Mohon tunggu...
Inho Rohi
Inho Rohi Mohon Tunggu... -

Bekerja di Jakarta dengan riset dan data. @inho_rohi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orang Kaya dan Sikap Pengecut Bawaan

5 Desember 2015   09:48 Diperbarui: 5 Desember 2015   15:32 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengemudi Lamborghini adu balap dengan Ferrari, selip, sejurus kemudian menabrak sejumlah orang. Ada yang luka berat, ada juga yang mati. Ia ditahan sebentar, lalu keluar, pindah ke rumah sakit, konon ia sedang sakit. Ramai gunjingan orang terhadapnya.

Lewat para sarjana hukum ia mengancam siapa saja yang masih nekat bergunjing tentang kasusnya.

Mengapa ia mengancam? Ada sikap pengecut bawaan kelas yang kaya dalam sistem yang korup dan tak adil. Sikap yang selalu menyalahkan pihak lain, sikap yang takut akan perubahan status (kemewahan) sosialnya. Karena itu, ia ingin dipersepsikan mendapat musibah, ingin dianggap sebagai korban. Korban dari jalanan kota yang licin, dan hujan yang turun membasahi jalanan itu.

Mengapa sikap ini adalah sikap bawaan? Jika kita menggunakan pespektif perubahan sosial, kita akan segera paham bahwa dalam sejarah revolusi sosial, orang kaya yang hidup mewah dalam sistem yang tak adil, adalah pihak yang bersikap paling pengecut. Dan selalu ada kalangan cendekia –juga aparatus- yang berdiri di belakangnya untuk membela.

Alexis de Tocqueville menuliskannya dengan baik. ”Orang kaya adalah orang yang memiliki harta benda yang cukup untuk mendambakan terjaganya ketertiban. Sebab, mereka tidak puas dengan apa yang sudah mereka dapatkan. ...Orang-orang seperti ini adalah musuh alami huru-hara, yang secara alami tak hanya tidak menginginkan revolusi, tapi juga takut terhadapnya.”

Menyangkut jenis pekerjaan orang tua pengemudi Lamborghini maut, Alexis mencatat kaitan antara dunia perdagangan dengan sikap anti perubahannya.

Demikian tulisnya, “Bisa saja akhir sebuah revolusi menguntungkan perdagangan dan industri, namun konsekuensi pertamanya, hampir selalu, merusak industri dan kaum pedagang. Karena revolusi pasti mengubah prinsip konsumsi umum seketika, dan untuk sementara waktu mengganggu rasio antara pasokan dan permintaan.”

*

Orang kaya takut akan perubahan sosial adalah hal jamak. Ketika situasi revolusi sosial datang, ada dua sikap umum yang ditunjukkan. Pertama, mereka beralih mendekat ke penguasa baru dengan mengidentikkan diri sebagai korban penguasa lalu. Hal terakhir bisa kita lihat pada pengemudi Lamborghini yang ingin dianggap sebagai korban hujan dan jalanan yang licin, di luar soal berapa kecepatan saat ia mengemudi.

Kedua, mereka pergi mencari wilayah baru dengan membawa aset yang bisa ia bawa. Contoh terbaik dari sikap seperti ini bisa kita temui pada kondisi Arab Spring. Pada 2011, Surat kabar Financial Times melaporkan bahwa jumlah warga dari negara-negara kaya Arab semakin banyak yang bermigrasi ke Inggris. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Surat kabar tersebut mengutip pernyataan kepala imigrasi Inggris yang mengatakan, ”Ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang yang tertarik berimigrasi ke Inggris dari negara-negara Arab, sejak pecahnya kerusuhan Mesir pada bulan Januari lalu.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun