Mohon tunggu...
Angryanto Rachdyatmaka
Angryanto Rachdyatmaka Mohon Tunggu... profesional -

Follow @angrydebritto. Blog yang berusaha belajar hidup dari lapangan hijau. Bukan melulu soal pemain bintang dan tim besar, tapi juga inspirasi yang - jika digali - penuh dengan filosofi hidup dan kehidupan...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

USA: United Spirits of (A) Klinsmann

2 Juli 2014   17:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:49 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman memang bisa membuat kita makin matang dan dewasa. Tapi diam-diam juga menghadirkan ketakutan untuk melangkah. Meski, kita sadar sepenuhnya tak akan ada pengalaman baru yang datang tanpa keberanian beranjak dari tempat kita berada.

Empat belas tahun lalu, saat enerji saya masih melimpah-ruah, rasanya mudah saja memilih, memutuskan dan memulai sesuatu. Entah dari mana keberanian itu muncul, tapi tiba-tiba saja saya sudah berada dalam sebuah tim yang bertugas menerbitkan sebuah media baru.

Media khusus sepakbola yang jaman itu belum umum dan pasarnya sudah dikuasai dua raksasa mapan serta diramal bakal tutup segera. Kami menolak takluk. Dengan segala kemustahilan dan kenekatan, singkat cerita media tersebut bisa survive, terus tumbuh dan tetap eksis sampai hari ini.

Tapi, sekarang, untuk mulai membangun blog pun – yang jelas lebih mudah daripada menerbitkan sebuah media cetak – terserak beragam alasan dan excuse untuk menunda bahkan membatalkannya. Menghalangi keinginan besar untuk kembali berkarya.

Adakah waktu telah menggerus keberanian saya? Ataukah pengalaman di masa lalu justru menghadirkan ketakutan baru yang dulu tak ada? Kemana perginya semangat “against the world” yang dulu meledak-ledak tak terbendung oleh ancaman kegagalan?

Sepuluh tahun lalu, Juergen Klinsmann juga terbilang nekat berani menerima tugas merestorasi sepakbola Jerman. Dalam situasi sekarat, dia mengambil komando kepelatihan dengan pendekatan dan metoda baru yang di luar kebiasaan serta tradisi negerinya. Tak heran jika hampir semua pihak memusuhinya. Semua hal dipertanyakan, dikritik, digugat dan dipandang sinis.

Semua tahu apa yang terjadi kemudian. Piala Dunia 2006 menjadi titik balik kembalinya kebanggaan publik terhadap nama besar Jerman. Tampil atraktif dengan pemain-pemain baru yang sebelumnya tak dikenal, Klinsmann menjadi pahlawan baru setelah hanya beberapa hari sebelumnya menjadi orang yang paling dibenci alias public enemy number one di negerinya.

Toh pengalaman pahit menjadi musuh semua orang itu sama sekali tak mengubah karakter dasar Klinsi, panggilannya. Sempat gagal melakukan inovasi di Bayern Muenchen, tahun 2011 sekali lagi dia memberanikan diri menangani timnas AS saat banyak orang masih marah akibat penolakannya 2006 selepas Piala Dunia ketika dia memilih menyerahkan jabatan kepada asistennya, Jorgi Loew.

Tak kapok dengan resistensi terhadap pendekatan baru yang dibawanya, dia kembali mengubah total wajah timnas AS. Kekalahan perdana dari Honduras di partai pertamanya tak seinci pun membuatnya mundur. Satu per satu keputusan kontroversial tetap dijalankannya meski mendapat penolakan keras dan pesimisme akut dari publik dan media.

Klinsmann memanggil lagi Kyle Beckerman, gelandang bertahan yang baru memiliki 12 caps dan tidak dibawa ke Piala Dunia 2010 serta sudah lama tidak memakai kostum timnas. Di tengah badai kritik, nama Beckerman menjadi alasan kenapa Jerman bisa lolos dari Grup Maut di Brazil. Salah satu pemain yang paling konsisten dan justru disayangkan absen saat kalah dari Belgia.

Mix Diskerud, Omar Gonzalez, Graham Zusi dan Chris Wondolwski diberi kesempatan tampil lebih banyak. Gabungan caps keempat pemain itu yang baru berada di angka 11 pada 2013 sontak melonjak menjadi 66 di bawah Klinsi.

Wajah baru dihadirkan. Aron Johnnsson, Matt Besler dan John Brooks belum sekali pun membela timnas sampai 2013. Di Piala Dunia 2014, Johannsson menjadi pilihan utama sejak Jozy Altidore cedera, Besler tampil kokoh di pertahanan, Brooks memberikan gol kemenangan atas Ghana. Julian Green menjalani debut dengan gol penghibur ke gawang Belgia.

Di sisi lain, Klinsi memilih dengan cermat pemain senior yang masih bisa diandalkan. DaMarcus Beasley, Tim Howard, Michael Bradley dan Clint Dempsey masih dipercaya masuk timnya karena dianggap mampu memberi semangat bertarung lebih.

Sebaliknya, tak ada tempat buat Landon Donovan yang dinilai tidak punya karakter petarung. Meski dihujani kritik meninggalkan Donovan, akhirnya publik bisa menerima keputusan amat sangat kontroversial itu. Sama kontroversialnya dengan membawa 5 pemain yang punya kewarganegaraan ganda AS dan Jerman ke dalam tim racikannya.

Menjelang berangkat ke Brazil, Klinsi sengaja membuat statement keras yang mengatakan timnya tidak layak memenangi Piala Dunia. Ucapan yang sengaja dilontarkan untuk menyadarkan AS bahwa timnya bukan tim kuat. Sebuah pukulan keras untuk kesombongan Amerika yang selalu merasa bangsa terbaik di dunia, penguasa di segala bidang.

Hasilnya, AS menjadi buah bibir sepanjang keberadaan mereka di Brazil. Kemenangan 2-1 atas Ghana, seri 1-1 lawan Portugal serta akhirnya kalah dari Jerman 0-1 dan tersingkir di perdelapanfinal dari Belgia 1-2 anehnya tidak diikuti komentar sinis pun nyinyir. Sebaliknya, puja-puji disematkan pada AS sebagai tim yang kalah terhormat, keluar dengan kepala tegak.

Sekali lagi Klinsi membuat sebuah negeri terpana akan sepak terjangnya. Untuk ukuran sepakbola di AS yang tak populer, fakta bahwa Presiden Barrack Obama sampai menyempatkan diri menonton pertandingan AS melawan Ghana di Air Force One jelas sangat menggembirakan. Atau hasil survey yang menyebutkan kini sepakbola menjadi olahraga nomer 2 terpopuler di AS.

“Para pemain sudah mengeluarkan semua kemampuannya meskipun akhirnya kalah dari Belgia,” kata Klinsi. “Saya sangat bangga pada apa yang mereka pertontonkan. AS harus bangga dengan penampilan tak kenal kata menyerah mereka. Kami memang tidak bisa memenangkan Piala Dunia tahun ini, tapi tim ini memiliki masa depan yang sangat cerah di tahun-tahun ke depan.”

AS bersatu karena enerji Klinsi. Enerji yang masih saja menggelora meski berkali-kali dan bertahun-tahun lamanya dilawan pesimisme, sinisme bahkan penolakan. Bukan melemah, melembek atau menghilang, justru semakin keras kepala meyakini kebenaran pilihan-pilihannya.

Saya tergoda membuka kembali file-file lama. Siapa tahu saya bisa menemukan kembali kegilaan yang sama seperti belasan tahun lalu. Saat langkah kaki terasa ringan tanpa beban tak peduli rintangan apapun yang teronggok di depan...

[Meja Kecil, 02/07/14, menggali kembali enerji kegilaan yang entah kemana perginya...]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun