Mohon tunggu...
Ingrit Dilla Farizna
Ingrit Dilla Farizna Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Hukum UIN Jakarta

SINE AMOR NIHIL EST VITA

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

La Barka: Realisme Perempuan dalam Novel Feminis

20 September 2022   14:53 Diperbarui: 20 September 2022   15:09 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pengalaman aku tahu, perkawinan bagiku tidak lagi merupakan tanda percintaan yang disatukan. itu adalah pengesahan hukum yang dikarang manusia, di mana dua orang yang barangkali saling mencinta, setelah lima, sepuluh, atau dua puluh tahun hidup bersama tidak lagi menemukan pokok pembicaraan yang menarik satu sama lain. Dua orang uang di sebut suami-istri, yang melanjutkan kehidupan sebagai otomat tanpa berpikir maupun bertindak.

La Barka merupakan sebuah novel bergenre sastra yang ditulis oleh sastrawan perempuan asal Indonesia yang bernama NH. Dini. Di tahun 2022 ini mungkin jarang sekali orang yang mengetahui siapa itu NH. Dini, kecuali mereka yang masuk dalam golongan generasi-generasi yang menyaksikan tahun 70-80an. Pada tahun 1975 novel La Barka sempat meraih kategori sebagai novel terbaik.  

Novel tersebut menyajikan lima bab yang masing-masingnya diberi judul sesuai dengan tokoh cerita: bab pertama "Monique", bab kedua "Fracine", Bab ketiga "Sophie", Bab keempat Yvonne", dan terakhir pada bab kelima mengenai "Christine".

Membaca buku La barka rasanya seperti membaca buku harian seseorang. Secara terang-terangan penulis menjadikan Rina (tokoh utama) sebagai wanita yang menerima segala yang terjadi terhadapnya. Menurutku sosok Rina ini merupakan bentuk dari penyadaran terhadap eksistensi perempuan. 

Rina telah berhasil memberikan pesan kepada para perempuan, bahwa perempuan harus kritis dalam menyelesaikan masalah dan ketika masalahnya sudah selesai. Sosok Rina telah berhasil mengamalkan ajaran realisme dan moralis terhadap kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Memang paket komplit.

Rina merupakan perempuan yang tumbuh di sebuah yayasan yatim piatu, dengan melibatkan kota paris di Prancis yang terkenal itu Rina memilih mengasingkan diri pergi ke rumah Monique. Disanalah ia bersama anak perempuannya memulai catatan apa saja yang membuatnya merasa resah; mulai dari kegagalan tentang rumah tangganya, rumah tangga yang tidak jelas yang dijalani oleh perempuan yang bernama Francine, Monique yang memiliki sikap kekeluarga akan tetapi rumah tangganya hancur dengan sia-sia, hingga Sophie yang membuat Rina jijik akan kecantikan dan kemolekan tubuh yang dimilikinya.

Selain itu, novel ini juga menceritakan bagaimana lika-liku kehidupan para istri setelah bercerai. Namun yang berbeda adalah bagaimana sosok perempuan (para mantan istri) ini menunjukan sebuah kebebasan setelah mereka bercerai. 

Seperti sebuah pilihan, perceraian yang mereka alami memberikan pelajaran bahwa mereka dapat menerima percintaan yang tulus atau hidup bebas tanpa memandang status---dalam batas-batas tertentu dan kedewasaan yang mapan berdasarkan pikiran yang logis, sehingga meskipun cerita tersebut berawal dari kesedihan perpisahan tetapi tetap mengajarkan bagaimana perempuan harus mampu mengatasi segala permasalahan norma dan segala tabu.

Mungkin benar ada istilah bahwa seseorang akan menjadi filsuf ketika ia menemukan pasangan yang tidak sejalan dengannya. Begitu pun pelajaran yang dapat diambil dari sosok Rina, perkawinan yang gagal yang telah dialaminya itu membuat dia semakin berpikir dan berusaha mengobati luka yang dimilikinya.

La barka menyiratkan pilihan sikap menentang dari sifat alamiah perempuan. Sosok Rina telah menggambarkan kepada pembaca bagaimana rasa penyesalan telah mencintai seorang laki-laki yang dia sebut dengan "kamu"---yang ia nanti-nantikan dengan setia meskipun tidak lagi mengirim kabar kepadanya. 

Karakter Rina mampu menciptakan nilai terhadap masyarakat yang tak adil bagi perempuan. Ibarat kata, suami punya seribu cara untuk memuaskan nafsu mereka, sementara perempuan harus menghisap kesepian menanti kehadiran suaminya---yang mungkin saja sang suami mengahabiskan malam-malam dengan banyak perempuan lain. 

Contoh lainnya adalah ketika perempuan memilih bekerja, dapat dipastikan stigma yang muncul adalah resiko ditinggal dan dijauhi suami. Laki-laki menurut Rina, tak bakal menghadapi stigma seperti itu.

Sosok Rina digambarkan sebagai bentuk protes terhadap kebiasaan hidup patriarkal, sekali pun dalam bahasa cinta dan kesetiaan, bahwa sosok perempuan adalah bukan sebuah kesalahan untuk bertahan, sejatinya memang mereka menganggap dirinya mampu untuk bisa setia dengan satu cinta meskipun kata "bercinta" adalah makna yang banal dengan banyak laki-laki.  Nilai Kesetiaan tak lagi dihubungkan dengan "bercinta" hanya dengan satu orang, tetapi dengan mencintai, mengasihi dan menghargai satu orang dalam kebiasaan dan kesetaraan.

Pada akhir cerita, dengan puas Rina menampilkan sebuah penyesalan terhadap apa yang dia alami selama hidupnya. Rina berhasil menciptakan realisme murni sebagai objek permasalahan. Konsep realisme membatu manusia dalam berproses, memberikan pemikiran yang dapat digunakan menjadi ilmu sosial. Realisme cenderung berpikir melihat pada kejadian nyata dan mengambil kesimpulan dari apa yang benar-benar terjadi, sehingga hasil yang dibuat bisa memberikan jawaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun