Mohon tunggu...
ASIAH
ASIAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Retorika Provokatif Faisal Assegaf Menjelang Transisi Pemerintahan

12 Oktober 2024   06:34 Diperbarui: 12 Oktober 2024   06:47 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Faisal Assegaf, seorang kritikus politik yang sangat aktif menyuarakan narasi provokatif di sejumlah acara, salah satunya pada Silaturahmi Antar Tokoh dan Elemen Perubahan yang ia gagas pada 1 Oktober 2024 di Aljazera Signature Restoran, Menteng, Jakarta Pusat. Acara ini dihadiri sejumlah tokoh nasional yang secara terang-terangan memprovokasi Presiden Joko Widodo dan keluarganya atas kinerja selama satu dekade terakhir. Tidak hanya menyerang kebijakan Pemerintahan Jokowi, tetapi juga menggunakan isu-isu personal untuk menyulut kebencian dan perpecahan di masyarakat. Kehadiran para tokoh seperti Amien Rais, Refly Harun, Laksmana (Purn) Slamet Soebijanto, Abraham Samad, Said Didu, Anthony Budiawan, jurnalis Rahma Sarita, dr. Tifa, Adhie Massardi, Roy Suryo, Alip Purnomo, semakin memperkuat agenda provokatif mereka yang bertujuan memengaruhi opini publik secara negatif menjelang pelantikan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.

Faisal Assegaf sebagai sang inisiator acara tersebut bukan hanya sekadar mengundang tokoh-tokoh yang kerap mengkritik pemerintahan Jokowi, tetapi juga memanfaatkan momen transisi politik untuk memantik ketidakpuasan dan memobilisasi kelompok masyarakat untuk turun ke jalan. Agenda tersembunyi ini tampaknya memiliki tujuan lebih besar, yaitu menggagalkan pelantikan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Seruan terbuka dari kelompok ini sangat berbahaya karena dapat merusak stabilitas nasional dan menciptakan keresahan di tengah masyarakat. Provokasi semacam ini, jika tidak diantisipasi dengan baik, akan berdampak pada terganggunya proses demokrasi yang sedang berjalan.

Lebih lanjut, Faisal Assegaf dan kelompoknya tidak berhenti di acara tersebut. Mereka juga merencanakan agenda konsolidasi yang lebih besar pada tanggal 14 Oktober 2024 mendatang dengan tujuan untuk menggalang massa agar bergabung dalam aksi demonstrasi yang lebih besar. Retorika yang mereka gunakan sangat berbahaya, karena mereka berupaya membangun opini bahwa pemerintahan baru dibawah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tidak sah dan menyerukan aksi untuk menentang proses pelantikan. Upaya ini jelas merupakan tindakan subversif yang berpotensi merusak persatuan bangsa, terutama di saat-saat krusial menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.

Agenda kelompok ini sangat jelas, menggiring masyarakat pada konflik politik dengan menunggangi isu-isu sensitif dan menebar ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Dalam situasi seperti ini, peran media dan masyarakat sangat penting untuk tidak terjebak dalam narasi yang penuh kebencian dan kebohongan yang disebarkan oleh para provokator ini. Mereka bukan hanya ingin merusak tatanan politik yang sudah terbentuk, tetapi juga berusaha mengacaukan transisi kekuasaan yang damai demi kepentingan segelintir orang.

Sangat disayangkan bahwa sejumlah tokoh yang memiliki gelar akademis dan pengalaman luas dalam berbagai bidang justru terlibat dalam provokasi dan ujaran kebencian. Alih-alih berperan sebagai pengkritik yang konstruktif, mereka justru memilih menjadi penggerak keresahan sosial dan politik. Tindakan ini tidak hanya merusak reputasi mereka, tetapi juga membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa. Indonesia sebagai negara yang demokratis tentunya membutuhkan kritik yang sehat dan membangun, bukan provokasi yang hanya memicu konflik dan perpecahan.

Dalam hal ini, masyarakat perlu waspada dan cerdas dalam menyaring informasi dan menyikapi seruan provokatif di media sosial. Kehadiran tokoh-tokoh provokator seperti Faisal Assegaf dan kelompoknya harus dilihat sebagai ancaman nyata terhadap demokrasi yang telah kita bangun dengan susah payah. Upaya mereka untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih harus dilihat sebagai tindakan subversif yang bertujuan merusak tatanan politik yang sah dan menciptakan kekacauan di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, sebagai bangsa yang berdaulat, masyarakat harus lebih bijak dan tidak mudah tergiring opini provokatif yang berupaya membenturkan antar kelompok masyarakat. Kita tidak boleh terpecah-belah oleh segelintir orang yang hanya mementingkan ambisi pribadi atau kelompok. Momen transisi kekuasaan ini adalah ujian bagi masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga stabilitas nasional dan menjunjung tinggi demokrasi yang telah disepakati bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun