Kata amanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Jika kita diberi amanah oleh seseorang, entah itu berupa titipan ucapan atau benda, sebaiknya segeralah disampaikan kepada orang yang dituju.Â
Setiap ada amanah, insha Allah saya akan jalani dengan sebaik mungkin. Tapi bagaimana jika amanah tersebut justru bisa mendatangkan musibah? Ini sama sekali diluar perkiraan saya. Jadi, ceritanya begini. Bulan lalu saya tengah mempersiapkan keberangkatan umroh bersama suami. Kabar gembira tersebut tidak serta merta saya siarkan, cukup orang-orang terdekat saja yang tahu dan dalam waktu tidak lama sebelum kami berangkat.
Sebuah telpon masuk ke hp suami, dari Ibu A yang tinggal di kota C, yaitu kota yang sama dengan tempat tinggal ibu kandung saya.Â
Ibu A adalah teman ibu saya yang pernah menolong beliau saat sedang kesulitan. Ibu A tahu dari ibu saya kalau kami akan berangkat umroh. Beliau mengucapkan selamat dan kemudian meminta tolong dibawakan paket untuk saudaranya di Arab Saudi. Suami pun mengiyakan, apa salahnya membalas budi Ibu A dengan membawakan paket? Katanya sih, isi paket adalah jamu untuk saudaranya yang bernama Ibu X.
Saat paket dalam perjalanan, Ibu A kembali menghubungi. Mengabari paket sudah dikirim ke rumah saya dan memberitahu kalau ada lima bungkus paket titipan dan dua diantaranya berisi rokok! Keberatan dan khawatir nanti bermasalah dengan imigrasi, suami pun menjelaskan lewat pesan Whatsapp bahwa membawa rokok bisa beresiko. Suami sudah berpengalaman pergi ke luar negeri dan melihat sendiri saat temannya membawa rokok ke Singapura langsung disita di bandara. "Aman, kan udah dipecah jadi dua. Bawa aja seorang satu sama Neng Inna," kata Ibu A. Oh oke, jadi saya disuruh bawa rokok di koper. Entah ada berapa bungkus rokok dalam 1 paket tersebut...
Ibu A pun terkesan memaksa agar kami membawa paket-paket tersebut. "Aman kok, udah biasa," Hmm, kayaknya tiap ada siapa pun yang mau ke Arab, maka keluarga Ibu A ini hobi nitipin paket. Termasuk saya yang ketitipan dan kebetulan punya 'hutang budi' pada Ibu A. Jadi nggak bisa nolak. Ibu A bilang, saudaranya jadi istri kedua orang Arab dan kaya. "Nanti kalau dibawain paket, nggak usah khawatir sama oleh-oleh. Nanti dia ngasih oleh-oleh dari Arab," bujuknya. Engg, kita bisa beli oleh-oleh sendiri kale, bukan bawain paket karena minta oleh-oleh gratisan.
Saya sempat curhat pada ayah saya (ibu dan ayah saya sudah bercerai), reaksi beliau adalah marah karena kami bersedia membawa paket berisi rokok itu. "Pulangin aja!" suruh beliau. Ah, tetap saya merasa nggak enak hati. Suami saya pun masih menyanggupi untuk membawa paket tersebut. Dia bilang, kalau saya nggak mau bawa paket rokok, maka dia akan titip ke koper temannya (sesama jamaah umroh).
Paket pun tiba. Saya buka, di dalamnya ada lima bungkusan yang terbalut erat dengan kertas kado dan lakban. Dua diantaranya sudah tertebak isinya rokok (mungkin sekitar 10 atau 12 bungkus per paketnya). Dua lainnya berukuran sama, dan satu ukuran lebih besar. Lima paket itu ditulisi dengan spidol: AMANAH BAPAK B untuk dua paket rokok, AMANAH BAPAK C untuk dua paket kecil, AMANAH IBU D untuk satu paket besar. AMANAH ya AMANAH. Betul-betul ditulisi dengan huruf kapital supaya kami ingat bahwa semua paket itu adalah AMANAH YANG HARUS DISAMPAIKAN!
Sumpah, saya penasaran banget pengen buka itu paket. Sayang, suami lagi ke luar kota dan baru kembali dua hari sebelum kami berangkat umroh.
Akhirnya, suami pulang ke rumah. Kami segera disibukkan dengan mengepak koper, lupa sama paket amanah. Pada malam hari sebelum kami berangkat umroh keesokan paginya, barulah paket tersebut dibuka.Â
Pertimbangannya, buat jaga-jaga jika imigrasi minta kami membuka paket supaya tidak memakan waktu. Sekalian juga, saya kepo berat. Penasaran pengen tahu apa isinya karena perasaan kok curiga banget ada sesuatu yang berbahaya lebih dari rokok dibalik paket-paket itu...
Dua yang pertama adalah paket rokok, dan memang isinya beneran rokok. Paket berikutnya si bungkusan kecil. Sebuah plastik berisi kerudung murahan digulung sebagai pembungkus. Didalamnya ada kira-kira selusin strip obat yang diikat karet gelang. Obat ini tanpa label Depkes, tanpa tanda dot hijau dan tanpa tanda dot merah. Sebagai mantan tukang jualan obat, tentu saja saya curiga... obat apakah ini? Suami pun berpikiran sama dengan saya. Sambil saya cari obat itu di internet, suami membuka bungkus kecil yang satu lagi. Isinya obat yang sama! Bedanya dibungkus dengan kaus.
Ketemu! Ternyata obat itu adalah... obat impor ilegal untuk aborsi! Astaghfirullah! Berasa disambar gledek nggak sih. Saya kaget banget! Lumayan syok. Syok membayangkan apa yang terjadi seandainya kami 'baik hati' tidak membongkar paket itu dan langsung membawanya di koper ke Arab Saudi? Diinterogasi pihak imigrasi. Memperlambat proses imigrasi satu rekan travel umroh.Â
Dicekal dan diblack list nggak boleh masuk Arab SAudi lagi (apa kabar jika dapat panggilan haji?). Bahkan bisa masuk penjara karena dituduh sebagai pengedar obat ilegal! Semua mungkin saja terjadi bukan? Ya Allah...
Begitu kesalnya, saya melarang suami membuka paket yang paling besar. Pasti isinya sama aja. Semua paket langsung saya masukkan lagi ke dus yang baru. Bungkus, kirim balik ke Ibu A. Masalah selesai. Keesokan paginya, sebelum kami ke bandara, Suami pun menjelaskan lewat Whatsapp bahwa paket sudah saya kirim balik dan menceritakan isinya adalah obat yang berbahaya.Â
Apa kata Ibu A? Beliau bilang nggak tahu apa-apa. Katanya itu obat buat sakit kaki. Mungkin selama ini yang dititipin nggak pernah bermasalah dan aman-aman saja barang sampai ke tujuan. Mungkin juga baru gagal nitip karena cuma saya dan suami yang tahu itu obat apa dan menolak untuk membawanya. Membayangkan berapa paket amanah yang sampai sudah bikin saya bergidik ngeri, karena isinya yang dasyat untuk membunuh bayi!
Saya doakan semoga Ibu Hajjah A dan saudaranya di Arab Saudi Ibu Hajjah X diberi kemudahan untuk mendapat rizki yang berkah dan jangan sampai mencelakai orang lain, aamiin.Â
Suami saya bilang, andai kita masih baik hati mau teuteup bawain itu paket, maka kita akan menjadi orang jahat. Orang yang mendukung pembunuhan calon bayi yang selayaknya punya hak hidup. Saya sendiri dari awal tahu itu isinya rokok aja sudah malas ketitipan. Kenapa nggak beli rokok sendiri? Mungkin rokok bermerk yang sering dikonsumsi wanita itu langka di Arab Saudi dan harganya mahal. Kok nggak kirim paket sendiri aja? Yah, lebih enakan nitip kan?Â
Kecurigaan saya ada yang jauh lebih bahaya dari membawa rokok terbukti. Bukan karena saya suudzon sama Ibu A. Cuma aneh aja, mau nitip kok ngotot banget. Seoalah ada sesuatu maha penting yang disembunyikan. Ternyata  benar.Â
Dengan obat sebanyak itu, tidak mungkin dipakai sendiri oleh Ibu X di Arab. Masa Ibu X mau aborsi terus-terusan? Barangkali Ibu X jadi 'penyelamat' untuk para TKW yang bermasalah di Arab Saudi. Tapi maaf, saya dan suami nggak mau punya andil untuk urusan penjualan obat aborsi ini.Â
Konon untuk beribadah umroh selalu ada cobaannya. Buat saya dan suami, cobaan datang saat hendak berangkat umroh. Alhamdulillah, kami berhasil selamat dari paket amanah pembawa musibah yang mungkin terjadi. Terima kasih ya Allah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H