Saat ini kita telah memasuki tahun politik, hingar-bingar kampanye dan pemberitaan politik telah memenuhi ruang publik. Berbagai kalangan dari politisi tingkat desa hingga tingkat nasional saling berlomba-lomba untuk menarik perhatian publik, baik calon Kades, Bupati/Walikota dan seterusnya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian pemilih, mulai dari kampanye door to door yang akrab dengan masyarakat, hingga memasang baliho dan spanduk yang menyesaki setiap celah, Â Â hingga tidak tersisa ruang untuk sekedar mengistirahatkan mata. Bahkan ada pula yang melakukan cara primitif dan tidak bertanggung jawab, yaitu dengan memaku baliho di batang-batang pohon di pinggir jalan, yang mereka pikir pepohonan itu tidak merasakan sakit oleh ulahnya.
Metode kampanye usang (Meskipun laku) itu sebaiknya dikurangi. Apalagi kampanye yang tidak ramah lingkungan serta tidak bertanggung jawab, yang sejatinya tidak akan memberikan citra positif bagi para politisi itu sendiri.
Selain itu, metode kampanye yang tidak kreatif dan tidak menarik (mohon dukungannya, mari dukung kami, jangan lupa pilih kami dengan pose tersenyum sambil melipatkan kedua telapak tangan) tidak akan mampu menarik simpatik dan perhatian masyarakat yang kian hari semakin cerdas
Pada era digital seperti saat ini, para politisi perlu menggunakan metode kampanye yang lebih modern dan kreatif. Metode kampanye yang dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial yang dengan itu dimungkinkan  dapat menjangkau lebih banyak orang dan memberikan informasi dengan lebih efektif dan efisien.
Sebelum hadirnya internet (Media sosial) kampanye politik seperti sebuah pertunjukan teater yang hanya bisa dinikmati oleh penonton yang hadir langsung di lokasi. Namun, kini, kampanye politik telah menjadi sebuah film yang bisa ditonton oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja tanpa mengeluarkan banyak biaya di berbagai ragam media sosial
Melalui media sosial, kampanye politik dapat menjangkau lebih banyak orang dalam waktu yang lebih singkat, dan lebih efektif serta bisa  menyasar kalangan "terdidik' tanpa harus berkampanye di ruang formalÂ
kalangan terdidik itu cenderung memiliki akses informasi yang luas dan bahkan yang lebih gilanya lagi, bagi mereka yang memiliki pengikut nan setia serta fanatik, cuitannya itu bagaikan sebuah sabda yang "wajib" diimani, yang kemudian akan mempengaruhi pemikiran pengikutnya secara tidak langsung pada konteks yang lebih riil.
Maka sangat beruntung sekali bila seorang calon yang akan bertarung memiliki puluhan bahkan ratusan influencer seperti itu, bisa dibayangkan dengungan yang ditimbulkannya akan melebih sorak-sorai massa di lapangan.
Selain itu, kampanye politik melalui dunia digital bahkan dapat ditargetkan ke kelompok pemilih tertentu berdasarkan demografi, minat, atau lokasi mereka. Sasaran kampanye  akan lebih terukur dan tersistematis.