Apakah kalian mengetahui apa itu korupsi? Korupsi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Korupsi bisa terjadi dimana saja, tidak hanya di pemerintahan. Akibatnya korupsi berkembang dalam banyak definisi. Secara internasional, tidak ada definisi tunggal yang diterima secara universal tentang apa arti korupsi itu sendiri.
Korupsi merupakan gejala sosial yang hampir ada di mana-mana. Kata korupsi sendiri berasal dari kata Latin Corruptio atau Corruptus, yang berarti kerusakan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, suap, dan tidak bermoral kesucian.
Kata tersebut kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis, yang disebut "Corruption". Berarti menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan sendiri. Sedangkan menurut kamus lengkap yang Bernama Webster's Third New International Dictionary, pengertian korupsi merupakan ajakan dari seorang pejabat politik dengan pertimbangan yang tidak semestinya, seperti suap untuk melakukan pelanggaran tugas.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian korupsi merupakan penggelapan atau penyalahgunaan dana pemerintah (korporasi, yayasan, organisasi, dan lain-lain) untuk keuntungan pribadi ataupun orang lain. Korupsi dalam arti yang luas merupakan penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Segala bentuk pemerintah/pemerintahan rentan terhadap korupsi dalam praktiknya. Tingkat korupsi itu sendiri berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, hingga yang paling berat dalam bentuk yang diresmikan dan lain sebagainya.
Selain itu, sebagaimana dikutip dari kppu.go.id, pengertian korupsi dari sudut pandang hukum diatur dalam 13 buah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut pasal-pasal tersebut, korupsi telah dirumuskan menjadi 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Ke-30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
- Kerugian keuangan negara
- Suap menyuap
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Perbuatan curang
- Gratifikasi
Berikut ini merupakan beberapa pengertian korupsi yang dikemukakan oleh para ahli.
- Syed Hussein Alatas
Dalam buku Corruption and the Disting of Asia, Syed Hussein Alatas menyatakan bahwa korupsi adalah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang diakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan, dan kemasabodohan dengan akibat yang diderita oleh rakyat. - Robert Klitgaard
Robert Klitgaard menyatakan bahwa korupsi terjadi karena adanya monopoli dan diskresi tanpa adanya akuntabilitas. [C = M + D -- A], karenanya Klitgaard menyarankan bahwa untuk mengurangi korupsi maka monopoli harus dikurangi, diskresi pejabat dibatasi dan akuntabilitas ditingkatkan. - Jeremy Pope
Menurut Jeremy Pope, korupsi melibatkan perilaku dipihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil yang secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau orang yang dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan kepada mereka. - Nurdjana
Menurut Nurdjana (1990) korupsi merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yakni Corruptio yang artinya perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, bisa disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, mental, dan hukum. - Juniadi Suwartojo
Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan: "korupsi merupakan tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan memakai atau menyalahgunakan kekuasaan maupun kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan pengeluaran uang maupun kekayaan, penyimpangan uang atau kekayaan serta dalam perizinan atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi maupun golongan. Secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan keuangan negara maupun masyarakat". - Haryatmoko
Menurut Haryatmoko, korupsi merupakan upaya menggunakan kemampuan campur tangan karena posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang, maupun kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya. - Mubriyanto
Menurut Mubriyanto, korupsi yaitu suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik, dan para pegawai pada umumnya.
Dikutip dari buku "Teori & Praktik Pendidikan Anti Korupsi" berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia, korupsi meliputi manipulasi uang negara, praktik suap dan pemerasan, politik uang, dan kolusi bisnis. Pada dasarnya korupsi dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu:
- Penyuapan (Bribery)
Penyuapan merupakan pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya yang diberikan ataupun diterima sehubungan dengan korupsi. Oleh karena itu, dalam konteks penyuapan, korupsi merupakan tindakan membayar atau menerima suap. Penyuapan umumnya dimaksudkan untuk memperlancar atau mempercepat suatu masalah perilaku, terutama ketika harus melewati prosedur birokrasi formal. - Penggelapan atau Pencurian (Embezzlement)
Penggelapan ataupun pencurian merupakan tindak pidana penggelapan atau pencurian uang rakyat yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, sector swasta, maupun aparat birokrasi. - Penipuan (Fraud)
Penipuan dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi yang berupa kebohongan, penipuan, dan tindakan. Korupsi jenis ini sendiri merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan biasanya melibatkan pejabat publik. Sementara itu, penipuan relatif berbahaya dan berskala besar dibandingkan dengan suap dan penggelapan. - Pemerasan (Exotic)
Pemerasan merupakan suatu bentuk jenis korupsi yang melibatkan aparat dengan melakukan pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diberikan. - Favoritisme (Favoritism)
Favoritisme atau yang biasa dikenal dengan sebutan pilih kasih ini berarti bahwa tindak penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan tindak privatisasi sumber daya.
- Faktor Internal
Faktor internal merupakan salah satu faktor kenapa korupsi itu bisa terjadi. Muncul dari dalam diri pribadi seseorang yang ditandai dengan adanya sifat manusia yang tergolong ke dalam 2 (dua) aspek, yakni:
1.) Aspek Perilaku Individu
Berikut ini adalah beberapa aspek perilaku individu:
- Sifat Tamak atau Rakus
Sifat tamak atau rakus merupakan salah satu sifat manusia yang selalu merasa kurang dengan apa yang telah dimilikinya atau dapat juga dikatakan sebagai orang yang kurang bersyukur. Orang yang tamak atau rakus akan mempunyai keinginan yang besar untuk menambah harta dan kekayaan dengan melakukan berbagai cara tindakan yang merugikan orang lain, contohnya korupsi.
- Moral Yang Kurang Kuat
Salah satu kenapa korupsi itu bisa terjadi adalah orang yang tidak mempunyai moral yang kuat. Ketika seseorang sudah tidak mempunyai moral yang kuat, mereka lebih rentan untuk terlibat dalam praktik korupsi.
- Gaya Hidup Konsumtif
Gaya hidup tentunya menjadi salah satu penyebab kenapa korupsi itu bisa terjadi. Ketika seseorang mempunyai gaya hidup yang konsumtif tetapi pendapatan yang dihasilkan lebih kecil dari yang dikonsumsinya, maka hal tersebut memungkinkan akan terjadinya tindak korupsi.
2.) Aspek Sosial
Berdasarkan aspek sosial, seseorang dapat melakukan praktik korupsi. Hal ini dapat terjadi dengan dorongan atau dukungan dari anggota keluarga, meskipun sifat pribadi orang tersebut tidak ingin melakukannya. - Faktor Eksternal
Faktor eksternal penyebab kenapa korupsi itu bisa terjadi akan lebih cenderung terhadap pengaruh berbagai aspek dari luar, diantaranya yaitu:
1.) Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi
Dalam aspek ini, penyebab kenapa korupsi itu bisa terjadi yaitu ketika nilai-nilai dalam masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Masyarakat tidak mengetahui bahwa mereka adalah korban dan yang paling dirugikan saat adanya tindak korupsi. Selain itu, masyarakat juga tidak sadar jika mereka sedang terlibat korupsi.
2.) Aspek Ekonomi
Aspek ini hampir serupa dengan gaya hidup konsumtif. Bedanya, disini lebih ditekankan pada penghasilan seseorang tidak pada sifat konsumtifnya. Dengan penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, maka dapat menjadi penyebab kenapa korupsi itu bisa terjadi.
3.) Aspek Politis
Dalam aspek politis, tindak korupsi dapat terjadi karena kepentingan politik untuk meraih ataupun mempertahankan kekuasaan. Dalam aspek ini, umumnya dapat membentuk rantai-rantai penyebab tindak korupsi yang tidak terputus dari seseorang kepada orang lain.
4.) Aspek Organisasi
Penyebab tindak korupsi pada aspek ini dapat terjadi karena beberapa hal, contohnya kurang adanya keteladanan kepemimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas yang benar, serta lemahnya sistem pengendalian manajemen dan lemahnya pengawasan.
- Pembentukan Lembaga Anti Korupsi
Salah satu cara pemberantasan korupsi adalah dengan membentuk organisasi independen pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, beberapa negara telah membentuk organisasi yang disebut ombudsmen.
Organisasi ini pertama kali didirikan oleh parlemen Swedia pada tahun 1809 sebagai Justitie Ombudsman Nen. Peran ombudsman kemudian berkembang di negara lain termasuk menyediakan fasilitas bagi ombudsman untuk mereka yang ingin mengadukan kegiatan instansi apa yang dilakukan pemerintah dan pegawainya. Selain itu, lembaga ini memberikan pendidikan kepada pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku dan kode etik bagi pemerintah dan organisasi hukum yang membutuhkan.
Salah satu tugas ombudsman adalah mendidik masyarakat dan menyadarkan mereka akan hak mereka atas perlakuan yang baik, jujur, dan efektif oleh pejabat pemerintahan.
Hal lain yang harus menjadi perhatian kita semua adalah peningkatan efisiensi sistem peradilan di tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan penjara. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum dan harus adil, jujur dan adil. Sistem peradilan tidak berfungsi dengan baik sehingga banyak kasus korupsi tidak pernah sampai masuk ke hukum. Jika kinerjanya buruk karena dia tidak kompeten, itu masih dapat dimaklumi. Artinya, pengetahuan dan keterampilan aparat penegak hukum perlu ditingkatkan lagi. - Pencegahan Korupsi Di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk menyatakan dan mengungkapkan jumlah kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memantau kewajaran peningkatan kekayaan mereka. Kesulitan muncul ketika kekayaan yang diperoleh melalui korupsi diteruskan kepada orang lain, seperti anggota keluarga.
Dalam hal kontrak kerja dan pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah, dan militer, salah satu cara untuk meminimalkan potensi korupsi adalah melalui lelang dan tender secara terbuka. Masyarakat harus diberi wewenang atau akses untuk dapat mengamati dan memantau hasil dari pelelangan atau tender tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat dalam memantau ataupun pengawasan.
Korupsi, kolusi, otokrasi juga sering terjadi dalam perekrutan pegawai negeri sipil dan personel militer baru. Sistem rekrutmen pegawai negeri sipil dan personel militer baru yang transparan dan akuntabel juga harus dikembangkan. - Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu upaya cara pencegahan korupsi adalah dengan memberikan hak akses informasi kepada masyarakat. Sistem perlu dibuat agar publik (termasuk media) memiliki hak untuk meminta informasi tentang kebijakan pemerintah yang berdampak pada kehidupan banyak orang. Hal ini dapat meningkatkan sistem pemerintahan untuk mengembangkan kebijakan dan menerapkannya secara transparan. Pemerintah berkewajiban untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan yang telah atau sedang dilaksanakan.
Cara kedua yang dapat dilakukan untuk membantu masyarakat dalam mencegah dan membasmi korupsi adalah dengan memberikan sarana kepada masyarakat untuk melaporkannya. Mekanisme ini perlu dikembangkan agar masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung jawab melaporkan kasus dugaan korupsi.
Cara Ketiga, kebebasan pers merupakan salah satu pilar demokrasi. Semakin banyak orang yang menerima informasi, semakin mereka memahami bahaya korupsi. Media tidak hanya sebagai alat untuk menyebarkan bahaya korupsi, tetapi juga berperan efektif dalam memantau perilaku penyelenggara negara.
Anthony Giddens, Baron Giddens (lahir 18 Januari 1938) adalah seorang sosiolog Inggris. Dia adalah seorang sosiolog Inggris yang terkenal karena teori strukturasi.
Teori struktural adalah teori yang menolak dualisme (kontradiksi) dan mencoba mencari likage atau pertautan setelah konflik tajam antara struktur fungsional dan konstruksionisme fenomenologis. Giddens kurang puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, yang baginya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan naturalistik mereduksi aktor ke dalam strukturnya, melihat sejarah sebagai mekanis, dan bukan suatu produk kontengensi dari aktivitas agen. Tetapi Giddens juga menentang konstruksionisme fenomenologis, yang menurutnya disebut sebagai berakhir pada imperalisme subjek. Oleh karena itu, Giddens ingin mengakhiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Giddens menyelesaikan perdebatan antara teori yang menyatakan atau berpegang bahwa perilaku manusia disebabkan oleh dorongan eksternal dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia, struktur tidak bersifat eksternal bagi individu-individu melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat internal. Terkait dengan aspek internal tersebut, Giddens menyandarkan pemaparannya pada diri seorang subjek yang memiliki sifatnya yang otonom serta memiliki andil untuk mengontrol struktur itu sendiri.
Giddens (2011) menjelaskan bahwa struktur tidak disamakan dengan kekangan (constraint), tetapi selalu mengekang (constraining) dan membebaskan (enabling). Ini tidak mencegah sifat-sifat struktural sistem sosial meluas masuk kedalam ruang dan waktu diluar kendali aktor-aktor individu, dan tidak ada kompromi terhadap kemungkinan yang menjelaskan bahwa teori-teori sistem sosial para aktor yang dibantu ditetapkan kembali kedalam aktivitas-aktivitasnya bisa merealisasikan sistem-sistem itu. Â
Manusia melakukan tidakan yang sengaja untuk mencapai tujuannya, saat yang sama, perilaku manusia memiliki unintended consequences (konsekuensi yang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang mempengaruhi perilaku manusia selanjutnya. Menurut teori ini, manusia adalah agen yang berorientasi pada tujuan, mereka memiliki alasan untuk tindakan mereka, dan alasan ini dapat dijelaskan berulang kali.
Tidak menutupi kemungkinan alasan yang diuraikan oleh manusia secara berulang-ulang tersebut memiliki tujuan yang berdasarkan atas apa yang hendak ia perlukan pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda. Dapat dikatakan tindakan dari seorang agen sering kali mempengaruhi struktur dimana mereka tengah menjalankan kiprahnya. Aktivitas sosial manusia bersifar refleksif dengan tujuan agar aktivitas sosial tersebut tidak dilakukan oleh pelaku sosial, tetapi diciptakan untuk mengekspresikan dirinya sebagai aktor atau pelaku secara terus menerus dengan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang dimilikinya. Melalui aktivitasnya, agen mereproduksi kondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas itu.
Perilaku manusia diibaratkan sebagai suatu arus tindakan yang terus menerus seperti kognisi, mendukung atau bahkan mematahkan selama akal masih dianugerahkan padanya (Giddens, 2011:4).
Konsepsi subjek sebagai agen aktif dan mengetahui banyak hal secara konsisten telah dikemukakan Giddens, yang merupakan seorang kritikus Foucault yang paling lantang, karenanya ia menghapus agen dari retetan sejarah. Giddens mengambil pandangan Garfinkel (1967), yang berpendapat bahwa tatanan sosial dibangun di dalam dan melalui aktivitas sehari-hari dan memberikan penjelasan (dalam bahasa) tentang pelaku atau anggota masyarakat yang ahli dan berpengalaman. Sumber daya yang diambil oleh sang aktor, dan dibangun olehnya adalah karakter sosial, dan memang struktur sosial (atau pola aktivitas teratur) menyebarkan sumber daya dan kompetensi secara soaial, yang berbeda dengan menjadi subjek aksi dengan segala macam individu, beroperasi untuk menstrukturkan ap aitu aktor. Contohnya, pola harapan tentang apa yang dimaksud dengan menjadi key person, dan praktik yang terkait dengan etnisitas, mengkonstuksi seorang key person sebagai subjek yang sepenuhnya berbeda.
Subjektivitas yang berfokus pada etnisitas pada gilirannya memperdayakan kita untuk bertindak berdasarkan fakta sosial tertentu. Dengan demikian, masalah mengenai bagaimana seorang aktor bisa mempengaruhi keadaan atau bahkan kualitas lingkungan tak pelak turut menjadi kajian kotemporer yang juga bisa dikaji secara mikro kemudian menjadi makro.
Untuk menekankan bahwa teori strukturasi terpusat pada cara agen memproduksi dan mereproduksi struktur sosial melalui tindakannya sendiri. Aktivitas manusia yang teratur tidak diwujudkan oleh aktor individual, melainkan terus-menerus diciptakan dan diulang oleh mereka melalui cara mereka mengekspresikan dirinya sebagai aktor. Dalam melalui aktivitas, agen mereproduksi sejumlah kondisi yang memungkinkan aktivitas-aktivitas semacam itu. Kemudian dibentuk sebagai seorang key person oleh sejumlah harapan dan praktik yang dipadukan dengan kesadaran bersama, setelah belajar dan menginternalisasikan nilai serta aturan, maka kita bertindak sesuai dengan aturan itu, mereproduksi aturan tersebut lagi. Yang dimana aturan yang mengikat itu kembali menjadikan masyarakat di sekitarnya turut melembagakan kekangan walaupun pada akhirnya muncul kuasa yang mampu menembus peraturan yang mereka buat sendiri.
Hal tersebut dikarenakan, aturan muncul dalam interaksi sosial menjadi pedoman yang digunakan agen atau pelaku untuk melakukan reproduksi hubungan-hubungan sosial yang melintasi Batasan ruang dan waktu. Aturan tersebut muncul dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Aturan sering dipikirkan dalam hubungan dengan permainan (games) atau sebagai konsep yang formal. Bahkan, telah diidentifikasikan sebagai bentuk hukum yang secara karakteristik menjadi pokok persoalan dari sebuah keragaman tentang permohonan yang sunguh-sungguh.
- Aturan sering diperlakukan tunggal, seolah-olah dapat dihubungkan dengan contoh-contoh khusus atau bagian dari tindakan. Akan tetapi menjadi tidak benar jika dikenalkan dengan analogi pada beroperasinya kehidupan sosial, yang makna praktiknya dilanggengkan dalam kebersatuan dengan kerangka yang terorganisasi secara longgar.
- Aturan tidak dapat dikonsepkan lepas dari sumber daya, yang menunjukkan hubungan transformative benar-benar bergabung dengan reproduksi dan produksi praktik-praktik sosial. Yang Kemudian, sifat-sifat struktural menggambarkan bentuk dominasi dan kekuasaan.
- Aturan secara tidak langsung menjadi prosedur metodis interaksi sosial, seperti yang telah dibuat oleh Garfinkel. Secara tipikal, aturan silang-menyilang dengan praktik-praktik dalam kontekstualisasi pertemuan yang terkondisikan. Pertimbangan untuk tujuan khusus yang Garfinkel identifikasi secara kronis dilibatkan pada bukti terwakili dari aturan. Penting untuk membentuk aturan-aturan tersebut. Harus ditambahkan bahwa setiap agen sosial yang kompeten adalah ahli teori sosial pada tingkatan kesadaran diskursif dan ahli metodologis pada tingkatan kesadaran diskursif dan praktis.
- Terdapat dua aspek aturan dan penting membedakannya secara konseptual, sejak sejumlah penulis filosofis cenderung mengganggapnya sama. Di satu sisi, aturan berhubungan dengan makna dan di sisi lainnya pemberian sanksi cara bertingkah laku sosial (Giddens, 1984:18).
Kemudian, struktur tidak mengacu pada aturan-aturan yang disiratkan diatas ini, namun juga pada sumber daya. Saat Giddens menjelaskan sumber daya, ia menyatakan bahwa individu menciptakan masyarakat dengan tidak hanya sekedar melakukan garukan melalui cara yang sederhana, tetapi lebih dahulu menggambarkan sumber-sumber yang telah ada sebelumnnya. Sumber daya yang dimaksudkannya, yaitu:
- Makna-makna (sesuatu yang diketahui, stok pengetahuan)
- Moral (sistem nilai)
- Kekuasaan (pola-pola dominasi dan pembagian kepentingan)
Selain itu, sumber daya juga terdiri atas dua hal yakni sumber daya autoritatif dan alokatif. Sumber daya autoritatif diturunkan dari koordinasi aktivitas agen, sedangkan sumber daya alokatif merupakan lingkaran control produk material atau tentang aspek dari dunia material.
Tentang apa yang ditanyakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa kesadaran atas aturan-aturan sosial yang diungkapkan dan yang paling banyak dalam kesadaran praktis, merupakan inti "jangkauan pengetahuan" (knowledge ability) yang terutama memberikan karakter pada agen-agen manusia. Sebagai aktor sosial, telah banyak yang dipelajari oleh manusia berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya yang kemudian diterapkan dalam memproduksi dan mereproduksi perjumpaan-perjumpaan sosial sehari-hari. Pengetahuan seperti itu sifatnya praktis bukannya teoritis. Pengetahuan tentang prosedur atau penguasaan teknik-teknik melakukan aktivitas sosial bersifat metodologis.
Maksudnya pengetahuan seperti itu tidak menetapkan seluruh situasi yang mungkin ditemui seorang aktor dan juga tidak bisa dilakukan olehnya. Namun pengetahuan memberikan kapasitas umum untuk menanggapi dan mempengaruhi garis kontinum yang tak terhingga dari keadaan-keadaan sosial.
Jenis aturan yang penting bagi teori sosial terkunci dalam reproduksi praktek-praktek yang dilembagakan, yakni praktek-praktek yang paling dalam mengendap di dalam ruang dan waktu. Karakteristik utama aturan-aturan yang relevan dengan pertanyaan-pertanyaan umum analisis sosial dapat diuraikan sebagai berikut (Giddens, 2011: 28):
- Intensif : Dangkal
- Tak diucapkan : Diskursif
- Informal : Diformalkan
- Dengan sanksi ringan : Dengan sanksi berat
Melalui aturan-aturan yang bersifat intensif, digunakanlah rumus yang biasa digunakan sehari-hari, yang masuk dalam pembangunan bentuk kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan bahasa bersifat seperti ini. Begitu pula prosedur yang digunakan oleh aktor dalam mengorganisasikan giliran bicara dalam percakapan atau interaksinya. Prosedur-prosedur ini dapat diperbandingkan dengan aturan-aturan yang lebih abstrak yakni hukum terkodifikasi yang paling berpengaruh untuk mengatur aktivitas sosial. Namun sebagian besar prosedur yang tampak tidak penting dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap generalitas perilaku sosial. Kategori lain kurang lebih bersifat pemaparan diri. Sebagian besar aturan yang diimplikasikan dalam produksi dan reproduksi adalah praktek-praktek sosial yang hanya dipahami oleh aktor secara diam-diam, mereka tahu bagaimana cara terus melakukan sesuatu. Rumusan diskursif merupakan suatu aturan intepretasi atas aturan itu, dan sebagaimana yang telah dikemukakan mungkin dengan sendirinya mengubah bentuk penerapannya. Dari aturan-aturan yang tidak dirumuskan secara diskursif, tetapi di komodifikasi secara formal, jenis kasusnya adalah kasus hukum. Hukum tentu saja merupakan salah satu jenis aturan sosial dengan tingkat retribusi yang kuat dalam masyarakat modern secara formal (Giddens, 2011: 29-30).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H