Dengan perkembangannya zaman Kampung Nelayan ini tidak merubah kebiasaan masyarakatnya yang bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional. Nelayan tradional ialah masyarakat yang masih memanfaatkan sumber daya alam laut yang sudah ada sejak zaman dahulu yang potensi wilayahnya di daerah pesisir. Di Kampung Nelayan masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, pembudidaya ikan, dan ada sebagian kecil sebagai petani tanaman padi ataupun pedagang.
Kampung nelayan ini terletak di Desa Blanakan Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pada umumnya nelayan merupakan orang yang bermata pencahariannya menangkap ikan di laut serta bertempat tinggal di daerah pesisir laut. Mayoritas yang menjadi nelayan adalah masyarakat lokal dari Desa Blanakan. Namun, ada juga dari antar Kabupaten maupun Provinsi yang bekerja sebagai nelayan di daerah Blanakan seperti dari Rembang Jawa Tengah, di karenakan laut merupakan daerah yang terbuka sehingga tidak menutup kemungkinan nelayan dari daerah lain masuk ke Kampung Nelayan Blanakan.
Karena di Kampung Nelayan ini tempatnya nyaman, fasilitas sarana prasana untuk kebutuhan melaut tersedia dengan mudah membuat nelayan dari daerah lain sampai ada yang menetap puluhan tahun. Untuk tempat tinggal sendiri para nelayan yang dari luar daerah mayoritas bertempat tinggal di perahu karena untuk mengantisipasi keamanan perahu.
Hasil yang diperoleh dari tangkapan ikan akan di tempatkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). TPI merupakan tempat terjadinya transaksi penjualan ikan terbesar di Kabupaten Subang. TPI ini di kelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Fajar Sidik yang sekarang di ketuai oleh Pak Dasam yang menjabat dari tahun 2019-sekarang. Kampung nelayan ini setiap pagi sampai menjelang siang ramai penduduk terutama di TPI, karena adanya kegiatan lelang ikan yang di peroleh dari hasil tangkapan oleh para nelayan.
Menurut ketua KUD rata-rata hasil tangkapan ikan yang di peroleh dalam sehari sebanyak 30 ton ikan. Untuk perolehan ikan tergantung lamanya melaut, ukuran perahu dan alat tangkap yang di gunakan karena sangat berpengaruh terhadap kuantitas dari hasil penangkapan ikan.
Lamanya melaut tergantung ukuran perahu dan jumlah nelayan, untuk perahu yang ukuran kecil hanya 1 orang nelayan misalnya berangkat malam pulang pagi, ada yang 3 hari pulang yaitu umumnya jumlah nelayannya 2 orang. Untuk ukuran perahu yang besar ada yang 15 hari, 1 bulan, bahkan ada yang sampai 80 hari tergantung alat tangkap yang di gunakan juga.
Untuk peralatan yang digunakan masih tradisional seperti perahu, alat tangkap,dan untuk kebutuhan melaut seperti BBM dan es untuk mengawetkan ikan.
Dari hasil tangkapan oleh para nelayan hampir semua jenis ikan dari yang terkecil sampai yang besar. Seperti musim ikan tongkol, ikan banjar, bawal hitam, tenggiri, kakap merah, namun ada juga ikan-ikan tertentu yang tidak ada di laut-laut pantai utara seperti ikan salmon.
Setelah itu ikan-ikan hasil tangkapan oleh para nelayan di lelang. Pelelangan terjadi di TPI, para nelayan di sebut dengan “Juragan” dan para pembeli di sebut “Bakul”. Transaksi antara Juragan dan Bakul dilakukan oleh juru tawar dengan proses yang sangat ekslusif, yaitu dengan cara berteriak melalui mikrofon dengan menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh pengunjung yang pertama kali kesana. Lalu ikan di pasarkan ke pasar-pasar tradisional dan juga berbagai daerah antar Kabupaten bahkan antar Provinsi.
Pendapatan dari hasil penangkapan ikan bagi nelayan terbilang sangat cukup untuk kehidupan sehari-hari, karena nelayan di kategorikan mempunyai nilai yang lebih bagaimana nelayan tersebut bisa mengatur keuangannya dengan baik. Dengan begitu Kampung Nelayan ini masyarakatnya masih berprofesi sebagai nelayan tradisional dari zaman dahulu sampai sekarang yang masih memanfaatkan sumber daya alam laut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H