Mohon tunggu...
Fia Annisa Putri
Fia Annisa Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga

Mahasiswi Program Studi Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kelimpahan Mikroplastik di Berbagai Wilayah Perairan

12 Juni 2022   14:00 Diperbarui: 12 Juni 2022   14:04 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelimpahan Mikroplastik saat ini sudah hampir tersebar luas di seluruh perairan dan pantai di Indonesia. Mikroplastik memiliki beberapa faktor diantaranya adalah banyaknya plastik yang tertimbun dan juga hanyut pada wilayah perairan yang mengganggu ekosistem. 

Ancaman polusi plastik merupakan keadaan serius terhadap lingkungan perairan yang bersifat universal. Meskipun kesadaran masyarakat meningkat, jumlah sampah plastik yang masuk ke laut meningkat dengan mengkhawatirkan (Vered & Shenkar, 2021). Sampah plastik adalah bagian dari suatu pencemaran laut yang nantinya akan menyebabkan dampak ekologis pada global (Joesidawati, 2018). 

Sampah plastik ini merupakan sampah terbesar yang ditemukan di laut. Jika sampah plastik tidak diatasi atau dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan berbagai dampak negatif pada lingkungan dan sampah plastik tersebut akan berakhir di lingkungan (Yona et al., 2021). Menurut (Victoria, 2017), terdapat dua sumber dari mikroplastik yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikroplastik primer berupa butiran plastik murni akibat kelalaian penanganan. Ada juga mikroplastik sekunder yang dihasilkan oleh plastik yang lebih besar. 

Sumber utama mikroplastik adalah produk pembersih dan kecantikan, dari pakan ternak, bubuk resin dan produksi umpan plastik. Lalu untuk sumber mikroplastik sekunder biasanya terjadi akibat pemutusan rantai plastik yang ukurannya besar. Potongan ini biasanya bersumber dari alat pemancingan seperti jala ikan, alat rumah tangga, serat sintetis, dan pelapukan produk plastik. Sampah plastik yang paling umum ditemukan di lingkungan adalah jenis mikroplastik sekunder. 

Hal ini karena plastik yang dihasilkan sebagian dibuang dan disesuaikan dengan kebutuhan rumah tangga. Secara umum, kegiatan rumah tangga tidak memiliki prosedur pengelolaan plastik yang baik, berbeda halnya dengan pengelolaan pada industri. Hal itu menjadikan kegiatan rumah tangga menjadi sumber limbah yang dominan (Yona et al., 2021).

Kita tahu bahwa negara Indonesia mempunyai wilayah perairan yang sangat luas dan lebih besar dibandingkan wilayah daratan Indonesia. Disamping itu, dilihat dari dari segi dunia, Indonesia juga merupakan negara yang menghasilkan sampah jenis plastik terbesar di dunia. Perihal itu membuat pencemaran akan sampah plastik meningkat. Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya dari pencemaran membuat penanggulangan pencemaran ini semakin sulit.

Beberapa faktor penyebab munculnya mikroplastik adalah perbandingan populasi makhluk hidup khususnya manusia dibandingkan dengan pasokan air, lokasi di perkotaan, ukuran sumber air, jenis pengolahan limbah, dan jumlah selokan yang tidak stabil (Victoria, 2017). 

Solomon & Palanisamy (2016) menyebutkan bahwa ada 3 faktor yang dapat menyebabkan mikroplastik dapat ditemukan di laut, yaitu mikroplastik tersebut terbawa oleh hembusan angin, terbawa oleh arus sungai, dan bisa juga akibat kegiatan manusia di wilayah pesisir laut. Makroplastik terdegradasi akibat sinar UV, yang kemudian terpengaruh oleh faktor yang telah disebutkan tadi serta akibat gigitan hewan yang membuat ukurannya berubah menjadi mikro.

Kelimpahan Mikroplastik yang ada di perairan atau lautan juga akan mempengaruhi organisme-organisme yang hidup di ekosistem laut. Dengan adanya mikroplastik tersebut, biota laut akan merasa terganggu saat menyerap energinya, selain itu juga akan mengganggu dalam pensekresian hormon, kelajuan dalam pertumbuhan dan kapasitas produksi (Sari Dewi et al., 2015). 

Mikroplastik memiliki zat aditif dan senyawa kimia lain yang berbahaya yang dapat meracuni ikan di perairan. Jika ada organisme atau hewan perairan yang mengkonsumsi mikroplastik ini, maka itu bisa diklasifikasikan ke dalam organisme pelagis, yang memiliki cara makan berbeda dengan organisme-organisme lainnya. 

Adanya mikroplastik membuat zooplankton yang merupakan peran besar dalam ekosistem perairan ini sulit dibedakan karena ukurannya yang hampir sama. Tentunya, hal ini bisa menyebabkan perpindahan polutan pada biota laut yang nantinya akan menyebabkan kelainan pada sistem tubuh biota laut. 

