"Batiknya mendunia, tercemar sungainya". Rasanya sedih sekali ada yang memberikan komentar seperti ini di postingan Instagram aku pada momen Hari Batik Nasional. Topik pencemaran sungai memang sudah beberapa tahun ini terdengar nyaring di kota batik.
Ketika netizen semakin ramai mempersoalkan pencemaran sungai di Pekalongan, aku mengamini. Emang agak 'jijik' sih kelihatannya. Suatu kali karena macet, aku naik motor menyusuri pinggiran Kali Binatur sambil menahan nafas. Tapi, apa benar ini semua karena batik?
Masih ingat dengan lirik lagu Slank ini?
"Kota batik di Pekalongan, bukan Jogja bukan Solo"
Batik itu bukan hanya milik orang Jawa, hampir setiap daerah di Indonesia punya batik masing-masing. Lalu kenapa Pekalongan yang menjadi ikon kota batik? Sejarah telah menuliskan di kota kelahiranku inilah ratusan tahun lalu batik telah lahir dan berkembang. Ibarat seorang anak manusia, dalam proses pertumbuhannya batik tak luput dari kisah-kisah tak mengenakkan.Â
Misalnya saja dari sisi proses produksinya yang konon belum ramah lingkungan. Limbah cair adalah keniscayaan dari pembatikan. Solusi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) sudah dimulai di kota ini. Meski kalau dari beberapa literatur yang aku baca, jumlahnya belum mencukupi.
"eh aku beli daster batik lho...murah banget 50 ribu" ujar seorang teman.
"loh ini mah bukan batik ceu, sablonan ajah." Jawabku.
Termasuk aku yang notabene orang asli Pekalongan, awalnya menganggap semua kain yang bermotif etnik apalagi dengan bubuhan titik adalah batik. Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia), batik adalah kerajinan tangan sebagai hasil pewarnaan secara perintangan menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna dengan alat utama pelekat lilin batik berupa canting tulis dan atau canting cap untuk membentuk motif tertentu yang memiliki makna.
Nah, kata kuncinya adalah penggunaan canting tulis atau canting cap. Kalau yang menggunakan alat sablon atau printing tidak bisa dikategorikan sebagai batik. Coba deh sekarang cek lemari bajunya, mana yang batik beneran mana yang bukan.
Bukti Sejarah Nenek Moyangku Pembatik
Van Zuylen yang aktif membatik pada awal 1900an merupakan wanita belanda yang cukup terkenal di Pekalongan. Bisa dibilang, beliau ini legenda batik di Pekalongan. Silakan baca di buku "Batik Belanda 1840-1940 Dutch Influence in Batik from Java History and Stories" bagaimana batik Indo-Eropa yang berkembang di Pekalongan mulai ditiru perusahaan batik milik Tionghoa.