Kondisi ini menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi social, sekolah, atau bidang-bidang penting lainnya yang berfungsi.
Sedangkan Gender dysphoria pada remaja dan dewasa ditandai dengan adanya ketidaksesuaian antara gender yang diidentifikasikan dengan jenis kelamin biologis, durasi minimal 6 bulan dan mencakup setidaknya dua hal berikut:
- Ditandai dengan ketidaksesuaian antara gender yang diidentifikasikan dengan karakteristik seks primer dan atau sekunder (atau pada remaja muda, karakteristik seks sekunder diantisipasi).
- Memiliki keinginan yang kuat untuk menyingkirkan karakteristik primer dan atau sekunder dari jenis kelamin biologis nya.
- Memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki karakteristik seks primer dan / atau sekunder dari jenis kelamin lainnya.
- Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi jenis kelamin lainnya (atau beberapa jenis kelamin alternatif berbeda dari jenis kelamin biologis).
- Memiliki keinginan yang kuat untuk diperlakukan sebagai jenis kelamin lainnya (atau beberapa jenis kelamin alternatif yang berbeda dari satu jenis kelamin yang ditetapkan).
- Memiliki keyakinan yang kuat bahwa seseorang memiliki perasaan yang khas dan reaksi dari jenis kelamin yang lain (atau beberapa jenis kelamin alternatif yang berbeda dari satu jenis kelamin yang ditetapkan).
Kondisi ini menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan atau lainnya.
Bagaimana gambaran mengenai gangguan ini menurut perspektif biopsikososiokultural?
Perspektif  Biologis
Pandangan biologis terhadap gangguan identitas gender berfokus pada efek dari hormon prenatal dalam perkembangan otak. Walaupun mungkin mencakup beberapa mekanisme spesifik lainnya, secara umum teori biologis memandang bahwa orang yang menderita gangguan identitas gender memiliki level hormon yang tidak biasa. Hal itu dapat mempengaruhi identitas gender dan orientasi seksual dengan mempengaruhi perkembangan hipotalamus dan struktur otak lain yang berhubungan dengan seksual. Salah satu studi mengatakan bahwa hormon prenatal berpengaruh pada gangguan identitas gender. Studi ini berfokus pada wanita yang meningkatkan level testosreron di uterus yang dikaitkan dengan obat yang dimakan ketika hamil. Rata rata dari anak perempuan ini terlahir sebagai individu yang maskulin. Beberapa perempuan juga mengalami homoseksual atau biseksual. Dibandingkan dengan perempaun yang tidak meningkatkan level testosteron, kebanyakan dari perempuan ini mengidentifikasikan diri mereka sebagai perempuan, tetapi mereka memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami gangguan identitas gender.
Perspektif Psikologis
Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat beberapa dua teori yang menjelaskan mengenai penyebab gangguan identitas gender. Pertama, berdasarkan pendekatan psikodinamik menyatakan bahwa gangguan ini terjadi karena faktor kedekatan hubungan ibu dengan anak laki-laki yang sangat ekstrim; hubungan yang renggang antara ibu dan ayah; ayah yang tidak ada atau jauh dari anaknya. Kedua, berdasarkan pendekatan behavioral menekankan bahwa ketidakhadiran ayah yang menjadi tokoh panutan menyebabkan anak laki-laki tidak belajar menjadi sosok laki-laki. Orangtua yang mengharapkan anaknya adalah sosok dari gender yang berbeda, lalu mendorong anaknya dengan cara berpakaian atau pola bermain dari gender yang berlawanan, juga dapat menyebabkan seorang anak mengalami gangguan ini.
Perspektif Sosiokultural
Menurut pandangan sosiokultural, keluarga ikut memberikan kontribusi terhadap munculnya rasa tidak senang anak terhadap jenis kelamin biologisnya. Peran orang tua dalam membentuk identitas gender anak berpengaruh, seperti anak laki – laki yang berperilaku feminim dapat ditemukan pada anak yang orang tuanya ingin memiliki anak bayi perempuan, sehingga orang tua tersebut melihat dan memperlakukan anak perempuan. Sehingga anak tersebut sudah terbiasa dengan pakaian dan mainan perempuan. Selain itu individu yang mengalami gender dyphoria juga memiliki kemungkinan untuk dikucilkan oleh teman sebaya bahkan oleh saudara. Trauma yang terjadi pada anak terhadap jenis kelamin tertentu juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan identitas. Peran gender dan norma sosial yang berlaku di lingkungan mengenai perilaku seksual juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan identitas gender.
Lalu bagaimana pencegahan (prevensi) Â yang dapat dilakukan untuk gangguan ini?
Prevensi Primer
Prevensi primer merupakan aktivitas yang didesain untuk pencegahan gangguan sebelum gejala-gejala dari gangguan itu muncul. Pada gangguan identitas gender ini, pola asuh orang tua lah yang sangat berperan besar dalam pencegahan dan terdapat peran aktif dari kedua orang tua dalam keluarga, bagaimana orang tua baik ayah ataupun ibu dapat menjadi panutan bagi sang anak, orang tua membelikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anaknya, membelikan mainan yang sesuai dengan jenis kelamin anaknya dan jangan pernah menolak jenis kelamin anak sehingga anak tidak nyaman dengan jenis kelaminnya. Pada masa kanak-kanak kehadiran orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan anak.