Adanya biomagnifikasi pada organisme laut ini juga bisa disebabkan karena adanya zooplankton yang mengkonsumsi suatu partikel dari bagian mikroplastik, lalu zooplankton ini juga dimakan oleh organisme atau hewan laut lainnya yang memiliki ukuran tubuh lebih besar, sehingga partikel mikroplastik tersebut juga akan masuk ke organisme yang memakan zooplankton itu (Adila et al., 2021).

Teripang, kerang, lobster, Amphipods, Lungworms, dan Teritip adalah contoh hewan laut tak bertulang belakang yang menelan mikroplastik. Tingkat berikutnya, burung laut juga bisa mengkonsumsi mikroplastik akibat memakan ikan yang telah mengkonsumsi mikroplastik. Jaringan dan sel darah dari tubuh ikan sangat rentan dimasuki oleh mikroplastik, hal itu mengakibatkan stabilitas dan respon inflamasi membran ikan berkurang. Sehingga, jika kita mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi zat berbahaya, sistem hormonal dan sistem endokrin dalam tubuh ikan akan terganggu.

Dari seluruh mikroplastik yang ditemukan, warna hitam menjadi warna dominan mikroplastik. Warna hitam ini menunjukkan bahwa mikroplastik ini mengandung banyak polutan. secara umum, konsentrasi mikroplastik menunjukkan bahwa tidak ada perubahan warna yang signifikan pada mikroplastik. Secara umum, konsentrasi mikroplastik menunjukkan bahwa tidak ada perubahan warna yang signifikan pada mikroplastik (Hiwari et al., 2019).

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas manusia merupakan salah satu pemicu terbesar adanya mikroplastik di dunia. Baik aktivitas di daratan seperti kegiatan rumah tangga dan industri, maupun aktivitas yang dilakukan di atas perairan seperti halnya memancing dan menangkap ikan. 

Mikroplastik yang ada dalam air akan selalu berbahaya terlebih jika dikonsumsi oleh biota laut dalam jangka panjang. Ukurannya yang sangat kecil memungkinkan akan termakan oleh biota laut dan akan menyebabkan kematian. Semakin besar kelimpahan mikroplastik dalam suatu perairan semakin besar pula kepunahan pada biota-biota laut. Ekosistem serta kehidupan laut akan jauh lebih baik dan hidup ketika jumlah mikroplastik rendah atau tidak ada. Tidak hanya biota laut, mikroplastik juga mengancam manusia terlebih jika manusia mengkonsumsi biota laut yang terpapar mikroplastik.

Sumber:

Adila, I. S., Tarbiyah, F., Keguruan, D. A. N., Islam, U., & Raden, N. (2021). Analisis kandungan mikroplastik pada sedimen pantai sukaraja kota bandar lampung.

Hiwari, H., Purba, N. P., Ihsan, Y. N., Yuliadi, L. P. S., & Mulyani, P. G. (2019). Kondisi sampah mikroplastik di permukaan air laut sekitar Kupang dan Rote , Provinsi Nusa Tenggara Timur Condition of microplastic garbage in sea surface water at around Kupang dan Rote , East Nusa Tenggara Province. 5, 165--171. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m050204

Joesidawati, M. I. (2018). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat III Universitas PGRI Ronggolawe Tuban Tuban PENCEMARAN MIKROPLASTIK DI SEPANJANG PANTAI KABUPATEN TUBAN. Pencemaran Mikroplastik Di Sepanjang Pantai Kabupaten Tuban, 8--15. www.latlong.net

Oluniyi Solomon, O., & Palanisami, T. (2016). Microplastics in the Marine Environment: Current Status, Assessment Methodologies, Impacts and Solutions. Journal of Pollution Effects & Control, 04(02). https://doi.org/10.4172/2375-4397.1000161

Sari Dewi, I., Aditya Budiarsa, A., & Ramadhan Ritonga, I. (2015). Distribusi mikroplastik pada sedimen di Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara. Depik, 4(3), 121--131. https://doi.org/10.13170/depik.4.3.2888

Vered, G., & Shenkar, N. (2021). Monitoring plastic pollution in the oceans. Current Opinion in Toxicology, 27, 60--68. https://doi.org/10.1016/j.cotox.2021.08.005

Victoria, A. V. (2017). Kontaminasi Mikroplastik di Perairan Tawar. Teknik Kimia ITB, January, 1--10.

Yona, D., Zahran, F., Fuad, M. A. Z., Prananto, Y. P., & Harlyan, L. I. (2021). Mikroplastik di Perairan: Jenis, Metode Sampling, dan Analisis Laboratorium. https://books.google.co.id/books?id=QIZTEAAAQBAJ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun