Sekarang dimana manfaatnya coba, kalau konten berisi prank nakut-nakutin anak pakai kecoa? Setting suasana mencekam seolah-olah ada hantu jahat di dalam rumah yang bikin anak takut? Mengikat adik/ kakak di tiang atau memborgol anggota keluarga selama berjam-jam? Anak nangis kejer terus direkam supaya mendapatkan view banyak?
What's the maksud?
Sebagai seorang ibu, saya sering tidak habis pikir, ketika youtube channel yang mengklaim sebagai channel untuk anak dan keluarga, ternyata punya konten prank yang kurang pantas ditonton oleh seluruh keluarga. Secara arti terjemahan dalam Bahasa Indonesia, prank adalah gurauan. Yes, bercanda. Kalau ini sebuah candaan, it should be fun.Â
Dimana letak lucunya ketika prank menjurus pada melukai orang lain meskipun tidak disengaja? Dimana letak menyenangkannya ketika prank membuat orang lain jadi trauma? Jika efek prank adalah luka secara fisik , ini bisa saja sembuh, tapi apakah secara psikis langsung pulih begitu saja? Tidak semudah itu nyatanya.Â
Belum lagi, ketika tontonan ini dikonsumsi banyak orang, artinya akan ditiru oleh sebagian penontonnya. Apakah semua penonton bisa memfilter mana yang baik dan tidak? Belum tentu kan?
Tanyakan lagi ke diri kita, apakah sanggup bertanggung jawab ketika konten prank yang kita suguhkan dicontoh penonton lalu ternyata berpotensi membahayakan dan membuat cedera fisik maupun psikologis?Â
Laju kreatifitas prank ini faktanya tidak bisa kita kendalikan, yang bisa kita lakukan adalah menahan diri untuk tidak perlu ikut-ikutan membuat konten serupa baik berupa tulisan, audio maupun visual yang berpotensi berisi kebohongan ataupun hal-hal yang membahayakan.Â
Berikut pula menahan diri untuk tidak menyebarluaskan konten-konten tersebut, karena makin tersebar, ya otomatis makin viral dan bikin makin banyak orang yang penasaran :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H