Mohon tunggu...
Inka Christania
Inka Christania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Malang

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Katingan Mentaya Projec : Investasi Strategis untuk Mencapai Indonesia Net Zero Emission 2060

20 Oktober 2023   12:04 Diperbarui: 20 Oktober 2023   12:21 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perubahan cuaca dan iklim yang cukup ekstrim kian marak terjadi di berbagai negara, salah satu penyebabnya adalah produksi karbon berlebih. Fenomena ini sudah menjadi perhatian serius negara - negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) sejak tahun 2007. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi emisi karbon, salah satunya dengan REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation) dan Carbon trading. REDD+ berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan sangat memperhatikan pelaksanaan program konservasi hutan pada tingkat global nasional, dan regional, sedangkan carbon trading merupakan mekanisme yang disepakati dalam Kyoto Protocol dan Paris Agreement yang memberikan hak kepada negara untuk melakukan jual beli karbon (tradable emission rights). Dalam skema REDD+ dan carbon trading, perusahaan yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan karbon menginvestasikan dananya di kawasan hutan konservasi sebagai "kompensasi" atas gas karbon yang dapat mengganggu ekosistem. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki proyek kawasan konservasi REDD+ terbesar di dunia seluas 200,000 hektar, dan proyek ini dinamakan Katingan Mentaya Project (KMP)

sumber : Permian Global
sumber : Permian Global

Katingan Mentaya Project (KMP) adalah proyek pencegahan emisi karbon berbasis hutan terbesar di dunia yang berlokasi di Kabupaten Katingan dan Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Urgensi pendirian KMP yaitu pemulihan fungsi ekologi ekosistem lahan gambut. KMP didirikan oleh Dharsono Hartono di bawah PT Rimba Makmur Utama pada tahun 2007. Dalam wawancara dengan Katadata Insight Center, Dharsono mengungkapkan ia mempelajari bahwa menjual kredit karbon dapat melindungi hutan dengan menjalankan prinsip keberlanjutan namun tetap menghasilkan uang. Kredit karbon dari hutan adalah sesuatu yang benar-benar baru saat itu. KMP menyadari potensi besar lahan gambut sebagai lahan basah yang mampu menyerap karbon dalam jumlah besar. Indonesia berpeluang besar untuk terlibat dalam pengembangan carbon trading, oleh sebab itu pemerintah memberi fasilitas berupa kebijakan tentang carbon trading yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon 

Investasi masuk membawa multiplier effect bagi kawasan Katingan Mentaya Project

Di awal pendirian KMP, masyarakat tidak menyangka akan ada perusahaan besar dari Eropa yang tertarik. "Butuh waktu 11 tahun untuk kami bisa menghasilkan keuntungan. secara teknis selama 10 tahun terakhir kami tidak mendapatkan keuntungan, kami hanya yakin dengan konsepnya" ungkap Dharsono dalam kanal youtube DW Indonesia tahun 2020. Kegigihan KMP membuahkan hasil. KMP dipandang menjadi solusi bagi perusahaan bonafit nasional maupun internasional yang ingin terlibat dalam penyelesaian isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Beberapa perusahaan kemudian mendukung KMP dengan cara berinvestasi. Shell, perusahaan Belanda yang bergerak di bidang energi dan petrokimia memiliki komitmen, setiap 1 sen dari harga bensin yang dijual akan diinvestasikan bagi konservasi hutan KMP. Dikutip dari Redd-Monitor pada bulan April 2019 lalu, Sehll mengumumkan bahwa mereka akan menginvestasikan US $ 300 juta untuk proyek Katingan Mentaya. Tak hanya itu, perusahaan otomotif seperti Volkswagen dan lembaga perbankan BNP Paribas juga turut andil dalam investasi KMP. Presiden Direktur PT Rimba Makmur Utama Dharsono menyatakan bahwa investasi dalam pembangunan bisnis perdagangan karbon Proyek Katingan Mentaya mencapai US$ 15 juta atau sekitar Rp 209 miliar atau investasi kredit karbon di Proyek Katingan Mentaya berkisar US$ 75.000.000 setiap tahunnya. 

Sumber : Bappenas
Sumber : Bappenas

Investasi yang masuk ke pihak KMP membawa dampak positif tidak hanya bagi KMP saja, namun juga bagi masyarakat yang ada disekitar kawasan hutan konservasi KMP. Berdasarkan Laporan Pemantauan dan Pelaksanaan Proyek Katingan Mentaya tahun 2018 investasi yang ada digunakan Katingan Mentaya Project untuk melakukan program pendampingan dan pemberdayaan 700 masyarakat di bidang pelestarian hutan dan  pengembangan usaha berkelanjutan, hibah pembangunan MCK bagi 24 kepala keluarga, pelayanan akses kesehatan bagi 227 masyarakat, dan insentif akses pendidikan bagi 100 anak - anak. Dari sisi ketenagakerjaan, 100% staff KMP adalah warga negara Republik Indonesia, 80% diantaranya adalah warga lokal. Secara tidak langsung, investasi KMP dapat berdampak pada peningkatan kualitas hidup, peningkatan kualitas tenaga kerja, serta penyediaan lapangan kerja. Hal ini menandakan KMP memiliki kontribusi pada SDG poin 1, 3, 6, 8, 13, 15, 16, dan 17. 

Tantangan dan hambatan yang dihadapi Katingan Mentaya Project dalam mendapatkan investasi

Dalam perjalanannya, tentu saja Katingan Mentaya Project menghadapi beberapa tantangan dan hambatan. Kebakaran hutan saat musim kemarau menjadi salah satu tantangan yang selalu dihadapi KMP. Kebakaran hutan yang terparah terjadi pada tahun 2015 dengan kerugian 9044.63 hektare. Hambatan yang dihadapi oleh KMP ialah sengketa lahan dengan warga lokal. Masyarakat mengaku tanah yang mereka tempati adalah tanah adat. Kekuatan hukum yang mereka pakai untuk kepemilikan hanyalah surat dari Forum Tani Dayak Misik Palangka Raya. "Bagi saya tidak apa - apa hal itu terjadi. Masyarakat bisa klaim lahan itu harus ada verifikasi proses, nanti kita cek dengan aparat desa dan kelompok masyarakat, agar proses ini menjadi proses yang kolaboratif dan transparan" ujar Dharsono yang dikutip dari Youtube Narasi Newsroom Segmen BukaMata 2019. 

Meskipun Indonesia memiliki hutan luas yang dapat menopang carbon trading, kenyataannya tidak semua hutan dapat dijadikan proyek emisi karbon. Menurut Dharsono, area yang layak dijadikan proyek karbon harus memenuhi syarat : permanency, setidaknya dalam 20 tahun kedepan proyek carbon trading harus berjalan dengan konsisten; additionality, area hutan yang dapat dijadikan proyek adalah wilayah yang memang terancam deforestasi atau alih fungsi lahan; leakage, mengharuskan komunitas pada area proyek karbon tidak melakukan kegiatan deforestasi di wilayah lain. Disamping itu, jika dilihat dari kriteria pasar, pasar karbon memiliki likuiditas yang rendah, akses pembiayaan yang langka, keterbatasan dana yang tersedia, dan pasar karbon Indonesia (IDX Carbon) masih tergolong baru dan belum melakukan sosialisasi secara masif. Hal tersebut dapat mempengaruhi penentuan harga pasar yang efektif. Namun hal ini bisa diminimalisir dengan kelengkapan informasi yang akan membantu perencanaan proyek dan mendorong pihak investor untuk berinvestasi. Mekanisme aturan dan tata kelola yang jelas akan memperbesar peluang masuknya investasi pada proyek carbon trading.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun