Sampailah di suatu pagi yang cerah, secerah hatiku pagi itu. Seperti biasa, usai semua pekerjaan kulakukan, kini aku bersiap-siap untuk membersihkan meja Mbak Bellina. Sambil bersiul aku pun mulai mengelap meja kaca nya. Tiba-tiba, Mbak Bellina mengagetkanku dari belakang.
“Bang Dako,”
Ia memang selalu memanggilku abang dengan nada yang indah. Dan aku sangat senang di kala ia mengucapkan panggilan abang.
“Ini buat Bang Dako,” Katanya sambil menyerahkan sebuah undangan.
“Bang Dako datang yah,” Tambahnya lagi dengan wajah sumringah, lalu melangkah pergi menuju ruangan lain nya.
Aku tercenung. Kuraih undangan itu dengan pelan, lalu membaca dua baris nama yang tertera di sana. Menikah, “Bellina&Bertrand”. Tiba-tiba pandanganku serasa gelap dan berkunang-kunang. Entah kenapa kurasakan hatiku retak sebelah, jatuh membentur lantai lalu pecah berkeping-keping. Harapanku luntur dalam sekejap, persis tembok yang runtuh di kala gempa menyergap. Duh, sakitnya itu di sini! Keluhku sambil menyentuh ulu hati. Segera kuurungkan niat untuk membersihkan meja Mbak Bellina kembali. Mulai sekarang tak akan kukerjakan lagi pekerjaan yang satu ini. Sumpahku marah sambil menggigit gigi.
(Ingrid Jiu, 29 Juni 2016. 15.21, Pontianak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H