Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar di Pelatihan Sokola (2)

10 Oktober 2017   21:13 Diperbarui: 14 Oktober 2017   12:50 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa peserta sedang presentasi tugas. Malam pertama berhubung jetleg jadi gak semangat cekrak cekrek hehehe

" semua hal yang kukerjain (kegiatan volunteer) adalah buah dari keresahan2ku, yang aku Coba jawab dengan caraku sendiri, yang belakangan aku paham ternyata gak semua keresahan bisa selesai dengan jawaban lalu selesai begitu saja. Ternyata ada keresahan yang jawabannya itu dalam wujud proses, gerak, yang bahkan mungkin juga gak akan terjawab sampai mati, karena jawaban itu bukan berupa materi, tapi esensi"jelas temanku

" iya sebenanrnya kita adalah orang orang resah yang ebrtemu untuk merawayakan keresahan kita"balas temanku

"yang resah dan terus bergerak. Dan akhirnya malah kita memanage keresahan kita (terhadap dunia pendidikan)"tambah temanku

" hahaha ya begitulah kita" kata temanku mengakhiri diskusi sore itu

Pertanyaan dari Kak Indit begitu sering aku ajukan berkali kali ke diriku sendiri "ada apa dengan diriku, sampai memutuskan untuk ikut pelatihan Sokola, apa yang membuatku berjalan sampai sejauh ini ?, apakah ini benar atau tidak ?" terkadang kita tidak perlu bertanya untuk beberapa hal yang memang kita sukai. Tapi menemukan jawaban kenapa kita mau melakukannya itu penting untuk meyakinkan diri bahwa apa yang kita lakukan ini benar.

Aku menjawabnya klise sekali "apa yang membuat kamu masuk dan bertahan sampai saat ini di dunia volunteer, khususnya pendidikan ?" lalu aku menjawab "karena aku suka perasaan bahagia yang timbul setelah melakukan kegiatan volunteer". Ah...kata ini lagi muncul "bahagia". Entah kenapa belakangan ini aku suka sekali menggunakan kata "bahagia". Menurutku bila orang sudah bahagia, maka dia tidak akan menjawil jawil hidup orang lain. Seperti apa yang terjadi pada bangsa ini. Maraknya intoleransi dan berita penuh kebencian, mungkin karena mereka tidak bahagia. Aku tidak mau seperti mereka.

Berbicara "bahagia" Aku jadi teringat cerita dari Bang Andi, pentolannya IMJ (Institut Musik Jalanan) saat ada orang yang mau berdonasi ke kegiatannya "ini bang kita kesini (markas IMJ) untuk berbagi kebahagiaan" kata orang itu. "Siapa yang gak bahagia, kita disini bahagia kok. Lu kali yang gak bahagia" jawab bang Andi lugas. Alamak telak kali jawaban itu! kalau aku yang dibegitukan langsung balik kanan pulang. Memang terkadang kita mengukur bahagia itu dari kacamata kita, padahal bahagia itukan relative. Ukuran bahagia itu subjektif. Seperti contoh teman saya yang miris melihat rumah di bantar gebang dibangun dari tumpukan sampah, dan banyak orang yang hidup di sekitarnya. Mungkin kita yang melihat mereka, berasumsi mereka tidak bahagia. Padahal kata mereka, sampah inilah yang menghidupi mereka. Atau seperti kegiatan berdonasi yang marak dilakukan ke daerah daerah, berbagi barang A barang B, berdonasi A berdonasi B, apakah yakin dengan kehadiran barang A dan B mereka jadi bahagia ? seringkali itu hanya penilaian diri sendiri.

Pemateri pertama adalah Kak Dilla yang membahas Filsafat Pendidikan. Dia membahas jawaban kami, "Mengapa semua peserta menjawab pertanyaan pertama dengan menggunakan kata "aku" "kata kak Dilla. "Berarti apakah semua yang telah kita lakukan ini untuk kita sendiri ?" sambungnya lagi.

Aku tercenung mendengar perkataannya, dan kembali bertanya ke diriku "apakah semua ini memang mengenai diriku sendiri yang masih dalam kategori resah, atau masih mencari bahagia"

Kak Dila meneruskan kembali pertanyaannya "sebenarnya apa makna kegiatan yang kalian lakukan untuk mereka ?" kegiatan yang dimaksud tentunya kegiatan yang biasanya dilakukan relawan pendidikan entah itu mengajari mereka baca tulis hitung, membacakan dongeng, mendirikan sekolah non formal, mengajari ulang pelajaran di sekolah, dan lain sebagainya yang berbasis literasi.

Beberapa dari kami menjawab "agar mereka bisa baca tulis", lalu ada yang menjawab "agar mereka bisa pintar", kemudian ada yang menjawab "agar mereka bisa menjadi apa yang mereka cita citakan", temanku menimpali "agar mereka bisa bermanfaat". Lalu kak dilla membalas kembali jawaban jawaban yang kami lontarkan "manfaatnya apa kalau mereka bisa baca tulis ? memang kalau tanpa kehadiran kalian, mereka tidak jadi bermanfaat dan apakah tanpa kehadiran kalian mereka tidak bisa mencapai cita cita?" tanya kak Dilla kepada kami yang masih melongo. Kami diajak untuk terus menerus bertanya kenapa dan kenapa ke diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun