Mohon tunggu...
La Iwang (Semesta Wadagiang)
La Iwang (Semesta Wadagiang) Mohon Tunggu... Editor - Apa jadinya andai fikiran orang-orang dulu itu tak di bukukan?

Aku hanya belajar untuk bisa terus belajar. Belajar dari mereka, belajar dari kalian semua........

Selanjutnya

Tutup

Money

Koperasi Seribu Pemuda, Diksi itu Bukan Kacang-kacang !

9 April 2022   01:23 Diperbarui: 17 April 2022   12:20 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda adalah agen perubahan. Tak satupun orang yang mampu menolak fakta itu. Sejarah telah memahatkan realitas itu pada dinding-dinding peradaban manapun.  

Maka itu, patut di renungkan oleh siapapun pemuda hari ini; Lukisan-lukisan seperti apakah yang akan kita torehkan pada kanvas masa ini sehingga kelak, puluhan atau ratusan tahun ke depan, pemuda-pemuda kala itu dapat dengan bangga menarasikan rekam-rekam jejak kita, pun, pilihan kita tentang akan seperti apakah vonis mahkamah sejarah kelak atas perjalanan hidup kita, pejuang atau pecundangkah?

Saya lahir dan beranak pinak di sebuah daerah belahan Tenggara Sulawesi. Kolaka namanya. Kolaka kaya dengan sumber daya alam, khususnya Nikel. Bukti dari itu adalah adanya 3 perusahaan besar nikel yang terus mengokohkan investasinya di bumi anggrek ini. PT Antam, PT Vale dan PT CNI.

Atas kenyataan itu, kerap kali saya bertanya dalam hati, di antara 3 wilayah kekuasaan korporasi-korporasi besar itu, dimanakah titik koordinat keberadaan pemuda?

Jujur saja, saya yang masih saja merasa sebagai pemuda meski usia sudah jelang 50 tahun ini, mesti akan menjawab bahwa titik koordinat pemuda (baca: masyarakat lokal), dalam arti hak atau kedaulatan ikut mengarahkan kebijakan, termasuk deviden, atau tak usahlah deviden, sama sekali tidak ada.

Bicara potensi Sumber Daya Alam, juga Sumber Daya Manusia, kaitannya dengan kekuatan konspirasi oligarki, maka eksistensi pemuda, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, ibaratnya masihlah seperti lidi-lidi yang berserakan.

Memang, sebagian kecil lidi-lidi yang terserak itu telah terserap sebagai pekerja-pekerja rendahan pada korporasi-korporasi tersebut, satu, dua, atau tiga orang diantara mereka pun ada yang berhasil menjadi rotan, bambu, atau bahkan juga sebagai pemain tambang, tetapi kuantitatif dan kualitatif tadi sama sekali belum layak merepresentasikan eksistensi masyarakat lokal, lebih-lebih atas nama kepemudaan.

Maka ketika berbagai upaya menganalisis akar masalah, potensi masalah, juga alternatif-alternatif solusi atas fenomena-fenomena itu telah dilakukan dan ternyata semua berakhir buntu, jalan satu-satunya adalah bersatu.

Tak ada jalan lain. Pemuda harus bersatu. Lidi-lidi itu harus disatukan, sebagaimana Bung Hatta dulu menyatukan rakyat tak berdaya ke dalam satu ikatan "sapu" bernama Koperasi. Pendirian koperasi kala itu, selain untuk peningkatan kesejahteraan anggota, sesungguhnya tujuannya tak lain adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental.

Sejak awal secara sadar koperasi telah merumuskan nilai-nilai dan prinsip, yakni: Keanggotaan sukarela dan terbuka. Artinya, jika tujuan utama perusahaan-perusahaan yang bercorak kapitalis adalah untuk mengakumulasikan kapital, maka tujuan utama koperasi adalah untuk mengakumulasikan anggota.

Sekaitan dengan itu, hal lain yang menggembirakan tentang koperasi adalah kebijakan kementerian koperasi dan UMKM sebagaimana yang disampaikan menterinya,  Teten Masduki, dalam Konferensi Pers Refleksi 2020 & Outlook 2022, Kamis (30/12/21), bahwa ada lima pondasi adaptasi koperasi dan UMKM diantaranya, kemudahan akses pembiayaan, perluasan pasar dan digitalisasi, kemitraan, pendataan dan reformasi birokrasi.

Pak menteri menjelaskan, berkaca dari populasi generasi milenial, generasi Z, dan generasi post gen Z mencapai 64,69% dari total 270,20 juta jiwa penduduk. Maka, 70% dari prioritas program ke depan akan menyasar langsung pelaku UMKM dan koperasi anak muda, perempuan dan fokus untuk mendukung pengembangan usaha yang ramah lingkungan. Begitu update kekinian tentang koperasi.

Right, kembali kepada konteks kepemudaan Kolaka di tengah himpitan korporasi-korporasi raksasa tadi. Belakangan ini, sayup-sayup terdengar ada gerakan sekelompok pemuda "warung kopi" Kolaka yang menamai dirinya Koperasi Seribu Pemuda. Menurut saya, gerakan ini sungguh sangat brilian, dan oleh karena itu patut didukung.  

Koperasi Seribu Pemuda. Mendengar nama yang dipilihnya saja, jujur, saya langsung bisa merasakan sebuah spirit perjuangan di dalamnya. Seribu Pemuda, berhimpun dalam satu ikatan pikiran, satu ikatan rasa dan satu ikatan aturan main, sungguh bukan hal yang biasa-biasa saja. Ini adalah sesuatu yang luar biasa.

Seolah sadar betul, bahwa kita hidup di iklim demokrasi yang pilarnya adalah kuantitas dan bukan kualitas, diksi 1000 pemuda  yang dipilih para penggagasnya itu tentulah bukan diksi sembarang diksi. Diksi itu adalah sebuah angka keramat dan pasti lahir dari sebuah perenungan dan imajinasi yang tak sembarang pula. Diksi itu bukan kacang-kacang. 

Saya pun lantas menghitung-hitung segala potensi dan kemungkinan yang melekat padanya. Dan manakala hitung-hitungan itu saya hubungkan dengan tokoh-tokoh pemuda penggeraknya, yang juga sudah saya tahu betul reputasi dan sepak terjangnya, saya pun kemudian menjadi lebih yakin, kedepan, impian kedaulatan masyarakat Kolaka atas kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya, bukanlah sekadar narasi kosong belaka. Ada data, fakta dan setumpuk potensi yang mendukung ekspektasi itu  Oleh karena itu, detik inipun saya menyatakan diri bergabung!

Wal-akhir, perkenankan saya berucap terima kasih kepada pemuda-pemuda Kolaka bernyali besar itu. 

Salam hormat dan takzim saya kepada kalian; Akbar Dili, Hendra Kurniawan, Israfil Sanusi, Reza, Aljabar, Rahmat Anzari, Sugianto, Hendra Amirullah, Anang, Ance, Brandal, dan nama-nama lain yang tak sempat saya sebutkan satu persatu. Bertemu kalian hidup terasa semakin berselera.

Menunggu sahur hari ke-8 Ramadhan 1443 H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun