Berbicara soal aksi korupsi, tidak mungkin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menanganinya sendiri. Aku pikir, melihat pengalaman jahatku sendiri, pencegahan korupsi harus dimulai dari rumah sendiri. Ini artinya, ketika lembaga superbody ini membabat habis penjahat kakap yang mengutil duit negara dibantu Polisi dan Kejaksaan, rumah adalah pintu pertama mempersiapkan generasi anti korupsi. Bagaimana caranya ?
Seharusnya, ibu memberikan hukuman atas perbuatanku itu untuk melahirkan efek jera. Sangsi, bisa berupa stop uang jajan beberapa hari atau yang paling parah dikunciin di dalam kamar mandi.
Jika pencegahan dini seperti itu dilakukan, kemungkinan besar generasi muda yang seusia denganku saat ini akan pantang memakan uang yang bukan miliknya.
Oh iya, aku rasa korupsi itu bukan cuma menerima uang suap, menilep sisa duit belanjaan atau menggelembungkan duit buku pelajaran sekolah. Meminta uang secara paksa kepada orang lain seperti yang dilakukan preman-preman atau oknum aparat berseragam tapi bermental preman juga bisa dimasukan ke dalam kategori korupsi.
Memang, di zaman serba sulit ini, di mana harga premium bersubsidi sudah terlanjur dikerek naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500, uang semakin sulit dicari. Tapi, bukan berarti cara haram saja susah apalagi yang halal demi dapur bisa dilakukan. Kalau alasannya seperti ini, Rhoma Irama pun pernah berpesan dalam lagu '1001 macam-nya'. Artinya, masih banyak kok jalan halal lainnya.
Lebih parah, aksi korupsi yang kini marak bukan dengan alasan perut. Tapi, menumpuk harta setinggi-tingginya sampai lupa kalau pelakunya bakal mati juga. Mungkin, itu duit mau dibawa ke akhirat untuk menyogok Tuhan agar tak masuk neraka.
Inilah pengakuanku. Bagaimana dengan kamu ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H