Subjektivitas yang berfokus pada etnisitas pada gilirannya memperdayakan kita untuk bertindak berdasarkan fakta sosial tertentu. Dengan demikian, masalah mengenai bagaimana seorang aktor bisa mempengaruhi keadaan atau bahkan kualitas lingkungan tak pelak turut menjadi kajian kotemporer yang juga bisa dikaji secara mikro kemudian menjadi makro.
Untuk menekankan bahwa teori strukturasi terpusat pada cara agen memproduksi dan mereproduksi struktur sosial melalui tindakannya sendiri. Aktivitas manusia yang teratur tidak diwujudkan oleh aktor individual, melainkan terus-menerus diciptakan dan diulang oleh mereka melalui cara mereka mengekspresikan dirinya sebagai aktor. Dalam melalui aktivitas, agen mereproduksi sejumlah kondisi yang memungkinkan aktivitas-aktivitas semacam itu. Kemudian dibentuk sebagai seorang key person oleh sejumlah harapan dan praktik yang dipadukan dengan kesadaran bersama, setelah belajar dan menginternalisasikan nilai serta aturan, maka kita bertindak sesuai dengan aturan itu, mereproduksi aturan tersebut lagi. Yang dimana aturan yang mengikat itu kembali menjadikan masyarakat di sekitarnya turut melembagakan kekangan walaupun pada akhirnya muncul kuasa yang mampu menembus peraturan yang mereka buat sendiri.
Hal tersebut dikarenakan, aturan muncul dalam interaksi sosial menjadi pedoman yang digunakan agen atau pelaku untuk melakukan reproduksi hubungan-hubungan sosial yang melintasi Batasan ruang dan waktu. Aturan tersebut muncul dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Aturan sering dipikirkan dalam hubungan dengan permainan (games) atau sebagai konsep yang formal. Bahkan, telah diidentifikasikan sebagai bentuk hukum yang secara karakteristik menjadi pokok persoalan dari sebuah keragaman tentang permohonan yang sunguh-sungguh.
- Aturan sering diperlakukan tunggal, seolah-olah dapat dihubungkan dengan contoh-contoh khusus atau bagian dari tindakan. Akan tetapi menjadi tidak benar jika dikenalkan dengan analogi pada beroperasinya kehidupan sosial, yang makna praktiknya dilanggengkan dalam kebersatuan dengan kerangka yang terorganisasi secara longgar.
- Aturan tidak dapat dikonsepkan lepas dari sumber daya, yang menunjukkan hubungan transformative benar-benar bergabung dengan reproduksi dan produksi praktik-praktik sosial. Yang Kemudian, sifat-sifat struktural menggambarkan bentuk dominasi dan kekuasaan.
- Aturan secara tidak langsung menjadi prosedur metodis interaksi sosial, seperti yang telah dibuat oleh Garfinkel. Secara tipikal, aturan silang-menyilang dengan praktik-praktik dalam kontekstualisasi pertemuan yang terkondisikan. Pertimbangan untuk tujuan khusus yang Garfinkel identifikasi secara kronis dilibatkan pada bukti terwakili dari aturan. Penting untuk membentuk aturan-aturan tersebut. Harus ditambahkan bahwa setiap agen sosial yang kompeten adalah ahli teori sosial pada tingkatan kesadaran diskursif dan ahli metodologis pada tingkatan kesadaran diskursif dan praktis.
- Terdapat dua aspek aturan dan penting membedakannya secara konseptual, sejak sejumlah penulis filosofis cenderung mengganggapnya sama. Di satu sisi, aturan berhubungan dengan makna dan di sisi lainnya pemberian sanksi cara bertingkah laku sosial (Giddens, 1984:18).
Kemudian, struktur tidak mengacu pada aturan-aturan yang disiratkan diatas ini, namun juga pada sumber daya. Saat Giddens menjelaskan sumber daya, ia menyatakan bahwa individu menciptakan masyarakat dengan tidak hanya sekedar melakukan garukan melalui cara yang sederhana, tetapi lebih dahulu menggambarkan sumber-sumber yang telah ada sebelumnnya. Sumber daya yang dimaksudkannya, yaitu:
- Makna-makna (sesuatu yang diketahui, stok pengetahuan)
- Moral (sistem nilai)
- Kekuasaan (pola-pola dominasi dan pembagian kepentingan)
Selain itu, sumber daya juga terdiri atas dua hal yakni sumber daya autoritatif dan alokatif. Sumber daya autoritatif diturunkan dari koordinasi aktivitas agen, sedangkan sumber daya alokatif merupakan lingkaran control produk material atau tentang aspek dari dunia material.
Tentang apa yang ditanyakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa kesadaran atas aturan-aturan sosial yang diungkapkan dan yang paling banyak dalam kesadaran praktis, merupakan inti "jangkauan pengetahuan" (knowledge ability) yang terutama memberikan karakter pada agen-agen manusia. Sebagai aktor sosial, telah banyak yang dipelajari oleh manusia berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya yang kemudian diterapkan dalam memproduksi dan mereproduksi perjumpaan-perjumpaan sosial sehari-hari. Pengetahuan seperti itu sifatnya praktis bukannya teoritis. Pengetahuan tentang prosedur atau penguasaan teknik-teknik melakukan aktivitas sosial bersifat metodologis.
Maksudnya pengetahuan seperti itu tidak menetapkan seluruh situasi yang mungkin ditemui seorang aktor dan juga tidak bisa dilakukan olehnya. Namun pengetahuan memberikan kapasitas umum untuk menanggapi dan mempengaruhi garis kontinum yang tak terhingga dari keadaan-keadaan sosial.
Jenis aturan yang penting bagi teori sosial terkunci dalam reproduksi praktek-praktek yang dilembagakan, yakni praktek-praktek yang paling dalam mengendap di dalam ruang dan waktu. Karakteristik utama aturan-aturan yang relevan dengan pertanyaan-pertanyaan umum analisis sosial dapat diuraikan sebagai berikut (Giddens, 2011: 28):
- Intensif : Dangkal
- Tak diucapkan : Diskursif
- Informal : Diformalkan
- Dengan sanksi ringan : Dengan sanksi berat
Melalui aturan-aturan yang bersifat intensif, digunakanlah rumus yang biasa digunakan sehari-hari, yang masuk dalam pembangunan bentuk kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan bahasa bersifat seperti ini. Begitu pula prosedur yang digunakan oleh aktor dalam mengorganisasikan giliran bicara dalam percakapan atau interaksinya. Prosedur-prosedur ini dapat diperbandingkan dengan aturan-aturan yang lebih abstrak yakni hukum terkodifikasi yang paling berpengaruh untuk mengatur aktivitas sosial. Namun sebagian besar prosedur yang tampak tidak penting dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap generalitas perilaku sosial. Kategori lain kurang lebih bersifat pemaparan diri. Sebagian besar aturan yang diimplikasikan dalam produksi dan reproduksi adalah praktek-praktek sosial yang hanya dipahami oleh aktor secara diam-diam, mereka tahu bagaimana cara terus melakukan sesuatu. Rumusan diskursif merupakan suatu aturan intepretasi atas aturan itu, dan sebagaimana yang telah dikemukakan mungkin dengan sendirinya mengubah bentuk penerapannya. Dari aturan-aturan yang tidak dirumuskan secara diskursif, tetapi di komodifikasi secara formal, jenis kasusnya adalah kasus hukum. Hukum tentu saja merupakan salah satu jenis aturan sosial dengan tingkat retribusi yang kuat dalam masyarakat modern secara formal (Giddens, 2011: 29-30).