Surat Harapanku Untuk Masa Depan
Aku telah muak dan bosan pada hidup ini kawan. Semua telah lapuk dipandang oleh mata, dengan mata telanjang aku mulai berfikir panjang akan untuk hidup dan kehidupan ini.
Kawan, aku lelah pada kekejaman zaman ini.
Semua telah dihidangkan di depan mata kita layak sinetron televisi yang di nikmati khalayak banyak, dari kaum tua hingga anak usia dini. Tak memilah-milah berbaur edukasi dan pornografi semua sama di kancah dunia.
Segala yang mendidik dikutuk keras untuk tidak mengambil jalan panjang malah diberi jalan pada yang nonmoral dan jual harga diri untuk jadi bahan perbincangan. Hehe, kawan dunia telah kacau balau jadi nikmatilah agar tidak mati akal sehat dan hari nurani.
Aku tersadarkan, dengan jabaran semesta yang kian hari berpacu dengan ardenalin layaknya rentenir bengis dan berotot kuat.
Aku mulai gelisah akan diriku dan terhadap masa depan ku kelak, terlahir sebagai pejuang atau terjajah oleh derasnya arus globalisasi. Mengaku kalah atau menolak pada patuh! Saat ini difase bimbang dan gundah menggerogoti disetiap inci diri ini.
22 tahun telah terlewatkan, belum ada dan apa-apa yang harus di andalkan. Aku tak berdaya kawan. Aku bagaikan kapas-kapas yang berterbangan di setiap sudut kota.
Untuk masa lalu terimakasih banyak atas pencapaian yang sesederhana ini, untuk masa depan semoga semesta berpihak dan merestui gerak langkah pertama hingga waktunya Tuhan memanggil pulang ke pangkuan-Nya.
Segelas kopi, sebatang rokok mulai menemani malamku hingga pagi datang. Duduk di kursi yang sengsara dan mulai bercerita panjang lebar pada buku, pena, dan lampu mati menyala, menyala mati.
Menghayal enak ya jadi orang kaya, ah tapi sudahlah. Aku selalu membayangkan ada surat yang aku baca di masa depan, ditulis dengan tinta keluh dan kertas lusuh di masa lalu. Isinya dibilas sesederhana mungkin, tapi ketika aku mengambil dan kemudian membacanya aku menaruh harapan besar aku sudah berteman baik dengan diriku sendiri dan sahabat karib dengan bahagia.