Ada yang tawa, senda gurau dengan sanak keluarga, mempersiapkan diri untuk berkencan dengan wanita idamannya, bergelut dengan dunia kerja walaupun harus ikuti aturan pemerintah yang kadang-kadang logika kita saja kurang membenarkan untuk yang demikian.Â
Berfoya-foya ria, dan tidak kita sadari ada-ada saja manusia yang hanya dengan polesan tubuh atau jual hoax menjanjikan masuk di berita-berita dan duduk di trending topik pertama. Ini lucu bukan? Malah yang berprestasi dilupakan dan diasingkan. Miris!
Tentang Juni yang tadinya gak enak banget dihati, cepat move on. Juni yang ada air mata, lekas datang bahagia.
Memasuki Juli, bulan baru dan semangat tetap tinggi meskipun yang dihidangkan sangat disesalkan. Pertahanan mulai diserang habis-habisan, benteng yang dibuat untuk jangka panjang mulai pelan-pelan runtuh. Aku kehilangan arah, kita kehilangan cinta yang belum sempat dituntaskan. Air mata yang Juni coba hilangkan kini tidak terbendung lagi. Juli menumpahkan itu semua. Bukan Juli jahat tapi Juli punya cara untuk mendidik kita sebisa mungkin.Â
Menjadi manusia, ya siap menjadi luka yang sangat dalam untuk waktu tidak diperhitungkan. Kabar-kabar duka mulai hinggap di dinding telinga, beranda sosial media dipenuhi postingan yang memilukan dari orang-orang yang peduli akan kasih nan sayang yang pernah ditorehkan. Keranda yang wanginya belum saja hilang kini wanginya mulai menyengat kembali.Â
Telepon seluler satu kali dua puluh empat jam tak henti-henti bergetar dan mendebarkan hati bagaikan hujan petir di siang hari. Orang yang berbeda, meratapi tentang kematian.
Tanggal-tanggal perih mulai tersusun rapi, ingatan akan terus ada. Pada jalan-jalan sunyi, pada wajah yang akan selalu di kenang. Rumah kita hanyut dalam derita, tanah kita tenggelam dalam tangisan. Apa kabar Allah? Yang hanya terbesit dalam hati ini. Kami kuat! Benarkah itu? Kami percaya ada jalan hikmah semuanya ini.Â
Terima dan tempatkan sisi terbaik menurut-Mu. Semoga kita semua berusaha mencintai dengan sabar, ikhlas yang paling tulus, dan tangisan saling mendoakan. Hadapi pilu dengan lapang dada, kuat dan gigih melewati hari-hari. Tebar kebaikan disetiap sisi, saling memaafkan untuk meraih ampunan-Nya.
Sekuat itukah kami di matamu Tuhan, hingga tak cukup satu ujian untuk membentuk kami? Masa depan seperti apa yang sedang engkau rencanakan? Sudahi, Â Lillahitaalah kami tak sekuat Ibrahim yang bahkan tak ada keraguan dihatinya meskipun diperintahkan untuk membunuh anaknya.
Kami umat Muhammad Saw yang larut dalam kesedihan meski hanya sedikit luka.
Allah, Watohari hanyalah anak kecil yang baru saja belajar merangkak. Tuntun ia dalam cinta, jangan dulu engkau uji yang pada akhirnya membuatnya layu.