Bahan untuk membuat buket bunga ternyata cukup banyak. Ada kain flanel, kawat, tang, lem tembak, pita, lidi, gunting, jarum, benang, beserta kain pembungkus buket warna-warni. Untuk modalnya kami sepakat patungan dan setiap orang dikenakan tujuh puluh ribu rupiah. Jumlah yang tergolong cukup besar untuk kami para anak rantau. Â Kami semua sama-sama merantau. Maka dari itu, tidaklah sulit bagi kami untuk menentukan hari berkumpul. Kami memutuskan untuk membuat buket di kontrakan ayu, karena kontrakan ayu jaraknya paling dekat dengan kampus dan kamar ayu tergolong cukup luas. Apalagi Ayu tidur sendirian. Tidak seperti kami yang memiliki teman sekamar.
Selama beberapa hari ini kami berlima rajin menonton video cara membuat buket bunga. Ternyata untuk membuat buket bunga yang baik perlu ketelatenan, kesabaran, dan pandai mengkreasikan warna serta bentuk agar bisa menjadi rangkaian bunga yang indah. Kami memutuskan untuk membuat beberapa buket bunga besar dan beberapa bunga kecil satu tangkai yang harganya murah. Supaya nanti harga bunga yang kami jual bisa bervariasi sehingga para pembeli  memiliki pilihan untuk membeli buket bunga yang agak mahal atau setangkai bunga saja yang harganya lebih murah.
Hari minggu yang dinantikan tiba, kami berlima sudah berkumpul di kontrakan Ayu sambil mulai mencoba merangkai bunga. Pertama kami mulai dari bunga setangkai yang kami rasa mudah. Namun ternyata setelah mencobanya sendiri, tidak semudah yang dipertontonkan di video. Berulang kali rangkaian bunga kami terlihat aneh dan tidak estetik sama sekali. Terutama, aku yang kesulitan merangkai bunga agar terlihat mekar. Bunga milikku justru terlihat seperti kuncup bunga yang bulat dan jelek.
"Sini biar Lina ajarkan Inong. Untuk merangkai bunga, kita perlu kelembutan dan tangan kita jangan terlalu tegang. Rangkai perlahan-lahan."
Tangan Lina sangat lincah. Dalam waktu sekitar tujuh menit saja, dia sudah berhasil merangkai satu bunga mawar berwarna merah yang cantik. Icut juga. Dia bisa merangkai bunga sehingga terlihat sangat mekar dan sedap dipandang. Sementara aku, Ayu dan Fitri masih kesulitan untuk merangkai satu bunga saja.
"Syukurlah aku mengajak kalian. Kalau tidak ada kalian kami pasti kesusahan," seru Ayu
"Tidak apa-apa kok. Aku dan Lina justru senang sekali. Ayo kita buat lagi, untuk hari ini kita coba buat yang ukuran satu tangkai dulu saja. Besok baru kita coba yang besar," seru Icut sambil terus  merangkai bunga.
Kami berlima memutuskan untuk membuat buket bunga ketika jam kosong kuliah atau ketika hari libur tiba. Hari demi hari, Ayu dan Fitri semakin pintar untuk merangkai bunga. Sementara aku, masih saja merasa kesulitan. Aku rasa aku memang tidak punya bakat dalam hal ini. Jujur, aku malu. Aku seolah tidak bisa membantu dan membiarkan para sahabatku yang mengerjakan semuanya. Satu-satunya yang bisa aku rangkai hanya daun bunga. Bagiku, ini memalukan. Membuat daun bunga sama sekali tidak sulit. Cukup  bentuk gambar daun di kain flanel, gunting, lalu rekatkan ke kawat.
Hari wisuda telah tiba. Kami memutuskan untuk datang pagi sekali ke kampus untuk memilih lapak terbaik. Fitri membawa tikar, dan aku membawa selembar kain untuk menata barang dagangan. Buket-buket bunga yang telah jadi kami susun dengan rapi. Walaupun kami semua masih ragu apakah dagangan kami akan laris, sebab setiap musim wisuda tiba pasti akan ada banyak pedagang lain yang menjual buket bunga. Itu artinya kami memiliki banyak saingan.
"Ayo dipilih buket bunganya. Silakan kakak, adik, Abang. Buket bunga indah untuk orang tercinta." Aku sengaja mengeluarkan suaraku dengan keras agar ada banyak orang yang mendengar dan bersedia mampir ke lapak buket bunga kami.
"Ini buatan kalian semua?" tanya seorang ibu yang mampir melihat lapak kami