Penulis: Alanda Kariza| Editor: Anastasia Aemilia|Â Penerbit: Gramedia Pustaka Utama| Terbit: 12 Juni 2017 | Tebal: 272 halaman| Harga: Rp 52.000 [BukaBuku] | Rating: 3/5 stars
-----------------------------------------
AKHIRNYAaku bisa melanjutkan salah satu hobiku, yaitu membaca buku. Kali ini, reviewpertama jatuh pada Sophismatakarya Alanda Kariza. Aku masih ingat jelas betapa banyak teman-teman sesama pecinta buku di Instagramyang mengelu-elukan Sophismata. Lalu, apakah buku ini memang seheboh kelihatannya?
Cita-cita Sigi tidak muluk. Dia hanya ingin kenaikan jabatan dari posisinya sebagai staf administrasi. Sayangnya, menurut Johar Sancoyo, atasannya, itu cita-cita yang belum pantas Sigi raih, bahkan setelah lebih dari tiga tahun dia bekerja tanpa cela.
Begitulah kisah Sophismatadimulai. Kita langsung dikenalkan kepada sosok Sigi, si wanita masa kini, yang berjuang mengejar karir. Meski menjadi staf administrasi politikus di DPR bukan hal mudah, dia ingin naik jabatan menjadi Tenaga Ahli.Â
Bukan masalah gaji atau kekuasaan, dia hanya ingin terlibat dalam proyek yang mempunyai nilai signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Mulia sekali kan?
Dalam mencapai impiannya, Sigi tentu mendapat banyak rintangan. Dan uniknya, Alanda mengusung rintangan yang tanpa disadari dialami banyak perempuan. Yaitu, ketidaksetaraan gender.Â
Johar hanya memperkerjakan dua Tenaga Ahli laki-laki dan satu staf administrasi. Lewat perlakuan dan obrolan dengan rekan kerjanya serta perintah-perintah Johar, Alanda seolah ingin mengedukasi pembacanya tentang perasaan perempuan yang bekerja sebagai minoritas. Hal ini sangat perlu diketahui para fresh graduatedan job seeker. Setelah diterima bekerja, proses penyesuaian diri biasanya tidak boleh disepelekan.
Bagi dia, terjun ke dunia politik dan menggalang kekuatan adalah cara terbaik untuk membantu masyarakat. Lagi-lagi kita bertemu sosok yang mulia. Well,usut punya usut, Alanda ingin menyampaikan bahwa tidak semua politikus dan orang-orang yang terlibat di dalamnya itu busuk dan korup seperti yang sering kita lihat di televisi. Meski secara pribadi aku agak sanksi, sepertinya Alanda ada benarnya.
Dibalut kisah politik cukup kental, aku menyayangkan highlight momentyang kurang menonjol. Apakah saat Sigi mendapati atasan sekaligus role model-nya bermain uang untuk menyelesaikan masalah?Â
Apakah saat Sigi harus memilih antara Tenaga Ahli dan staf kepresidenan? Kalau iya, berarti feel-nya kurang greget. Sebab, saat membaca, bukannya menggebu-gebu ingin tahu akhir ceritanya, aku justru dibuat tidak sabar dan bingung sebenarnya ceritanya mau dibawa kemana. Oh, bukan berarti Sophismataini buku yang buruk ya. Banyak kok yang suka.
Bagiku, kekuatan buku ini ada pada sosok Sigi seorang. It's very unfortunatekarakter-karakter di sekelilingnya tidak dibuat sama kuatnya. Mungkin, Alanda hanya tidak ingin karakter utamanya seperti cerita-cerita Hollywood yang karakter utama perempuannya tetap butuh sosok laki-laki.Â
Sedangkan dalam Sophismata, Timur bahkan mengembalikan pertanyaan Sigi karena dia yakin sebenarnya wanita itu tahu keputusan apa yang harus diambil. Sungguh, kadang aku merasa sosok Timur ini too good to be true.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI