Di hari dimana sekolah sudah bebas bagi anak anak kelas 6, aku melewati ruang guru yang kebetulan Bu Iyet sedang duduk didepan kantor sembari menatapku. Aku yang menyadari hal tersebut bersikap sopan dan tidak lupa memberikan salam. Sampai pada saat aku ingin menaiki tangga menuju lantai dua sekolah, Bu Iyet menghentikannya dan berkata "Nay, kedua" sembari menunjukkan angka dua melalui jari tangannya. Aku yang melihat hanya tersenyum sopan dan kembali menaiki anak tangga hingga menuju ke lantai dua. Aku berjalan dengan perasaan bingung dengan maksud dari perkataan Bu Yeyet tadi.
   Ketika hari yang ditunggu tunggu tiba, pembagian hasil UN tengah berlangsung kala itu. Anak anak dipanggil satu persatu untuk mengambil hasil ujian. Tak lama giliranku yang dipanggil untuk mengambil amplop  yang isinya berupa hasil UN. Jantungku berdetak tidak karuan, tanganku dingin bagaikan es, serta keringat dingin tidak ada hentinya membasahi tubuhku. Saking takutnya aku sempat berfikir pesimis. Lalu kubuka amplop tersebut secara perlahan. Hingga setelah terbuka sempurna, aku mengambil kertas yang ada di dalamnya dan langsung membaca. Di surat tersebut tertera bahwa aku lulus sekolah dasar dan tanpa kuduga, nilai NEM ku 25,00 dengan nilai paling tinggi adalah matematika. Seketika aku langsung diam terpaku tak percaya, namun akhirnya aku mengucap Hamdallah serta rasa syukur kepada Allah SWT.
   Setelah pembagian hasil UN pun aku pulang kerumah dan memberitahu Ibuku mengenai hal tersebut. Betapa senangnya Ibuku saat melihat nilai ujianku. Air matanya terus berlarian keluar dari pipinya. Ia tidak menyangka jika aku akan bisa melewati masa masa sulit tersebut dengan hasil yang memuaskan.
   Beberapa minggu setelahnya, pembagian raport kelas 6 pun dilaksanakan. Ibuku mengambil raport ku kala itu. Ketika setelah pembagian raport, Bu Iyet memberitahukan mengenai ucapannya saat itu. Ternyata, maksud beliau mengatakan kedua itu ialah peringkat NEM satu angkatan. Aku pun yang mendengar hal tersebut dibuat mematung kembali. Sungguh, aku tidak percaya bahwa aku akan mendapati peringkat dua dengan hasil NEM tertinggi.
   "Tingkatkan ya, Innaya. Jangan sampai menurun. Semoga ada rezeki masuk SMP Negeri yang diinginkan. Selalu diberikan kemudahan dalam mencapai cita-cita" ucapnya sambil tersenyum hangat. Aku hanya mengangguk seraya menjawab "Aamiin bu, terima kasih atas jasa, serta dukungan ibu buat Innaya".
   Minggu berikutnya, aku mulai sibuk mengurus pendaftaran sekolah SMP bersama yang lainnya. Ada yang memilih masuk pesantren, masuk swasta, dan masuk negeri sepertiku. Kebetulan, aku mendaftar dibantu oleh Bu Lilis yang merupakan wali kelas 6A. Beliau ini yang mengurus pendaftaran anak anak yang ingin masuk sekolah negeri. Dengan bantuannya, aku dan Ibu tidak terlalu repot dalam mendaftar. Kesibukanku dalam mendaftar berlangsung selama seminggu hingga akhirnya data kami semua sudah masuk ke SMP nya dan tinggal menunggu keputusan pihak SMP mengenai diterima atau tidaknya siswa siswi.
   Ketakutan kembali melanda diriku. Aku takut jika nilai NEM ku kurang dari skor minimal di SMP. Hingga setelah sekian lama menunggu hasil dari pihak SMP, Bu Lilis memberitahuku dan anak anak lain yang juga sama mendaftar ke SMP negeri untuk datang kesekolah karena pengumuman penerimaan siswa siswi SMP negeri akan dibagikan. Akupun pergi kesekolah pada jam satu siang karena katanya surat penerimaannya akan diberikan sekitar jam dua siang. Kami semua menunggu hasil dari keputusan SMP. Terlihat teman-temanku yang lain juga cemas mengenai hal ini. Hal tersebut bisa aku lihat dari raut wajah mereka.
   Waktu yang ditunggu tunggu pun telah datang. Surat penerimaan SMP sudah ada ditangan Bu Lilis yang saat itu masuk kedalam ruangan kelas yang aku tempati bersama yang lain. Beliau membagikan satu persatu surat tersebut kepada kami. Aku beserta yang lain mulai membuka surat tersebut dan membaca hasilnya. Dan, Alhamdulillah aku diterima di SMP Negeri yang aku inginkan sejak dulu. Teman-temanku juga ada yang diterima, namun ada juga yang tidak. Jujur saja aku ikut merasakan kesedihan bagi teman temanku yang tidak diterima. Namun, sebisa mungkin aku mencoba menghiburnya.
   "Tidak apa apa, mungkin belum rezekinya. Tetep semangat ya, dimanapun kita bersekolah jangan pernah sampai menurunkan semangat belajar kita" ucapku sembari tersenyum kepada teman temanku. Teman temanku mengangguk dan ikut tersenyum walau terlihat jelas dari matanya yang sudah berkaca kaca menahan tangis.
   Dan pada akhirnya, aku bersekolah di SMP Negeri yang aku inginkan. Ibu dan bapak juga ikut bahagia atas hal ini. Setidaknya, aku bisa membahagiakan mereka walau tidak begitu besar. Dari kejadian tersebut, aku mencoba menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dengan lebih semangat belajar dan menggunakan waktu secara teratur antara bermain, belajar dan istirahat. Dan Alhamdulillah dengan keinginan dan niat yang besar serta usaha, aku dapat menggapai mimpi yang aku inginkan. Disekolah baruku, aku juga banyak memiliki teman baru yang baik dan unik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H