Mohon tunggu...
Innnayah
Innnayah Mohon Tunggu... Insinyur - Calon Sinematografer

www.innnayah.com | www.cinematic.id | www.pekalonganku.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Keruhnya Sungai di Balik Cerahnya Batik Pekalongan

5 November 2018   13:14 Diperbarui: 10 November 2018   01:10 2259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa catatan sejarah menunjukan bahwa perkembangan batik di Pekalongan telah mulai dilaksanakan pada masa kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-17 Masehi. Dalam dokumen milik VOC disebutkan bahwa pada tahun 1740 pernah terjadi pengiriman kain dari Pekalongan ke Batavia dengan omset sebesar 20 ribu real spanyol (mata uang VOC) per tahun.

Kalian tahu Perang Diponegoro? Peristiwa ini punya andil cukup besar. Pasca perang Jawa pada 1830, keluarga keraton yang meninggalkan daerah kerajaan mengembangkan batik di daerah baru di antaranya Pekalongan. 

Pada perkembangannya, motif dan warna dari keraton mulai berakulturasi dengan budaya lokal. Kedatangan pedagang Melayu, Bugis, Tiongkok, Arab, India, serta masa pendudukan Jepang juga memengaruhi.

Puluhan tahun kemudian, pada tahun 2013 Disperinkop Kota Pekalongan mencatat sebanyak 99,8% industri di Kota Pekalongan didominasi oleh industri kecil dan sebanyak 83,1% bergerak di bidang industri tekstil batik atau printing. 

Hal ini berimplikasi pada mata pencaharian penduduk di Kota Pekalongan yang sebagian besar bekerja di sektor industri sebanyak 76% dan 69,5% di antaranya bekerja di industri batik.

Kondisi sungai di Pekalongan
Aku mencoba mencari kebenaran lewat data ilmiah. Dalam Tesis yang ditulis oleh Putri Yasmin pada tahun 2013 disebutkan bahwa  saluran irigasi dan drainase Kota Pekalongan yang mengalir di Kali Bremi, Kali Meduri dan Kali Asem Binatur telah banyak tercemar oleh industri dan kegiatan domestik. Hal ini menyebabkan sedimen yang berada pada saluran irigasi dan drainase sangat tinggi.

Ingin mengetahui lebih lanjut tentang hasil penelitiannya, aku sempatkan untuk menggali data lebih dalam ke Putri Yasmin yang sekarang adalah peneliti dan konsultan lingkungan.

"IPAL (instalasi Pengolahan air limbah)" di Pekalongan perlu banget. Nggak cukup kalau hanya mengandalkan yang di Kauman dan Jenggot. Kota Pekalongan itu terbebani juga oleh indutri tekstil dari Kabupaten. Berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process, setidaknya perlu dibangun lagi 6 IPAL di Kelurahan Tirto, Kelurahan Pabean, Kelurahan Landungsari dan Kelurahan Degayu."

Menurut Putri Yasmin, masalah lingkungan yang dihadapi oleh Kota Pekalongan terkait dengan limbah batik diantaranya adalah terlampauinya beberapa baku mutu parameter kualitas perairan yang mengakibatkan meningkatnya sedimentasi perairan, blooming enceng gondok, keruhnya badan air dan matinya beberapa organisme perairan.

Pada tahun 2005 telah dilakukan penelitian oleh Nicholson dari universitas Leiden Belanda. Pada dasarnya, sebelum tahun 1980, kondisi air kali di Kota Pekalongan dalam keadaan yang jernih. Akan tetapi, sejak tahun 1992, kondisi kali menjadi berwarna kecoklatan, kemerahan, kehitaman bahkan berwarna hitam pekat. 

Dia menyebutkan bahwa tercemarnya hampir seluruh sungai di Kota Pekalongan merupakan dampak dari pembuangan limbah cair industri tekstil batik printing dan sablon ke badan air. Salah satunya terjadi di Sungai Banger. Dampak yang paling nyata adalah adanya perubahan warna dan timbulnya bau dari air, kematian ikan dan ternak kecil di sekitar kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun