RKUHP
Rancangan kalimat untuk hilang perasaanÂ
Tepat di kediaman rindu, hati demi hati di tindas oleh paras semesta. Nyanyian tipuan belaka, ketika segala kepahitan sudah bisa kita nikmati, rasakan. Malam kelabu, angin bertiup seakan bisu. Dikala senja berlalu, kita berdua menanak rasa lalu memenangkan kata tuk mengisi sunyi. Pada delik waktu, hasrat meraung-raung bergairah menyapa asa. Dibujuk, dirayu bergemuruh dalam jiwa.
Di bawah alis sayumu, aku menemukan tempat kosong di matamu. Dari tawa yang retak, hingga ke tangis yang terus berdetak. Pikiranku mengembara, menyendiri dalam nyaman. Aku kesepian. Di malam-malam musim dingin, aku sangat suka berjalan di riuhnya rintik hujan. Biarkanlah kehilangan itu merayakan kehidupannya.
"Paji, coba sini dulu" panggilnya sambil tersenyum sepanjang jalan ingatan.
"Ah, disini saja, emangnya gimana?" Nona menatapku dengan tatapan tajam dan ekspresi yang menakutkan.
"Nona tidak bermaksud melukai perasaanmu. Meski menyakitkan, baiknya kita sudahi saja kisah kasih ini" Suaranya serak-serak basah, mengantarkan senandung pilu pada rindu yang masih menggebu-gebu.
"Nona tahu nggak bedanya Nona sama DPR? Kalau DPR itu dewan perwakilan rakyat, tapi kalau kamu the one and only" lirih candaanku mencoba mengembalikan lagi keheningan. Langit seakan runtuh dan bumi menahan perih yang begitu menganga.
"Maafkan aku, Paji. Mungkin aku menyesali keputusan ini, mungkin juga tidak. Jadi, selamat tinggal" Kata-kata mengalun rapi, dari bibir merahnya merekah takdir berujung pasrah. Memilih untuk mengabaikan.
Kutarik napas panjang lalu mengangguk: "Mungkin Nona berpikir perpisahan ini akan membuatku lemah. Namun sebenarnya, kau justru membuatku jadi lebih kuat, dan aku nggak akan pernah menangisi kepergianmu" Aku bersusah payah, terlihat seperti biasa saja. Namun demikianlah laki-laki, ia juga makhluk yang tercipta dari ruang rasa.
"Aku tak bisa memintamu untuk bertahan. Akan kukabulkan permintaanmu. Aku tak memaksa untuk kau tetap tinggal di sisiku. Kita sampai di sini saja. Terimakasih" Ucapku dengan nada jelas, bahwa kali ini aku benar-benar kehilangannya. Dunia mencekam, hati terasa hambar kelam.
Selepas dari perbincangan binal itu, tidak aku jumpai kembali bayangan berjalan beriringan dalam setapak jalan yang sama. Kami sudah berpisah dan melanjutkan hari-hari sunyi dengan suasana berbeda. Mungkin juga penuh resah menyayat. Aku memulai kehidupan baru meskipun kau tidak hadir sebagai sosok penghuninya. Aku pergi, membawa cinta terbaik sekaligus merelakan perpisahan yang dramatis ini. Tidak ada yang kusesali, terimakasih telah mengajarkan aku banyak hal. Mengenalkan aku pada cinta yang berujung duka-lara. Memang benar cinta selamanya tidak bisa dimiliki.
Seperti malam, ia pun turut berduka saat mengetahui kau bukan lagi milikku seutuhnya. Dari hilangmu yang entah, aku mengerti arti sebuah kecewa dan patah hati yang tak biasa. Padahal di bawah pohon yang rindang, aku masih mendamba ingin menghabiskan senja denganmu. Menceritakan tentang warna kesukaanmu, makanan dan minuman favoritmu, klub bola kesayanganmu, lagu-lagu hindie selalu kau putar setiap pagi, genre film apa yang kau sukai, musisi idolamu, buku-buku apa yang sering kau baca, lalu kau mengemukakan perihal skincare, jam tangan, album K-Pop, boneka, tas, kau lebih suka novel atau komik, sepatu hingga ke hewan peliharaan. Kita terus-menerus berteduh, dari tatapan dan pandangan yang menenggelamkan ini.
Sedangkan di balik cahaya purnama dan gerimis mengundang, aku masih saja ingin bersamamu seorang membicarakan apa saja. Mungkin dengan gosip-gosip para selebriti, harga jual rumah perdesember, kenaikan cukai rokok, BBM melambung tinggi, minyak tanah langka, artikel-artikel kasus kekerasan seksual, pembunuhan Marsinah, politik, filsafat hingga ke RKUHP disahkan sebagai undang-undang, pasal penghinaan jadi sorotan dan pasal-pasal bermasalah lainnya. Lalu bertanya-tanya tentang mengapa kasus pemerkosaan sering terjadi dan rencana malam tahun baru ini mau kemana. Asalkan kita berdua. Itu menggembirakan, menentramkan jiwa.Â
Namun semua hanya mimpi, tinggal angan-angan semu. Kau sudah menjadi kepingan-kepingan kisah, yang hanyut di arus air keruh dan berguguran bersama matahari terbenam di ufuk barat. Kita sudah saling membunuh perasaan lalu menghancurkan hati masing-masing diri. Aku terdiam tak berkutik untuk merengkuh bayangmu. Merelakanmu pergi bukanlah pilihan terbaik, namun meminta agar dirimu kembalipun bukan hal yang tepat. Aku akan terus berjalan dengan atau tanpamu hadir sebagai sesosok pelangi untukku.
Kupang, 7 Desember 14.33 Rab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H