Di saat pemerintah gencar melakukan pembukaan keran investasi guna menunjang ekonomi dan pembangunan infrastruktur 2017, ada triliunan uang tersimpan milik calon jamaah haji. Pergi ke tanah suci sudah dipermudah dengan adanya sistem cicilan dari bank. Sembari menunggu antrean yang bisa mencapai 10 tahun, calon jamaah diberikan dana talangan untuk selanjutnya dilunasi bertahap sampai sebelum keberangkatan. Sebagai negara mayoritas muslim, ada jutaan calon jamaah haji yang sekarang uangnya tersimpan. Diapakan uang-uang tersebut? Tetap diam di sistem perbankan layaknya di celengan tanah liat atau diputar ke sektor riil untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi?
Dana Haji Untuk Proyek Negara?
Kepala Bappenas berpendapat jika dana haji bisa dijadikan untuk membantu pembangunan proyek infrastruktur di negeri ini. Menteri Bambang mengatakan jika dana Rp 70 triliun itu bisa dipakai untuk pendanaan baik langsung maupun tidak langsung. Tentu Bappenas sudah memikirkan, jika proyek yang dipilih harus benar-benar yang menghasilkan return bagus. Juga soal jenis proyek, sebab dana haji tak mungkin digunakan untuk hal yang tidak berbau kebaikan masyarakat.
Malaysia sudah menerapkan
Saya memang pernah mendengar jika di Malaysia juga telah menerapkan sistem serupa. Dana haji di negeri jiran telah dimanfaatkan untuk pengembangan infrastruktur. Bahkan di negara lain, dana haji dipakai untuk sektor lain seperti perkebunan. Hemm, meski menurut saya pribadi ini riskan jika dana umat dipakai bisnis.
Kalau di Malaysia, ada yang namanya tabungan haji. Jadi, keuntungan dari perputaran uangnya dipakai kembali untuk pengelolaan haji. Tentu proyek yang dipilih adalah proyek yang menguntungkan dan berbasis syariah.
Infrastruktur di Tanah Air
Kenapa Bappenas ‘ngebet’ pakai dana haji untuk pembangunan infratruktur? Tentu kita tahu kalau aspek ini sangat krusial. Ekonomi, sosial, pariwisata, semuanya bergantung ke infrastruktur. Saya sendiri termasuk yang suka traveling, hemm...sering geleng kepala kalau mau ke objek wisata. Kondisi jalan dan fasilitas masih jauh dari kenyamanan. Belum lagi jika saya ke luar Jawa yang bahkan jalan utamanya saja belum tentu luas dan mulus.
Bagaimana dengan listrik? sama saja, belum semua wilayah teraliri listrik. Kalaupun sudah, pemadaman bergilir dan tanpa peringatan adalah hal yang makin lama dianggap wajar.
Masih banyak saudara kita yang harus beli barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan harga mahal karena kendala infrastruktur.