“Bu, Ibu menangis?”
Tiba-tiba terdengar suara mungil mengagetkanku. Aku tersentak. Kulihat anak laki-lakiku yang baru genap berumur enam tahun tengah duduk dengan mata mengantuk. Ia yang selama ini kerap menemaniku dan tidur di sampingku. Buru-buru kuhapus airmata dan memaksakan diri untuk tersenyum. Kubelai rambutnya dengan sayang, kemudian memeluknya dengan segenap cinta. Sebab, kini hanya ia yang aku punya.
“Bu, kapan Ayah pulang?” Tanyanya lagi dengan suara serak.
Aku kembali menangis. Entah bagaimana aku harus menjawabnya. Entah bagaimana pula aku harus menjelaskan nya. Jujur, aku sungguh tak berdaya.
“Tidurlah dulu, sayang!” Bisikku ke telinga nya.
Kulihat ia mengangguk. Lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur, dan memejamkan mata. Namun, tiba-tiba kulihat mulut mungil nya berkomat-kamit seperti membaca doa. Lamat-lamat kudengar salah satu permohonan nya, “pulanglah, Ayah!”
(Ingrid Jiu, 09 Juli 2016. 13.49, Pontianak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H