wilayah desa Kerirea dan itu bukan kali di jalur utama atau seperti yang disebutkan TvOne di Ndetuweo. Dalam berita TVone terlihat seakan-akan orang bertaruh nyawa melalui banjir dengan menggunakan seutas tali di jalur utama. Itu yang tidak benar, karena di jalur utama sudah ada jembatan alternativ. 

Banjir memang sering jadi topik dalam dunia berita media saat ini. Bahkan banjir bisa ada hubungannya dengan itik dan angsa berenang di air keruh. Air keruh adalah suasana bangsa dan keterbelakangan desa-desa di NTT di satu sisi. Masyarakat desa Kerirea misalnya terus berjuang untuk hidup walau sulit atau walaupun harus menghadapi gulungan gelombang air yang mengalir deras. 

Meskipun demikian, orang tidak boleh lupa bahwa filosofi orang desa Kerirea, air keruh itu baik untuk memancing. Bahkan orang hanya mau memancing pada saat air keruh. Mengapa begitu? Keadaan air keruh itu merupakan keadaan paling sulit untuk membedakan mana jenis makanan  beracun, mana makanan yang sudah dijerat dengan kail yang mematikan. 

Orang yang memancing pada saat air keruh adalah orang yang ingin mendapatkan sesuatu. Ada harapan besar dan ada kerinduan mendapatkan rejeki di sana. 

Hal seperti itu adalah sebuah analogi dalam dunia pencharian orang desa untuk mempertahankan hidup. Namun untuk dunia pembangunan, seperti pembangunan jembatan desa misalnya pembangunan jembatan di jalur utama menuju desa Kerirea, itu bukan problem saat air keruh tetapi kebutuhan yang jernih dari masyarakat beberapa desa sekitar itu. Entah banjir atau tidak masyarakat desa pasti membutuhkan jembatan.

Air itu adalah simbol hidup. Di mana ada air, di situ ada kehidupan. Demikian juga di mana ada air keruh, di situ ada orang yang memancing. Tidak salah juga, orang boleh memancing, namanya orang mau mencari hidup. Namun dalam dunia informasi di tengah kemajuan teknologi seperti saat ini, orang harus memperhatikan keadaan itu bukan pada saat air keruh, tetapi pada saat air jernih. 

Maksudnya pihak media dan pemerintah terkait harus melakukan investigasi yang jelas dan jujur ke tempat kejadian. Tujuan investigasi itu adalah agar validitas data elektronik seperti yang disiarkan itu sungguh akurat: antara apa yang di beritankan di TV atau media lainnya dan kenyataan di lapangan. 

Tidak benar kalau video itu dibuat di tempat lain atau di Woropau yang bukan jalur utama, lalu diberitakan ke seluruh masyarakat Indonesia melalui Tvone seakan-akan kritis bertaruh nyawa. Dalam hal ini pemberi informasi telah melakukan hal yang tidak benar atau kebohongan kepada publik. Tentu ada undang-undangnya. Bertaruh nyawa dibuat sendiri karena ternyata masih ada alternativ lain yang layak dan aman.  

Kalau memang ada alternatif lalu tidak dipilih, maka sebenarnya sungguh kasian dengan masyarakat kecil, karena masyarakat kecil jadi boneka pertunjukan. Di manakah dasar pertimbangan terkait moral dalam hal ini, optio fundamentalis yang pro life?

Fenomena seperti itu tentu punya sisi ganda, di satu sisi pemerintahan desa membutuhkan perhatian, namun di sisi lain pemerintah desa harus memperhatikan cara-cara kerja yang cerdas "air jernih" atau berdasarkan analisis data lapangan yang akurat dan dapat di pertanggungjawabkan.

Sejarah membuktikan pada masa pemerintah desa sebelumnya pembangunan embung desa yang menghabiskan dana ratusan juta bahkan milyaran terbukti tidak berfungsi sampai sekarang. 

Itu berarti sasaran dari cita-cita pembangunan di desa Kerirea tidak tepat sasar? Mengapa terjadi demikian? Tentu ada banyak faktor dan kendala: analisis kebutuhan masyarakat dan kemampuan menggunakan keahlian masyarakat untuk terlibat langsung dalam pembangunan itu tidak dilakukan dengan baik. 

Buntutnya kualitas bangunan begitu jelek, sehingga belum dipakai malah sudah rusak. Ini cuma contoh, yang baik juga untuk diperhatikan pemerintah dan lebih baik lagi kalau diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban.

Minta perhatian pemerintah itu baik, cuma jangan dibalut dengan bedak kepalsuan dan manipulasi rakyat kecil, sebab ketika dilihat langsung ke medan yang diberitakan dan ternyata lain keadaannya, malah bagaikan boomerang. Semuanya akan tinggalkan cerita tentang kekecewaan dan sejarah kebohongan. Berhentilah berenang di air keruh. 

Masyarakat kecil itu bukan itik dan angsa yang memang dilahirkan seperti itu. Bicaralah dengan hati dan pikiran jernih yang dilengkapi dengan data dan analisis riil di lapangan. Kebenaran pasti akan menang. (Suara profetis anak desa Kerirea)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun