Di tengah lesunya ekonomi, banyak orang yang hampir frustasi oleh tekanan keuangan yang semakin sulit. Berbagai cara  dilakukan oleh mereka, mulai dari cara yang paling sederhana hingga cara yang mengandung resiko sekalipun, agar bisa keluar dari yang namnya cekikikan finansial.
Hal itu terjadi hampir merata, tidak hanya di perkotaan namun juga telah merambah ke desa-desa. Contoh kasus, seperti  yang terjadi  di daerah Sukabumi tepatnya di Desa Bojongkembar Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi.
Gunawan alias Sadbor berhasil menarik perhatian publik melalui konten joget 'Ayam Patuk' di platform TikTok. Tarian unik ini menjadi viral dan memicu beragam reaksi. Namun, di balik popularitasnya, konten Sadbor juga menuai kritik karena dinilai sebagai bentuk pengemis-an secara online oleh sebagian pihak.
Dikatakan, dari hasil joged 'Ayam Patuk'nya tersebut Sadbor bisa mengantongi uang berkisar 400-700 ribu perhari dari saweran atau gift dari penontonnya.
Di balik popularitas dan keuangannya yang membaik, ternyata di balik joged viral itu juga menyimpan permasalahan. Dugaan keterlibatan Sadbor dalam promosi judi online melalui saweran yang diterimanya dari bandar judi online telah menarik perhatian pihak berwajib. Akibatnya, ia dan beberapa rekannya kini diamankan oleh pihak kepolisian Sukabumi belum lama ini
Fenomena seperti ini sebetulnya sudah lama menjadi kajian dari sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Drajat Tri Kartono. Ia menilai perilaku mengemis online terjadi karena pertemuan dua hal yaitu perkembangan teknologi informasi  berupa sosial media. Sementara faktor lainnya adalah tingkat kedermawanan warga Indonesia.
Perkembangan teknologi tersebut kata Drajat Tri Kartono dimanfaatkan secara kreatif oleh orang-orang tertentu untuk mendapat penghasilan. Dalam hal ini orang-orang yang merelakan dirinya untuk dikasihani atau mengemis.
Apa yang disebutkan oleh Pakar Sosiologi di atas bisa merupakan peringatan terhadap pemerintah dalam menyelesaikan persolan kemiskinan. Karena selain unsur perkembangan teknologi kemiskinan juga merupakan pemicu utama atas terjadinya 'ngemis online' tersebut.
Selain itu bisa dikatakan mentalitas bangsa kita ini memang sangat rapuh. Masih banyak di antara kita yang belum mampu merespons persoalan dengan cara yang matang dan bijaksana. Dalam konteks ini, fenomena joget Sadbor dapat dilihat sebagai sebuah keinginan untuk mendapatkan keuntungan dengan cepat dan instan, tanpa harus melalui proses kerja keras yang sewajarnya.
Lalu fenomena ini juga akan berdampak langsung terhadap dunia sosial. Meskipun sebagian orang melihat gejala ini sebagai sebuah hiburan semata, tetapi ketika semakin banyak yang melakukan hal tersebut maka akan ada resiko normalisasi perilaku yang sebenarnya jauh dari perilaku positif dan produktif.
Kesimpulannya, untuk mengatasi permasalahan pengemis online ini, diperlukan upaya komprehensif dari berbagai pihak. Selain intervensi pemerintah dalam bentuk regulasi dan penegakan hukum, masyarakat juga harus berperan aktif dalam meningkatkan literasi digital dan memilih konten yang bermanfaat. Dalam hal ini peran keluarga juga sangat penting, dalam memberikan edukasi terhadap anggota keluarganya.