Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Makna Kehilangan bagi Seorang Istri

22 Februari 2024   17:59 Diperbarui: 22 Februari 2024   18:13 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: milik pribadi

Dunia memang sebentar, sebagaimana kehidupan manusia yang tidak kekal. Segala sesuatu yang Tuhan berikan, akan ada waktunya Manusia kembalikan dan bukan sebagai kebetulan tapi sebagai sebuah kenyataan.

Teruntuk mereka yang masih bertatapan dan saling kuat dan menguatkan. Kepada mereka yang saling mendengarkan nasehat agar hidup memiliki suri tauladan. Ada yang masih bergandengan tangan sambil berjalan dan berlomba mencari nafkah kebaikan. 

Ada pula yang melangkahkan kaki bergerak secara bersamaan. Lihatlah! mereka yang masih bersama saling merangkul satu sama lain dan tidak ada kemauan untuk saling melepaskan. Dan setelah itu mereka memberikan kebahagiaan yang sangat sederhana tapi mengandung kemuliaan; hanya dengan tertawa dan tersenyum sebentar dan kemudian merenungkan.

Baca juga: Dan Selesai...

Tapi, bagaimana hal yang romantisme dan keharmonisan itu bisa kembali untuk dirasakan oleh seorang istri yang merasakan akan bebannya sebuah kehilangan. Sebuah kehilangan yang dengan kasih dan sayangnya sekalipun tidak mengembalikan kain kafan menjadi sebuah nyawa yang menghidupkan. 

Adakah yang bertanya ataukah hanya diam berpangku tangan untuk tidak mencampuri urusan. Tentang bagaimana seorang istri yang merasakan kehilangan, bisa menjawab semua kesendirian, dan berupaya untuk tidak mengeluarkan tangisan dan tidak menghiraukan teguran alam. 

Dari semua kesendiriannya, dia bahkan menawarkan diri kepada Tuhan agar secepatnya menyusul sebagaimana Tuhan memanggil suaminya untuk berpulang kepenghadapan.

Setelah merasakan kehilangan, seolah-olah menjadikannya untuk mengasingkan diri dari kehidupan yang sebenarnya. Bahwa kehidupan yang kini baginya tidak perlu lagi untuk diartikan, diterjemahkan, dan tidak harus untuk dimaknakan dan merasakan bagaimana terpukulnya dengan bertahan hidup. 

Baca juga: Perempuan itu, Bitu

Kehilangan baginya menjadikan semuanya bertentangan. Dia menolak kebersamaan, dia pun menolak kebahagiaan, dan bahkan menolak kesempurnaan sebagai aturan hidup kemanusiaan.

Baca juga: Ibu Kehilangan Iba

Dia mulai memiliki kebencian terhadap air yang menjadi pembersihan terakhir untuk suaminya. Dia mulai benci terhadap yang jauh diatas Arsy dengan semua skenario dan kehendak-Nya. Dia mulai benci dengan udara, dimana nyawa itu tidak lagi menghirup kesegaran. Dan hal yang paling ia benci adalah Tanah, sebagai tempat persembunyian suaminya. 

Dia setelah ditimpa kehilangan tidak lagi merasakan nafkah lahir dan batin daripada suaminya. Tidak lagi merasakan apa yang dimakan dan diminum suaminya, seperti itu juga yang dimakan dan yang diminumnya, Tidak lagi merasakan apa yang dikenakan suaminya, seperti itu juga yang dikenakannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun