Selepas dari perbincangan binal itu, tidak aku jumpai kembali bayangan berjalan beriringan dalam setapak jalan yang sama. Kami sudah berpisah dan melanjutkan hari-hari sunyi dengan suasana berbeda. Mungkin juga penuh resah menyayat. Aku memulai kehidupan baru meskipun kau tidak hadir sebagai sosok penghuninya. Aku pergi, membawa cinta terbaik sekaligus merelakan perpisahan yang dramatis ini. Tidak ada yang kusesali, terimakasih telah mengajarkan aku banyak hal. Mengenalkan aku pada cinta yang berujung duka-lara. Memang benar cinta selamanya tidak bisa dimiliki.
Seperti malam, ia pun turut berduka saat mengetahui kau bukan lagi milikku seutuhnya. Dari hilangmu yang entah, aku mengerti arti sebuah kecewa dan patah hati yang tak biasa. Padahal di bawah pohon yang rindang, aku masih mendamba ingin menghabiskan senja denganmu. Menceritakan tentang warna kesukaanmu, makanan dan minuman favoritmu, klub bola kesayanganmu, lagu-lagu hindie selalu kau putar setiap pagi, genre film apa yang kau sukai, musisi idolamu, buku-buku apa yang sering kau baca, lalu kau mengemukakan perihal skincare, jam tangan, album K-Pop, boneka, tas, kau lebih suka novel atau komik, sepatu hingga ke hewan peliharaan. Kita terus-menerus berteduh, dari tatapan dan pandangan yang menenggelamkan ini.
Sedangkan di balik cahaya purnama dan gerimis mengundang, aku masih saja ingin bersamamu seorang membicarakan apa saja. Mungkin dengan gosip-gosip para selebriti, harga jual rumah perdesember, kenaikan cukai rokok, BBM melambung tinggi, minyak tanah langka, artikel-artikel kasus kekerasan seksual, pembunuhan Marsinah, politik, filsafat hingga ke RKUHP disahkan sebagai undang-undang, pasal penghinaan jadi sorotan dan pasal-pasal bermasalah lainnya. Lalu bertanya-tanya tentang mengapa kasus pemerkosaan sering terjadi dan rencana malam tahun baru ini mau kemana. Asalkan kita berdua. Itu menggembirakan, menentramkan jiwa.Â
Namun semua hanya mimpi, tinggal angan-angan semu. Kau sudah menjadi kepingan-kepingan kisah, yang hanyut di arus air keruh dan berguguran bersama matahari terbenam di ufuk barat. Kita sudah saling membunuh perasaan lalu menghancurkan hati masing-masing diri. Aku terdiam tak berkutik untuk merengkuh bayangmu. Merelakanmu pergi bukanlah pilihan terbaik, namun meminta agar dirimu kembalipun bukan hal yang tepat. Aku akan terus berjalan dengan atau tanpamu hadir sebagai sesosok pelangi untukku.
Kupang, 7 Desember 14.33 Rab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H