Pertemuan sepasang sejoli ini, terjadi lantaran almarhum Solehuddin bin Imroni (nama bapakku) memang rajin bertandang ke rumah almarhum Haji Marulloh bin Haji Muhammad yang sekarang jadi gedung Takaful di Mampang Prapatan. Sekedar nimbrung latihan silat atau ngaji, sesekali melirik Ulyah Mamaku yang memang sudah lama diincer.
Gayung bersambut, bertepuk dengan dua tangan pun akhirnya terjadi. Usia terpaut dua tahun. Papa lahir 1953, Mama tahun 1955.
Setelah beberapa tahun lepas SMA, Papa mulai bertandang dengan maksud yang dibuka terang benderang. Waktu itu, doi beliau sudah bekerja sebagai staf di kantor pemerintah.
Mama bilang, waktu itu tak ada hal yang lebih romantis dari duduk bersebelahan dengan jarak pemisah meja kecil diletakkan di antara dua bangku. Itu sudah cukup. Pegangan tangan pun tak ada yang berani lakukan, kecuali pas nyeberang jalan.
Sebelum pamit pulang kepada Haji Marulloh yang waktu itu masih berstatus sebagai calon mertua, Solehuddin menyelipkan beberapa lembar uang kertas di bawah taplak meja pemisah. Â Ulyah mengambilnya, kemudian disimpan dan dikumpulkan untuk modal nikah.
"Ye begitu pacarannye kalo dulu," begitu kira-kira kata Mama.
Dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan, pernah digambarkan metode ini waktu Mandra ngapelin Munaroh. Kemudian, pada 10 Agustus 1977 atau 24 Sya'ban 1909 di tahun Hijriah, Haji Marulloh berpasangan dengan Siti Hawa, resmi jadi mertua Solehuddin plus besan almarhum Imroni yang akrab disapa Mandor Iyong, berpasangan dengan Hajjah Syarifah.
Lebih jauh hari lagi, zaman kakek nenek masih pacaran, boro-boro duduk bersebelahan. Beradu mata dari jarak sekian meter saja sudah lebih dari cukup. Pokoknya, begitu Babe nanya soal nikah, jawabannya berupa lamaran ke rumah pujaan hati. Tentunya, prialah yang datang melamar.
Setelah akad nikah tuntas, Romli dan Juleha dipisahkan. Di hari ketiga, barulah pengantin wanita boleh dijemput pria. Setelah itu, terserah mau tinggal di mana.
Kakekku dari pihak Mama tak mengizinkan anak mantunya tinggal serumah dengan doi beliau. Alasannya, khawatir tak bisa mandiri.
"Jangan kate beli tipi, sendok buntung lu ga kuat beli," begitu kira-kira pernyataan Abe' (kakek) mengusir anak mantunya biar mandiri.