Bukan, ini bukan nama ajian. Juga bukan nama kereta kerajaan. Apalah lagi nama puteri raja.
Judul tulisan ini adalah nama sebuah kapal fery pada penyeberangan Merak-Bakauheni yang saya tumpangi akhir Maret lalu. Dan, Mustika Kencana adalah kapal fery TERBAIK yang pernah saya tumpangi dari puluhan kali pengalaman menyeberang Merak-Bakauheni dan sebaliknya.
Ehem, puluhan kali? Tampak lebay ya? Tapi, demikian lah kenyataannya. Kalau mau dihitung, mungkin lebih dari 50 kali saya menjadi salah satu penumpang yang menggunakan jasa transportasi laut, kapal fery Merak-Bakauheni dan sebaliknya.
Oke. Lalu, kenapa Mustika Kencana menjadi yang TERBAIK? Bahkan, kapal fery Mustika Kencana ini LAYAK untuk mendapatkan REWARD dan menjadi kapal fery percontohan.
Mari flashback. Selama berpuluh kali pengalaman menjadi penumpang kapal fery untuk penyeberangan Merak-Bakauheni dan sebaliknya, saya tidak pernah menjadi ‘penumpang langsung’. Maksud penumpang langsung adalah naik kapal fery dengan membeli tiket perorangan kemudian naik kapal sendiri melalui jembatan penumpang dan langsung masuk kapal melalui pintu penumpang yang memiliki akses ke ruangan berisi kursi-kursi penumpang. Jadi, saya naik kapal selalu ‘bersama’ bus malam atau kendaraan pribadi dan cling! saya sudah berada di dalam kapal, tepatnya di dek bawah tempat mobil-mobil besar jika saya bersama bus malam atau di deretan mobil-mobil pribadi di dek atas yang terbuka.
Begini lah review saya tentang kapal-kapal fery yang pernah saya tumpangi sebelum Mustika Kencana. Kapal fery itu identik dengan BAU, kotor, kumuh, tidak ada tempat yang nyaman, kamar mandi tidak layak dan sering ‘banjir’, banyak copet, banyak pedagang asongan yang (bagi saya) mencurigakan, harus mengeluarkan banyak biaya (untuk membeli makanan, toilet dan tempat yang lebih nyaman, yaitu executive class). Ah, tak ada yang menyenangkan. Ditambah lagi, saya mabuk laut. Jadi, sulit bagi saya untuk bisa menikmati perjalanan selama di kapal fery, dengan kondisi yang saya sebutkan itu. Selama ini, saya selalu duduk manis di bus malam dengan kondisi yang nyaman karena AC tetap dinyalakan, saya bisa membaca, tidur, nonton tv, main laptop tanpa takut mabuk. Atau, saat menggunakan kendaraan pribadi, saya tetap dalam mobil atau sesekali keluar dan duduk sembari bersandar di mobil dengan aroma angin laut yang sepoi-sepoi. Keadaan yang memaksa lah yang akan membuat saya mau ‘turun’ ke kapal. Kebelet ke kamar mandi misalnya atau saat akan sholat. Selain itu, tidak akan membuat saya ‘turun’ ke kapal.
Namun, sejak kebakaran kapal fery 2010 lalu, yang menimbulkan korban jiwa karena penumpang terjebak di dek bawah, tempat mobil-mobil besar yang memang tidak memiliki akses cepat untuk menyelamatkan diri. Kemudian ditetapkan kebijakan baru, bahwa semua mesin kendaraan yang berada di dek bawah harus mati dan tidak boleh ada orang yang berada di dek bawah, dengan kata lain semua penumpang harus ‘naik’ ke kapal.
Sungguh, ini adalah cobaan berat dalam hidup saya. Huhuhu… langsung terbayang banyak hal tidak enak dalam benak saya.
Enam kali sudah, terhitung sejak peraturan baru itu diberlakukan saya menumpang kapal fery penyeberangan Merak-Bakauheni dan sebaliknya. Setelah sebelumnya saya sempat memilih menggunakan transportasi udara untuk menyeberang dari Jawa ke Sumatera. Bayangan-bayangan tidak enak itu akhirnya menjadi kenyataan saat saya harus ‘naik’ ke atas kapal. Saya selalu memilih untuk langsung menuju ruang executive class, meskipun dengan konsekuensi harus membayar lagi sebesar Rp. 10.000,-. Meskipun kursi yang disediakan busanya banyak yang bermunculan dari sarung jok, kecoa dan anak-anak kecoa yang berkeliaran, toilet yang bau dan air krannya tidak mengalir. Untungnya, sudah tak ada pedagang asongan yang menjajakan barang dagangannya hilir-mudik. Yah, setidaknya ruangan ini lebih nyaman karena tak ada asap rokok dan bau-bauan lain lebih minimalis.
Sekarang, mari bercerita tentang Mustika Kencana yang saya tumpangi pagi hari, 27 Maret 2012 lalu. Begitu saya ‘muncul’ dari tangga dek bawah ke atas langsung terdengar suara pengumunan yang memberikan informasi tentang ruangan-ruangan dalam kapal. Mulai dari pintu yang terletak di bagian kanan/kiri tangga, ruangan-ruangan yang disediakan, toilet, mushola, kafetaria, mini teater, tentu saja yang paling penting tempat sekoci dan jaket pelampung.
Sangat INFORMATIF. Hal pertama yang saya rasakan. Selain pemberitahuan melalui pengumuman via pengeras suara, tulisan dan gambar-gambar di dinding kapal juga sangat jelas. Letak tangga, ruangan, alat keselamatan, toilet, peraturan dan fasilitas lain. Bahkan, informasi tentang tidak ditarik biaya untuk fasilitas ruangan yang ada, termasuk ruangan berfasilitas AC.
FASILITAS MEMADAI. Ruangan-ruangan yang lengkap. Ada ruangan penumpang ber-AC dengan kursi-kursi yang lumayan empuk dan bisa di-stel derajat tegaknya. Ada ruangan lesehan di bagian atas ruangan ber-AC. Bagi perokok, bisa duduk di kursi-kursi luar yang langsung berhadapan dengan laut. Ada LCD yang memutar film-film komedi di setiap ruangan. Ada mini teater yang memutar film yang berbeda, tapi untuk fasilitas ini harus membayar Rp. 4000,-. Di ruangan ber-AC bahkan ada hiburan gratis berupa organ tunggal dan kita bisa bernyanyi, kalau mau. Ada Mushola, toilet, kafetaria, ruang informasi sebagai sara pelengkap yang cukup vital bagi saya. Juga tempat sampah yang diletakkan di pojok-pojok ruangan. It’s so complete kapal fery, for me.
BERSIH dan BEBAS BAU. Adalah pengalaman pertama saya selama menjadi penumpang kapal fery. Bahkan beberapa kali, (sepertinya) supervisor ruangan meminta cleaning service (apa? cleaning service?), yup ada cleaning service-nya kapal Mustika Kencana ini, untuk mengepel dan mengelap beberapa bagian ruangan yang terlihat kotor. Mereka juga, termasuk si supervisor membuang sampah yang ditaruh sembarangan oleh penumpang *sigh* ke tempat sampah yang tersedia. Bagian informasi juga beberapa kali mengingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, termasuk membuang punting rokok dan sampah lain ke laut. Baru kali ini juga saya naik kapal fery dan terbebas dari asap rokok. What a nice moment in kapal fery. Luv it!
ABK yang RAMAH. Tidak saya pungkiri, ABK kapal Mustika Kencana ini ramah-ramah, kawan. Saya tak peduli mereka ramah karena tugas atau kewajiban dari atasan, atau karena tulus. Karena, yang terlihat di mata saya adalah mereka ramah kepada penumpang, titik.
MERASA AMAN.Ouw, satu hal lagi yang sangat menyenangkan. Bukan hanya karena security yang berkeliling seluruh ruangan kemudian berteriak-teriak memperingatkan agar penumpang waspada dan tidak melakukan kelalaian. Itu hanya lah salah satu dari rasa aman. Informasi keselematan yang diperagakan di LCD-LCD yang ada di ruangan, alat keselamatan, peringatan berkali-kali terkait dek-dek tempat kendaraan diparkir, punting rokok, ABK yang ramah, security, semua lengkap. Setidaknya meminimalisir kriminalitas dan kecelakaan yang mungkin terjadi.
Yah, kali ini saya bisa mengatakan bahwa menyeberangi selat Sunda menggunakan kapal fery Mustika Kencana ini MENYENANGKAN, pengalaman yang menyenangkan. Meskipun ombak pagi itu cukup tinggi, saya tidak merasakan pusing dan mual karena mabuk laut. Saya menikmati apel sembari membaca My Stupid Boss dan sesekali memperhatikan penumpang yang bernyanyi di depan ruangan tempat saya berada, sembari sedikit merebahkan kursi yang saya duduki.
Ini Sungguh Mengagumkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H