Mohon tunggu...
Innayah Wulandari
Innayah Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lagu-Lagu Jawa "Viral" di Kalangan Anak Muda sebagai Tradisi Lisan pada Era Digital

9 Juni 2024   17:30 Diperbarui: 9 Juni 2024   17:32 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Innayah Wulandari

Mahasiswa Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Seiring perkembangan zaman, teknologi telah mempengaruhi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara masyarakat berinteraksi yaitu melalui media digital. Pada era digital ini pun membawa perubahan signifikan pula dalam pelestarian dan penyebaran budaya tradisional di masyarakat. Salah satu fenomena menarik yang terjadi adalah lagu-lagu Jawa menjadi "viral" di kalangan anak muda. Fenomena ini menunjukkan bahwa tradisi lisan yang merupakan warisan turun temurun tersebut menemukan medium baru untuk bertahan dan berkembang melalui media digital. Sehingga tradisi lisan Jawa pun masih memiliki daya tarik kuat dan diterima oleh generasi muda di tengah maraknya budaya Barat yang masuk. 

Tradisi lisan didefinisikan sebagai kesaksian lisan yang dituturkan secara verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya (Reini, 2007). Kesaksian lisan yang dimaksud disini adalah terkait tradisi-tradisi yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, tradisi lisan pun memiliki batasan-batasan tertentu yang dapat dianalogikan pula dengan folklor, terutama folklor lisan (verbal folklor) dan folklor sebagian lisan (partly verbal folklore). Folklor dijelaskan sebagai kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun di antara kolektif jenis apapun, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)  (Danandjaja, 1997). Sejalan dengan Texas Historical Commission, yang mengatakan bahwa tradisi lisan mencakup stories, songs, sayings, memorized speeches, and traditional accounts of past events. 

Lebih lanjut, lagu-lagu Jawa termasuk dalam tradisi lisan karena kebudayaannya diwariskan dari generasi ke generasi melalui penyampaian verbal atau lisan, bukan tertulis. Tradisi lisan dapat diajarkan dan disebarkan melalui interaksi langsung di masyarakat. Sehingga tradisi lisan biasanya hanya berkembang dan dikenal di masyarakat lokal, serta penyebarannya pun terbatas. Namun, era digital pun membuka peluang baru bagi pelestarian tradisi lisan. 

Dalam hal ini, media digital menjadikan lagu-lagu Jawa dapat direkam, diunggah, dan disebarluaskan dengan mudah. Sehingga, lagu-lagu Jawa sebagai tradisi lisan tidak hanya dijadikan sebagai bentuk hiburan, melainkan juga sebagai cara melestarikan budaya tradisional. Lagu-lagu Jawa yang dulunya mungkin hanya dikenal di kalangan masyarakat tertentu, kini mulai menarik perhatian anak muda yang seringkali sudah lupa dengan kebudayaan Indonesia akibat globalisasi dan modernisasi. Penyebaran lagu-lagu Jawa tersebut memainkan peran penting media sosial, streaming musik, dan aplikasi berbagi video seperti Youtube, Tiktok, Twitter, Instagram, dan Facebook. 

Melalui platform-platform tersebut, memungkinkan lagu-lagu Jawa dengan cepat mencapai audiens yang lebih luas, termasuk bagi masyarakat yang sebelumnya tidak familiar dengan budaya Jawa terutama kalangan anak muda. Hal ini sejalan dengan penjelasan bahwa kebebasan pengguna internet dalam berproduksi memunculkan banyaknya tayangan sejenis yang membentuk karakteristik folklor (tradisi lisan) dalam kalangan tersebut (Blank, 2018). Dari kanal berbagai platform di internet, terlihat karakteristik folklor (tradisi lisan) yang berfokus pada interaksi antar masyarakat terhadap suatu kebudayaan, dimana pada konteks ini saling memberi tanggapan maupun komentar terhadap sebuah lagu yang berkembang di masyarakat. 

Fenomena ini dapat ditinjau dengan konsep sosiologi kebudayaan, bahwa masyarakat Indonesia memiliki budaya Jawa yang diwarisi turun temurun. Budaya Jawa yang dimaksud dalam konteks ini adalah lagu-lagu Jawa sebagai tradisi lisan. Salah satu konsep sosiologi kebudayaan yaitu cultural transmission atau transmisi budaya, memiliki definisi sebagai penerusan nilai-nilai kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya (reproduksi). Pada umumnya, proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Sehingga dalam hal ini, tradisi lisan yaitu lagu-lagu Jawa merupakan salah satu bentuk transmisi budaya yang penting. Transmisi budaya ini terlihat pada cara-cara mereka meneruskan lagu-lagu Jawa kepada generasi anak muda. Proses transmisi tersebut melibatkan pelaku budaya yang memiliki pengetahuan maupun keterampilan, yakni penyanyi membuat aransemen lagu yang dapat diterima semua kalangan. 

Lebih lanjut, fenomena viralnya lagu-lagu Jawa berkaitan erat dengan konsep habitus yang dikemukakan Pierre Bourdieu. Menurut Bourdieu, habitus merupakan suatu sistem melalui kombinasi struktur objektif dan sejarah personal, disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah dengan memiliki fungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik terstruktur dan terpadu secara objektif (Lubis, 2014). Habitus adalah hasil dari sejarah yang terbentuk setelah individu lahir dan melakukan interaksi dengan masyarakat dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Habitus bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir atau alamiah, melainkan hasil dari pembelajaran melalui pengasuhan dan interaksi sosial dalam masyarakat. 

Dengan demikian, habitus ini mempengaruhi cara individu berperilaku dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, termasuk bagaimana mereka merespon dan mengapresiasi budaya. Habitus berkaitan erat dengan field lantaran praktik-praktik atau tindakan agen merupakan habitus yang dibentuk oleh field, sehingga habitus dipahami sebagai aksi budaya. Dalam konteks lagu-lagu Jawa yang viral di kalangan anak muda, habitus generasi muda yang terbentuk oleh berbagai platform digital memainkan peran penting dalam bentuk penerimaan dan penyebaraan lagu-lagu tersebut. Penerimaan kalangan anak muda terhadap salah satu budaya Jawa tersebut dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai media. Pada era digital, media sosial seperti Youtube dan Tiktok dianggap sebagai media yang paling efektif dalam penyebaran budaya karena kemudahan dalam akses dan kecepatan mencapai audiens. 

Fenomena viralnya lagu-lagu Jawa di kalangan anak muda ini pun dilihat sebagai bentuk kebangkitan tradisi lisan di era digital. Contohnya, lagu-lagu seperti "Sayang" yang dinyanyikan oleh Via Vallen, kemudian "Rungkad" milik Happy Asmara, "Nemen" milik NDX A.K.A, dan sebagainya. Terkadang, lagu-lagu Jawa yang viral bukan karena penyanyi aslinya seperti pada lagu "Ojo Dibandingke" milik Wandra Restusiyan yang tiba-tiba meledak di platform TikTok karena dinyanyikan oleh anak bernama Farel Prayoga. Ia pun sampai diberi kesempatan untuk tampil di Istana Negara untuk ulang tahun Indonesia ke-77. Hal ini termasuk dalam bentuk apresiasi terhadapnya karena telah membawa budaya Jawa sejak dini. 

Kemudian, lagu "Joko Tingkir Ngombe Dawet" milik Vita Alvia yang meledak dan menjadi trend sebuah tarian di Tiktok. Penyebaran budaya di era digital ini pun, mengubah format festival musik umum dengan melibatkan penampilan grup musik atau penyanyi solo yang menyanyikan lagu Jawa. Hal tersebut justru menarik banyak penikmat musik untuk menari bersama, bahkan yang bukan orang Jawa sekalipun hafal dan ikut menikmati lagunya. Lagu-lagu Jawa yang viral menjadi suatu hiburan di kalangan anak muda. Mereka seringkali menikmati lagu-lagu tersebut di berbagai festival musik, tempat nongkrong, bahkan para penyanyi muda atau influencer menyanyikan versi cover yang seringkali mendapatkan jutaan penonton dan menjadi perbincangan di media sosial. Maka, hal ini menunjukkan adanya apresiasi dan ketertarikan kuat dari kalangan anak muda terhadap warisan budaya Indonesia.

Apresiasi dan ketertarikan kalangan muda terhadap budaya Jawa juga dapat terbantu karena media digital, seperti menggabungkan elemen modern dengan tradisi lisan. Hal ini ditunjukkan melalui musisi Indonesia yang menciptakan aransemen musik dan visualisasi menarik, serta memasukkan lirik berbahasa Jawa dalam sebagai selingan di lagu. Contohnya, komposer musik dan youtuber Alffy Rev yang selalu memasukkan unsur musik Jawa dan daerah lainnya sebagai bentuk pelestarian terhadap budaya Indonesia. Grup musik bernama Weird Genius memasukkan lirik berbahasa Jawa ke dalam lagu "Lathi" yang berkolaborasi dengan Sara Fajira sebagai penyanyi berhasil memperkenalkan budaya dan bahasa Jawa hingga kancah internasional. Lagu-lagu tersebut memiliki aransemen modern dan sentuhan musik Jawa yang menjadikannya lebih easy listening di kalangan anak muda tanpa meninggalkan budaya asli Jawa. 

Dengan viralnya lagu-lagu Jawa di kalangan anak muda pada era digital membawa dampak positif bagi pelestarian dan penyebaran budaya antara lain: membantu memperkenalkan dan mempertahankan warisan budaya kepada generasi muda, meningkatkan rasa bangga dan identitas budaya di kalangan anak muda, penyebaran lagu-lagu Jawa secara digital juga dapat menarik minat dari masyarakat global sehingga memperluas pengaruh budaya Jawa ke kancah internasional. Selain itu, menggerakkan kalangan muda untuk berinovasi dan mengembangkan kreativitas dalam menyajikan budaya tradisional. Media sosial pun memunkinkan terbentuknya komunitas dengan minat yang sama terhadap lagu-lagu Jawa sehingga mendorong kolaborasi antara musisi, seniman, bahkan penggemar yang dapat menghasilkan karya-karya baru dan memperkuat jaringan sosial yang berfokus pada pelestarian budaya

Sementara itu, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi dengan adanya fenomena ini. Tantangan utamanya adalah menjaga keaslian dan nilai-nilai tradisional dari lagu-lagu tersebut. Popularitas dan komersialisasi ini memungkinkan adanya resiko bahwa esensi dan makna asli dari lagu-lagu Jawa tersebut dapat terdistorsi. Kalangan muda pun berkemungkinan mengapresiasi secara dangkal dan tidak berkelanjutan. Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan melibatkan ahli budaya dan musisi tradisional dalam proses kreatifnya, atau diadakannya workshop dan konten edukatif di platform digital terkait nilai-nilai asli dalam lagu Jawa tersebut. Komersialisasi ini juga dapat mengubah lagu-lagu Jawa menjadi produk semata, menggeserkan fokus pelestarian budaya ke keuntungan finansial. Sehingga, perlu adanya regulasi dan pedoman yang mengatur komersialisasi lagu-lagu tradisional.

Daftar Pustaka

Danandjaja, J. (1997). Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, Dan Lain Lain. Pustaka Utama Grafiti.

Dienaputra, R. D. (2013). SEJARAH LISAN: Metode dan Praktek (2nd ed.). Minorbookds.

Jayadi, S. (2022). KONSEP DASAR SOSIOLOGI BUDAYA: Definisi dan Teori (R. Rahmawati, Ed.; 1st ed.). Pustaka Egaliter.

Lubis, A. Y. (2014). Postmodernisme: Teori dan Metode. Rajawali Pers.

Oral History Guidelines. (2016). Texas Historical Commission. https://www.thc.texas.gov/public/upload/publications/OralHistory.pdf

Sukardja, P. (2016). Transmisi dan Sosioalisasi Budaya Menenun di Kelurahan Sangkaragung Jembrana. Laporan Penelitian, 7-10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun