Mohon tunggu...
Humaida
Humaida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/IAIN Palangka Raya

(Hobi Membaca Novel/ Berhubungan Tentang Pendidikan)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Zakat dalam Perspektif Ekonomi Makro Islam

27 Juni 2022   12:23 Diperbarui: 27 Juni 2022   12:45 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat bagi umat muslim merupakan kewajiban yang harus di lakukan oleh setiap orang muslim, hal ini di karenakan zakat merupakan salah satu rukun Islam. Oleh karena itu, landasan keimanan serta kualitas keislaman seseorang dapat ditentukan oleh indikator zakat. Selain dari itu, zakat merupakan suatu bentuk kesolidaritasan antar sesama umat muslim untuk berkomitmen.

Pada masa kekhalifahannya Umar Ibn Khattab, zakat memiliki peran sejarah sebagai pajak dan sumber penghasilan Negara. Hal tersebut menjadikan zakat sebagai hal yang sangat penting dalam perekonomian Islam. Peran positif dari zakat tersebut tidak hanya ditujukan untuk sebuah Negara saja, tetapi juga untuk setiap individu yang merasakan dampaknya.

Potensi perekonomian yang sangat besar terhadap Indonesia akan terjadi jika menerapkan zakat. Menurut Ismail, jika dilakukan perhitungan secara matematis yang dapat dimulai dari jumlah seluruh warga Indonesia dengan perkiraan 210 penduduk, dengan persentase pemeluk agama islam sebanyak 85% dengan perkiraan sebanyak 178.5 juta penduduk. 

Jikapun yang menerapkan zakat hanya 25% penduduk yang beragama Islam, maka diperkirakan terdapat 44,6 juta penduduk muslim yang melakukan zakat. Jika patokan penghasilan setiap orang dirata-ratakan menjadi 1,5 juta setiap bulannya, maka perhitungan secara matematis terhadap zakat, sebagai berikut:

Hitungan perbulan= (2,5 % x 44.600.00) x Rp. 1.500.000 = Rp. 1,6 Triliun

Hitungan setahun = 12 bulan x Rp. 1,6 Trilyun = Rp. 20,1 Triliun

Perhitungan tersebut menunjukkan hasil yang cukup untuk meningkatkan perkembangan perekonomian secara signifikan.

Selain dari itu, Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerja sama dengan Islamic Development Bank (IDB) meneliti bahwa zakat berpotensi untuk perkembangan ekonomi dengan perkiraan Rp. 217.4 Triliun. 

Akan tetapi, menurut Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, pada kenyataannya perhitungan tersebut masih jauh, karena pada data BAZNAS, hanya terdata sebanyak Rp. 2,3 Triliun. Hal ini menunjukan hanya terdapat 1% alokasi dana dari potensi yang dihitung. 

Adapun menurut Didin Hafidhuddin, dana yang di dapatkan dari zakat tidak semestinya diarahkan ke pusat, BAZNAZ memiliki prinsip bahwa dana zakat dikumpulkan dan disalurkan untuk masyarakat di wilayah masing-masing disertai dengan laporan yang ditujukan ke BAZNAZ. 

Maka dari itu, pengelolaan zakat dapat dilakukan secara professional dengan target yang sesuai, sehingga dapat menjadi alternatif pilihan pada masalah umat. 

Menurut Dr. Yusud Qardawi yang terdapat pada buku Mu'jam Wasit, secara etimology zakat memiliki arti baik, bersih, tunbuh serta berkah. Akan disebut perkembangan dan pertumbuhan jika sesuatu itu zaka, dan akan disebut baik jika seseorang itu zaka. 

Sedangkan secara terminology menurut Sulaiman Rasyid zakat memiliki makna sebagai takaran harta dengan menerapkan syarat-syarat tertentu untuk memberikannya kepada seseorang yang memiliki hak menerimanya. Kewajiban mengeluarkan zakat untuk seorang muslim yang memenuhi ketentuan syarat yang telah ditentukan dengan menyerahkan zakatnya kepada seorang mustahiq (seorang yang memiliki hak mendapatkan zakat).  

Zakat dipakai untuk beberapa makna, menurut Hasby As-Shiddiq zakat dapat berarti afuw, nafaqah,  haq dan sedekah. Namun, pada kenyataannya, zakat yang biasa dikenal pada lingkungan masyarakat adalah sedekah, tetapi bukan sedekah wajib namun sedekah sunnah.

Berdasarkan Al-Qur'an dan hadits, para ulama mengambil kesimpulan bahwa, zakat terbagi menjadi tiga aspek, yaitu:

1. Aspek Agama (diniyah)

  • Zakat memberikan kemakmuran di dunia maupun di akhirat.
  • Zakat memfasilitasi seorang umat muslim untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT atau yang biasa disebut dengan taqarrub, karena zakat mamiliki unsur kewajiban yang dapat meningkatkan nilai keislaman sehingga dapat mengembangkan rasa taat kepada Allah SWT.
  • Pahala yang banyak akan di dapatkan oleh seorang muslim yang menerapkan zakat. Di dalam Al-Qur'an, Allah memebrikan janji kepada seorang muslim untuk meningkatkat sedekah dan menghilangkan riba, riba termasuk perbuatan dosa, dan Allah SWT membenci orang-orang yang kufur.
  • Rasulullah saw bersabda bahwa seseorang yang melaksanakan zakat dapat menghapus dosa-dosanya.

 2. Aspek Akhlak (Khuluqiyyah)

  • Seseorang yang membayar zakat dapat menumbuhkan rasa toleransi, keikhlasan, dan sifat-sifat terpuji lainnya.
  • Seseorang yang membayar zakat dapat menjadi pribadi yang berjiwa sosial karena memlik rasa persaudaraan terhadap umat muslim lainnya yang kurang mampu.
  • Seorang yang membayar zakat akan lebih banyak di kagumi dan dicintai masyarakat karena memiliki sikap kedermawanan terhadap sesama sehingga menumbuhkan rasa lapang dada.
  • Zakat dapat mensucikan akhlak untuk seorang muslim yang menjalaninya.

3. Aspek Sosial (Ijtimaiyyah)

  • Zakat akan menjadi bantuan terhadap mayoritas penduduk di Negara-negara atau bahkan dunia, khususnya untuk kaum fakir miskin.
  • Zakat sebagai penguat keberadaan bagi umat muslim khususnya untuk mujahidin fi sabilillah yang merupakan sala satu bagian dari orang yang berhak menerima zakat.
  • Zakat dapat menumbuhkan rasa persaudaraan antara ekonomi keatas sampai ekonomi ke bawah. Karena biasanya, masyarakat yang berekonomi sulit lebih memiliki rasa emosional yang lebih tinggi, apalagi jika terdapat kelompok ekonomi tinggi yang menghabiskan hartanya dengan hal yang tidak berkepentingan. Dengan adanya zakat, maka akan menjalin rasa kasih sayang dan harmonis pada setiap kalangan ekonomi.
  • Harta yang dimiliki akan menjadi berkah dan pastinya berlimpah bagi seorang yang melaksanakan pembayaran zakat.
  • Harta yang dizakatkan akan memberikan manfaat secara luas, karena harta tersbut disebar luaskan dan di alokasikan sebagai zakat.

Dari banyaknya penjelasan diatas, menunjukkan bahwasanya zakat pada perspektif ekonomi Islam memiliki kesignifikanan potensi yang besar dalam perekonomian. Oleh karena itu, perlu rasanya menjadikan zakat sebagai alternatif di Negara bukan hanya agama tertentu saja, hal ini bertujuan untuk menyejahterakan ekonomi penduduk dan menjadikan zakat sebagai sumber penghasilan Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun