Mohon tunggu...
Ingrid Jiu
Ingrid Jiu Mohon Tunggu... -

I want to be a Great Writer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Cantik Bellina

30 Juni 2016   21:27 Diperbarui: 30 Juni 2016   21:38 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Maukah kuceritakan sesuatu padamu, kawan? Sebenarnya ini adalah sebuah rahasia. Yah terkategori rahasia pribadi, juga rahasia hati. Namun, jujur saja, aku tidak kuasa lagi untuk tidak menceritakan nya. Dadaku sesak, hatiku pengap dan otak ku buntu. Aku takut jiwaku luntur jikalau kelamaan aku memendamnya.

Sebenarnya dari judul cerita ini, sudah pada tahu apa dan siapa yang ingin kuceritakan. Yah, benar saja Si Cantik Bellina, dan aku yang akan menjadi pemeran utama. Harap dicatat, pemeran utama! Bukan lah pemeran pembantu ataupun pemeran figuran tentunya.

Namaku Dako. Lengkapnya Dako Rumania. Jangan tanya kenapa ada nama belakang Rumania? Sebab, aku sendiri juga tidak tahu persis kenapa Ayah memberiku nama belakang tersebut. Sebenarnya sih, aku ingat dulunya Ayah pernah bercerita. Bahwa Ayah pernah mengikuti salah satu teman nya berlayar hingga ke sebuah negara yang bernama Rumania. Entah di manakah tempat itu berada? Dan sewaktu pulang dari berlayar, kebetulan aku dilahirkan oleh Ibu ke dunia. Jadi, oleh Ayah, aku diberi nama belakang Rumania. Lupakan saja itu! Bukan lah negara Rumania yang beribukotakan Bukares yang ingin kuceritakan di sini. Ingat topikku yang utama kan, Si Cantik Bellina, bukan Rumania.

Pernah kah kau jatuh cinta, kawan? Kupikir semua manusia di dunia ini pasti pernah mengalaminya. Sekalipun ia seorang biksu ataupun pastor, aku yakin sekali bahwa mereka pernah mengalami hal yang bernama jatuh cinta. Dan, itulah yang terjadi kepadaku. Jangan salah, hanya jatuh cinta. Tidak seperti para Bonobo yang gemarnya melulu bercinta. Mohon dicatat!

Nama nya Bellina. Parasnya cantik dan ayu, bodinya aduhai, berkulit putih dan berkaki runcing juga indah. Berhidung mancung dan berbibir sensual adalah sesuatu yang paling kusuka dari seorang Bellina. Kebetulan ia adalah staf administrasi di tempat aku bekerja. Jangan remehkan dulu akan jabatan yang aku punya. Meskipun pekerjaanku hanya sebagai tukang bersih-bersih, tetapi tanpa aku seluruh kantor akan kotor dan berantakan. Benar, aku tidak bohong sedikit pun. Semua penghuni kantor menyukai hasil kerjaku, sebab selain aku ini orang yang rapi, aku juga selalu bersih-bersih.

Nah, setiap pagi, aku tiba di kantor satu jam sebelum penghuni lain nya masuk kerja. Aku akan membuka pintu, kebetulan aku yang memegang kunci. Kusapu semua ruangan, mengepel, mengelap kaca, meja dan kursi. Lalu memasak air, menyeduh teh dan kopi. Usai semua pekerjaan kulakukan, berikutnya adalah pekerjaan yang paling aku suka. Yakni khusus membersihkan meja si Bellina. Dari cangkir kotor yang kuganti dengan yang baru. Kertas-kertas yang berceceran kurapikan satu per satu. Dokumen-dokumen yang tumpang-tindih kuletakkan di tempatnya dan kurapikan menyatu. Meja kaca dan layar monitor nya kulap dengan kain basah hingga berkali-kali. Hasil nya jadi kinclong, mengkilap dan menyilaukan bagi orang yang memelototi.

Begitulah yang kulakukan setiap hari. Aku kerja nya pun bersemangat sekali. Bahkan, kutambahi lagi. Kadang-kadang aku menyeduh teh manis ataupun kopi untuk Mbak Bellina. Yah, kupanggil ia dengan sebutan Mbak, meskipun umurku lebih tua dari nya beberapa tahun. Hanya beberapa tahun saja, harap dicatat!

Namun, akhir-akhir ini aku curiga. Seperti nya istriku mengetahui sesuatu tentang Mbak Bellina. Sebab, aku ingat siang itu. Mbak Bellina mengatakan padaku bahwa istriku ada telepon mencariku, namun kebetulan aku tidak berada di kantor waktu itu. Terus, istriku langsung mengatakan ingin berbicara dengan Mbak Bellina. Dan selanjutnya aku tidak diberitahu mengenai apa yang mereka perbincangkan. Duh, aku jadi was-was. Bagaimana jikalau istriku tahu bahwa aku menyukai Mbak Bellina? Bisa-bisa aku diciduk seperti para pejabat yang diciduk KPK.

Hari-hari berikutnya pun berlalu tanpa ada kejadian yang mengejutkan. Aku kembali beraktivitas seperti biasa. Dan kulihat Mbak Bellina juga lebih memperhatikanku, dan aku pun senang nya mendayu-dayu. Mbak Bellina itu suka selfie. Maklum saja, ia kan sangat cantik, wajar saja kalau suka selfie sendiri, habis itu fotonya akan diposting ke akun nya di medsos. Aku yakin pasti mendapatkan banyak jempol tangan dari teman-teman nya.

Beberapa kali kucoba menawarkan diri untuk membantu nya selfie. Gayung bersambut, Mbak Bellina tampak nya senang sekali ketika kufoto, dengan berbagai gaya, dengan beragam mimik, dan dengan bermacam tingkah. Wuih, aku senang sekali. Seperti nya makin difoto, Mbak Bellina makin cantik saja. Kupuji dia dengan beberapa kalimatku merayu. Dan Mbak Bellina hanya tertawa tersipu-sipu.

Cerita tetap berlanjut. Ada suatu saat, di kala Mbak Bellina nya sedang santai, aku disuruh nya membantu nya mengemas dokumen dan peralatan kantor. Kadang juga aku disuruhnya untuk mengantar surat, membeli makan, membeli gorengan, berbelanja di minimart, dan lain sebagainya. Yang jelas, apa yang disuruh Mbak Bellina kepadaku, kukerjakan dengan senang hati dan bersungguh-sungguh. Dengan harapan Mbak Bellina suatu saat akan mengetahui isi hatiku sebenarnya.

Sampailah di suatu pagi yang cerah, secerah hatiku pagi itu. Seperti biasa, usai semua pekerjaan kulakukan, kini aku bersiap-siap untuk membersihkan meja Mbak Bellina. Sambil bersiul aku pun mulai mengelap meja kaca nya. Tiba-tiba, Mbak Bellina mengagetkanku dari belakang.

“Bang Dako,”

Ia memang selalu memanggilku abang dengan nada yang indah. Dan aku sangat senang di kala ia mengucapkan panggilan abang.

“Ini buat Bang Dako,” Katanya sambil menyerahkan sebuah undangan.

“Bang Dako datang yah,” Tambahnya lagi dengan wajah sumringah, lalu melangkah pergi menuju ruangan lain nya.

Aku tercenung. Kuraih undangan itu dengan pelan, lalu membaca dua baris nama yang tertera di sana. Menikah, “Bellina&Bertrand”. Tiba-tiba pandanganku serasa gelap dan berkunang-kunang. Entah kenapa kurasakan hatiku retak sebelah, jatuh membentur lantai lalu pecah berkeping-keping. Harapanku luntur dalam sekejap, persis tembok yang runtuh di kala gempa menyergap. Duh, sakitnya itu di sini! Keluhku sambil menyentuh ulu hati. Segera kuurungkan niat untuk membersihkan meja Mbak Bellina kembali. Mulai sekarang tak akan kukerjakan lagi pekerjaan yang satu ini. Sumpahku marah sambil menggigit gigi.

(Ingrid Jiu, 29 Juni 2016. 15.21, Pontianak)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun