Design Thinking telah menjadi populer dalam beberapa dekade terakhir. Banyak orang mengira bahwa Design Thinking adalah kegiatan khusus untuk para penggemar desain. Memang, pada awalnya hal tersebut digunakan oleh perusahaan desain produk atau layanan di Amerika Serikat.Â
Sebenernya, Design Thinking mudah diadaptasi oleh berbagai latar belakang disiplin ilmu. Satu hal utama dari Design Thinking adalah bagaimana membentuk pola pikir untuk menghasilkan solusi inovatif, dan ini dapat dipelajari oleh berbagai kelompok.
Design Thinking digambarkan sebagai sebuah proses dan pola pikir untuk berempati dengan masalah dan masalah yang berpusat pada manusia, untuk kemudian menemukan pendekatan dan ide-ide inovatif melalui visualisasi dan purwarupa.Â
Design Thinking menekankan pada siklus berpikir terus menerus, dengan menyediakan ruang untuk improvisasi yang terus berempati-uji-kegagalan-sukses-empati dan sebagainya.Â
Di Innovesia, Design Thinking dibandingkan dengan tools inovasi lainnya adalah melibatkan tiga tahapan besar, yaitu:
Inspiration
Langkah pertama dari metode Design Thinking Innovesia adalah membawa kita ke keadaan saat ini. Temukan wawasan dari situasi di sekitar Anda, orang-orang di dalamnya, masalah mereka, dan banyak lagi untuk membantu Anda menemukan solusi terbaik bagi mereka. Untuk mengetahuinya, mulailah dengan empati.Â
Empati adalah dasar dari Design Thinking. Sebagai "design thinker", kita harus dapat memahami semua perasaan, pikiran, keluhan, harapan, dan kebiasaan orang-orang yang akan membuat ide dan solusi.Â
Karena itu, setiap indera, perasaan, dan pikiran harus difokuskan dan dipusatkan pada orang tersebut. Istilahnya dalam bahasa Inggris "putting ourselves into their shoes". Pada tahap ini kita bisa bertanya apa saja, untuk dapat lebih memahami mereka.
Ideation
Pada tahap kedua, kita harus membangun banyak ide. Setelah mendapatkan wawasan dan inspirasi, inilah saatnya untuk menghasilkan solusi Anda.Â
Tetapkan apa yang benar-benar diinginkan pelanggan dengan 'pekerjaan yang harus dilakukan', dan bangun sebuah ide untuk menciptakan solusi yang paling cocok untuk mereka.Â
Hasil dari berempati menjadi bahan bagi kita untuk mendefinisikan setiap temuan pengamatan, keterlibatan, dan pencelupan lapangan. Dalam tahap ini, kita memperhatikan setiap detail data dan informasi yang ditemukan. Kemudian, fokus kembali pada wawasan, kebutuhan, dan ruang lingkup tantangan yang dihadapi orang tersebut.Â
Hasil dari tahap ini juga menentukan pernyataan masalah atau rumusan masalah dan tantangan yang dihadapi oleh orang tersebut dan juga apa ruang lingkup inovasi yang akan dilakukan. Â
Jika pernyataan masalah telah dirumuskan dengan fokus dan tepat, maka langkah selanjutnya adalah menghasilkan berbagai ide untuk mengatasi tantangan dan memenuhi kebutuhan orang tersebut.
Implementation
Membangun, ulangi, uji, dan luncurkan untuk menciptakan lebih banyak dampak. Jadikan ide Anda menjadi kenyataan dengan membuat purwarupa atau prototype.Â
Dalam tahapan ini, kita fokus pada ide-ide yang paling mungkin dan terbaik untuk purwarupa yang akan dibuat. Purwarupa dapat dalam bentuk apapun, dari hal-hal sederhana seperti gambar pada selembar kertas, atau arsitek bangunan bergaya sketsa, atau purwarupa yang lebih maju dari program atau aplikasi komputer.Â
Jadi, hal penting dari purwarupa adalah dapat menggambarkan ide diinginkan dan membuat semua orang dapat berinteraksi dengan ide tersebut. Kemudian, uji ke target pelanggan untuk mendapatkan wawasan, ulangi dan berikan cerita kepada target pelanggan untuk menciptakan dampak yang lebih tahan lama.Â
Cobalah untuk melihat bagaimana orang berinteraksi dengan purwarupa tersebut. Perhatikan baik-baik, apakah fitur yang telah didesain diterima dengan baik atau tidak.Â
Atau apakah ada hal-hal yang sesuai dan tidak sesuai dengan harapan ketika orang menggunakan purwarupa tersebut. Disini kita harus mencatat apa saja poin untuk meningkatkan fitur purwarupa sehingga bisa lebih baik.
Setelah kita mengetahui tiga tahapan Design Thinking Innovesia, kita mengenal keindahan pola berpikir untuk menjadi lebih inovatif. Design Thinking memberikan ruang bagi kita untuk gagal. Belajar dari kegagalan, kita harus memahami mengapa kita gagal dan mengapa kita harus memperbaikinya.Â
Dengan mengalami berbagai kegagalan ide, purwarupa, pengujian, dan sebagainya, maka hal tersebut membuat ide inovatif kami menjadi semakin matang dan siap ketika diluncurkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H