Kauman, kampung batik mapan
Matahari tepat di ubun-ubun membuat aku kesusahan menyesuaikan settingan kamera saat tiba di Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kampung batik Kauman. Diteman para tokoh masyarakat di sana, aku diijinkan melihat langsung proses pengolahan air limbah batik.
Menurut Wiwied yang kiprahnya dalam pembatikan sudah malang melintang, industri batik memang sering menjadi kambing hitam.
Waktu saya kecil, batik sedang produksi batik di Pekalongan sedang ramai-ramainya. Tapi sungai masih bisa kok buat berenang. Sekarang ini batik tak sebanyak dulu, tapi sungai kotor sekali. Berarti batik tidak bisa disalahkan.
Di Kauman ada Instalasi Pengolahan Air Limbah yang menjadikan kampung batik ini 'mapan' menurutku. Limbah cair dikumpulkan dalam bak penampungan. Dari bak ini, cairan yang sangat hitam itu dialirkan ke bak lain yang sudah diisi dengan bakteri tertentu. Proses penguraian terjadi di sana. Air yang bergolak tersebut dialirkan ke bak lain sebelum dibuang ke sungai. Ada pemeriksaan berkala untuk mengecek kondisi kandungan air.
Air Sumber Kehidupan
Memang sih, Pekalongan itu mepet laut. Air mengalir sebentar saja lalu masuk ke laut Jawa. Tapi, tetap saja air adalah sumber kehidupan. Tak hanya bagi manusia. Seperti yang dipaparkan dosen Fakultas Kehutanan IPB Bapak Nana Mulyana di Danone Blogger Academy. Air itu tetap kok jumlahnya di muka bumi, tapi kualitasnya berubah.
Seminggu yang lalu pada acara hari batik, telah diikrarkan oleh semua peserta upacara di halaman museum batik. Komitmen generasi penerus batik Pekalongan, yang salah satunya membangun industri batik ramah lingkungan.
Salam hangat dari kota batik dunia, batik tradisi pemersatu bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H