Segala hal yang akan sangat sulit bagi istri manapun untuk dilupakan dan digantikan. Tapi, ingatlah! bahwa kehilangan bukanlah akhir daripada ketiadaan. Kehilangan hanyalah sebuah keadaan. Maka, jangan berkeluh kesah karena setiap kehilangan masih memiliki tempat keberadaan.
Akan tetapi, yang sangat terpukul bagi seorang istri pada saat merasakan kehilangan adalah tentang ketergantungan. Bahwa seorang suami memiliki hak terhadap seorang istri, dan begitupun dengan seorang istri punya hak juga terhadap seorang suami. Artinya kehilangan yang dirasakan seorang istri adalah kehilangan atas sebuah ikrar suci perkawinan dan inilah letak ketergantungan.
Hal ini pernah disinggung oleh; Ibnu Arabi, bahwa "yang menimbulkan pengaruh adalah seorang suami, dan yang menerima pengaruh adalah seorang ibu" Pembicara adalah seorang suami, pendengarnya adalah seorang ibu (percakapan perkawinan). Tapi setelah seorang istri merasakan kehilangan suami, maka; pembicaranya adalah seorang ibu, dan pendengarnya adalah seorang anak.
Tapi dengan kecintaan dia terhadap suaminya menjadikan dia bertahan dan sedikit demi sedikit menghapus keluhan. Dia bertahan karena ada sebuah rahim yang pernah dikandungnya sudah tumbuh dewasa untuk dipertanggung jawabkan.Â
Yah, seorang anak yang kini meredam kesedihan ibunya, seorang anak yang mengembalikan senyum dan tawa ayahnya. Dan membuat ibunya kembali memiliki semangat untuk hidup dari beberapa hari sebelumnya, dimana ibunya hanya berbaring dengan putus asa sebagai pelukannya.
Sekejam itu kehilangan? sehingga tidak ada lagi satu ruang agar manusia bersembunyi darinya. Tapi, sekejam-kejamnya kehilangan anakku bisa mengubahku dari segala keterpurukan. Menjadikanku yang tadinya lemah tak berdaya, menjadi kuat. Yang tadi rapuh menjadi berdiri tegak.
-Kupang, 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H